DKI Jakarta

Nirwan Ahmad Arsuka lahir di Kampung Ullo, Barru, Sulawesi Selatan, Ia adalah seorang budayawan yang berminat pada sains. Nirwan menempuh studi Teknik Nuklir di Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Buah pikirnya banyak bertebaran di surat kabar nasional seperti Kompas, Ia juga sering menulis esai yang dipublikasikan secara internasional seperti dalam International Journal of Asian Studies dan Inter-Asia Cultural Studies Journal.
Aktivitas Nirwan Ahmad Arsuka di dunia kebudayaan dimulai saat dirinya berkuliah. Ia membantu Romo Mangunwijaya dan bergabung dengan Kelompok Girli (Pinggir Kali) Code mengurus anak-anak jalanan di Kali Code dengan mengajar membaca dan kebersihan. Bersama teman-temannya ia juga mendirikan kelompok studi MKP2H (Masyarakat Kajian Pengetahuan, Peradaban dan Hari Depan) dan kelompok aksi GEMPURDERU (Gerakan Masyarakat Purna Orde Baru). Setelah itu, Ia cukup lama bergiat di Bentara Budaya Jakarta sebagai kurator dan kemudian menjadi editor tamu Lembar Sisipan Budaya Bentara Kompas. Merasa cukup bergiat di Bentara Budaya, Nirwan lanjut ke Freedom Institute sebagai direktur.
Setelah purna tugas dari Freedom Institute, Nirwan Ahmad Arsuka menginisiasi pembentukan Pustaka Bergerak pada 2014, jaringan perpustakaan bergerak untuk menumbuhkan minat baca anak-anak. Tidak seperti perpustakaan konvensional yang menunggu pembaca menghampirinya, Pustaka Bergerak membuat buku yang menghampiri pembacanya. Kini, Pustaka Bergerak telah berkembang menjadi gerakan yang tersebar di 2800 titik di Indonesia dan memiliki 19.000 relawan.
Awalnya, ide ini Ia temukan saat berkuda dari Pamulang sampai Parongpong. Setiap kali Nirwan dan kudanya singgah di sebuah tempat, anak-anak kerap menyambutnya. Selain tertarik pada kuda, anak-anak tersebut membantunya mencari rumput untuk kuda dan membagi cerita mengenai lokasi kediaman mereka. Akan tetapi, ketika ditanya mengenai sejarah dan asal-usul kampung mereka, anak-anak itu tidak dapat menjawabnya. Antara lain karena itulah Nirwan Ahmad Arsuka membentuk Pustaka Bergerak. Ia tidak ingin generasi mendatang buta pada sejarah dan kebudayaan mereka.
Atas aktivitasnya di bidang Kebudayaan dan pemahamannya pada sains, Dewan Kesenian Jakarta mengundang Nirwan Ahmad Arsuka untuk membagi pikirannya dalam Pidato Kebudayaan pada tahun 2015. Ia berpidato dengan wacana Percakapan Dengan Semesta. Dua tahun kemudian, judul tersebut kembali digunakan untuk menerbitkan buku kumpulan esainya. Selain itu, sosok yang gemar memelihara kuda ini juga menerbitkan buku pertamanya yang terbit dalam edisi tiga bahasa, Two Essays (Lontar, 2015). Ia juga menerbitkan Semesta Manusia (Penerbit Ombak, 2018) dan menjadi editor buku terjemahan sekaligus penulis pengantar Manusia Bugis (Nalar dan Forum Jakarta Paris, 2006).