Advokasi

Keadilan Gender dalam Seni

Dimulai: 2021
Tujuan:

Mendorong kebijakan seni yang berperspektif gender

Pemangku Kepentingan:

Pegiat seni, pemerintah, lembaga masyarakat sipil

Status:
  • Lobi kebijakan terhadap Ditjenbud telah dimulai
  • Gulir wacana telah dimulai

Setiap warga negara, apapun gendernya, berhak berkesenian secara bebas. Sayangnya, belum ada perlindungan dan keberpihakan secara sistematis dari negara maupun pelaku industri seni terhadap seniman perempuan dan gender nonbiner. Distribusi pengetahuan tentang kesadaran/perspektif gender di pegiat seni dan pembuat kebijakan pun masih belum memadai. Sehingga, ketimpangan gender terjadi secara sistemik dalam ekosistem seni.

Ketimpangan ini dapat dideteksi di berbagai lini.

Misalnya, sangat sedikit perempuan – dan tak ada gender nonbiner – menempati posisi tinggi di pemerintahan sebagai pengambil kebijakan terkait seni. Ini terjadi di Direktorat Jenderal Kebudayaan maupun dinas terkait di pemerintah daerah. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pun belum memiliki satuan kerja yang membidangi isu perempuan di ranah seni budaya.

Sementara itu, perempuan dan gender nonbiner pun kurang terwakili dalam pembacaan atas medan dan sejarah seni. Padahal, cukup banyak dari mereka yang memberikan kontribusi kepada ekosistem seni serta mencapai prestasi gemilang.

Pelecehan seksual terhadap perempuan di ranah seni juga kerap terjadi. Banyak kasus tidak dilaporkan ataupun terlacak karena posisi penyintas kekerasan seksual yang melapor sangat rentan. Mereka harus menghadapi penghakiman publik dan kehilangan kesempatan karir, sehingga proses pemulihan trauma makin terhambat.

Di sisi lain, masih banyak upaya pembungkaman perempuan dan gender nonbiner dengan tuduhan komunisme, penistaan agama, LGBTQ, juga melawan adat dan moral.

Seniman transgender pun layak diberi catatan khusus. Stigma ganda dan pengkategorian gender biner dalam berbagai mekanisme pendataan berpotensi menghapus rekam jejak mereka dalam sejarah seni.

Maka, sudah saatnya Koalisi Seni turut mengadvokasi kebijakan seni yang lebih berperspektif gender. Isu ini merupakan isu bersama dengan urgensi tinggi dalam di ranah seni budaya.

Advokasi ini dilakukan melalui beberapa lajur kegiatan:

  1. Pendataan ketimpangan gender dalam pengambilan kebijakan terkait seni dan kasus kekerasan seksual berbasis gender dalam ekosistem seni
  2. Gulir wacana lewat op-ed yang dimuat di media massa dan produksi siniar (podcast)
  3. Lobi untuk pengarusutamaan perspektif gender dalam lembaga negara
  • Perempuan dan gender non biner lainnya membayar pajak, sehingga perlu ada jaminan bagi mereka untuk bebas berkesenian. Tapi, ketimpangan gender masih sangat sistematik dalam ekosistem seni.

    Alia Swastika Kurator dan peneliti seni
  • Bagi kami, tema kebebasan berkesenian amat relevan dalam konteks pasca-Covid. Karena pandemi telah menyalakan lampu sorot pada realitas yang beragam, dan ketidaksetaraan yang meningkat selama beberapa dekade ini di sektor kreatif dan budaya di seluruh dunia. Termasuk, yang terkait upah adil untuk pekerja sektor ini, dan akses budaya untuk semua.

    Anupama Sekhar Director of Policy and Engagement of International Federation of Arts Councils and Culture Agencies (IFACCA)

KABAR ADVOKASI INI

LINIMASA

Ayo Percepat Perubahan

Bayangkan Indonesia jadi tempat semua orang bisa mendapat manfaat maksimal dari seni — kita jadi bangsa yang lebih logis, kritis, imajinatif, inovatif, dan toleran. Seni jadi bagian terpadu dalam pendidikan dan segala kegiatan bermanfaat. Anda bisa membantu Koalisi Seni mendorong perubahan itu agar lebih cepat terjadi. Klik tautan ini untuk tahu caranya:

Silakan ketik dan tekan enter untuk mencari