/   Kabar Seni

Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) bekerja sama dengan Koalisi Seni Indonesia mengadakan acara bertajuk “The Art of Giving: Fasilitasi Dunia Usaha untuk Seni Pertunjukan” di Hotel Kempinski, Jakarta pada tanggal 12 Februari 2014. Acara ini merupakan suatu tindak lanjut dari serangkaian dialog antara Koalisi Seni dengan Kemenparekraf tentang bagaimana menggalang dana kesenian dari sektor publik, terutama swasta.

Dalam pertemuan ini sekitar 100 pengusaha diundang dan hadir, termasuk nama-nama kondang seperti James Riady dari Lippo Group, Victor Hartono dari Djarum Foundation, Hario Soeprobo dari First State Invesments Indonesia dan lain-lain.

Hadir sebagai keynote speaker Menteri Parekraf sendiri Ibu Mari Pangestu, budayawan senior Goenawan Mohamad serta Abduh Aziz, Ketua Koalisi Seni. Sedangkan, Jaya Suprana tampil sebagai moderator diskusi. Baik Goenawan Mohamad maupun Mari Pangestu mengemukakan bahwa selama ini proses produksi seni belum terlalu diperhatikan. Yang dimaksud dengan proses produksi disini bukan hanya ketika karya seni tersebut disajikan ke masyarakat dalam bentuk pentas atau pameran, melainkan rangkaian proses kreatif yang mendahului pentas atau pameran tersebut. Padahal rangkaian proses kreatif tersebut merupakan laboratorium bagi proses kesenian, sama pentingnya seperti fungsi laboratorium dalam ilmu fisika. Proses kreatif ini yang sering luput dari pembiayaan. Pemerintah tentu saja wajib memfasilitasi proses kreatif ini, namun karena karakter birokrasi dan administrasi dari pemerintah maka lebih cepat jika kita menoleh kepada pihak swasta untuk mau membiayai proses kreatif ini.

Abduh Aziz berpresensi bahwa sumbangsih seni pada industri kreatif cukup besar sehingga industri kreatif dapat tumbuh dengan cukup baik. Hanya saja dukungan kepada kesenian itu sendiri amat kurang, padahal bagaimana industri kreatif dapat berkembang jika kesenian yang menjadi dasarnya tidak didukung dengan memadai? Selama ini hanya donor dari luar negeri terutama Eropa yang bersedia menyumbang pada organisasi seni, sumber dalam negeri, apalagi swasta sangat kurang. Padahal karya-karya seniman Indonesia sangat kaya dan sejumlah besar seniman kita telah diundang untuk berpentas dan berkarya (termasuk menjadi kurator dan narasumber dalam lokakarya dan diskusi) di luar negeri.

Peserta diskusi ini juga turut memberikan berbagai masukan misalnya soal koordinasi antar kementrian untuk mendukung dunia seni dan budaya. Selain soal insentif pajak yang belum gamblang (PP No. 93 Tahun 2010 yang memberikan pengurangan pajak hanya menyebutkan sektor kesenian dalam penjelasan pasalnya saja dan masih menjadi sub dari sektor pendidikan) juga seringkali belum ada kesesuaian informasi antar kementrian. Kementrian Keuangan misalnya mungkin memerlukan informasi tentang komoditas kesenian apa saja yang perlu dibebaskan dari pajak, dan ini perlu koordinasi dengan Kementrian Perindustrian dan Perdagangan supaya memperhatikan industri dalam negeri. Input juga bukan hanya dari instansi pemerintah saja, namun juga dari para pelaku industri kreatif dan para praktisi budaya di Indonesia.

Masukan lainnya; adalah belum jelasnya soal kriteria lembaga seni yang bisa menerima bantuan, belum mampunya lembaga seni untuk menyusun sistem pelaporan yang transparan dan akuntabel dan masalah legalitas dan formalitas lainnya. Ada pula masukan supaya potongan pajak untuk mereka yang menyumbang kesenian bisa diklaim sampai antara 200-400% seperti yang terjadi di Thailand atau Singapura.

Selain masukan juga ada sharing mengenai praktek-praktek donasi yang pernah terjadi, antara lain oleh First State Investments Indonesia kepada Yayasan Kelola. Sumbangan yang diberikan berasal dari revenue investment yang dikelola oleh mereka dan disumbangkan kepada beberapa bidang seperti seni, budaya, lingkungan dan sosial.

Intinya kegiatan ini adalah awal dari bertemunya pihak swasta, pemerintah dan organisasi seni untuk membicarakan tentang keberlanjutan dan pengembangan produksi seni budaya di Indonesia. Para peserta yang hadir sepakat untuk melakukan tindak lanjut yang akan dimotori oleh Kemenparekraf dan Koalisi Seni.

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.