Anggota Koalisi Seni yang baik,
Di halaman ini, tersedia informasi tentang para calon Ketua Pengurus dan calon Ketua Pengawas Koalisi Seni periode 2022-2025, beserta esai yang mereka tulis untuk menggambarkan visi-misinya. Silakan baca dan cermati dengan baik sebelum memilih mereka dalam pertemuan Rapat Umum Anggota (RUA) berikutnya.
Untuk dapat mengikuti pemilihan Ketua Pengurus dan Ketua Pengawas ini, pastikan Anda telah mengirimkan hardcopy Surat Pernyataan Kehadiran ke kantor Koalisi Seni di Grha Tirtadi. Panduan lengkap tentang surat ini telah dikirimkan ke email seluruh Anggota.
Jika ada pertanyaan bagi para calon, silakan kirim melalui email pemilihan@koalisiseni.or.id. Panitia pemilihan akan menyampaikan pertanyaan tersebut kepada para calon, yang bakal menjawabnya lewat dua sesi Zoom berikut:
- Kenalan dengan Calon Ketua Pengurus: Senin, 28 Maret 2022 pukul 09.00-12.00 WIB via Zoom
- Kenalan dengan Calon Ketua Pengawas: Selasa, 29 Maret 2022 pukul 09.00-12.00 WIB via Zoom
Silakan ketuk (tap) atau klik nama para calon berikut untuk membaca visi dan misi mereka:
- Budhita Kismadi
- Cholil Mahmud
- Felencia Hutabarat
- Linda Hoemar Abidin
- Nova Ruth Setyaningtyas
- Restu Imansari Kusumaningrum
Calon Ketua Pengurus
Heru Hikayat
Profil Heru Hikayat dapat dibaca di sini.
Berkoalisi
Saya akan memulainya dari pertanyaan tentang alasan saya bersedia menjadi calon ketua pengurus Koalisi Seni. Pada 25 Juni 2019 Koalisi Seni mengadakan diskusi publik di Jakarta, mempresentasikan hasil penelitian evaluasi 2 tahun pengesahan UU No. 5/2017 (Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan/UUPK). 28 Juni 2019, artikel Almarhum Moh. Abduh Aziz terbit di Koran Kompas. Pada artikel tersebut, Abduh menegaskan, bahwa seharusnya pemerintah menerbitkan 21 aturan turunan dari UUPK. Tenggat waktu aturan turunan tersebut, 29 Mei 2019. Pemerintah, pada saat itu, baru berhasil menerbitkan 1 aturan turunan saja. Pemerintah telah melanggar tenggat waktu yang ditentukannya sendiri. Kawan-kawan sekalian, semua informasi ini tersaji pada website Koalisi Seni.
Saat ini, sudah ada kemajuan signifikan mengenai tindak-lanjut atas UUPK. Tetap saja, pekerjaan rumahnya masih sangat banyak. Teladan yang ditinggalkan Almarhum Abduh, saya kira sudah benar. Maksud saya, Koalisi Seni menjadi agen terdepan dalam mengupayakan kebijakan dan kinerja pemerintah yang lebih baik. Agen dari unsur warga negara. Kita semua sebagai warga negara, selayaknya punya posisi tawar baik di hadapan para pembuat kebijakan. Demi posisi tawar ini, kita berkoalisi. Pekerjaan rumah tersebut di atas bukan saja tugas pengurus, melainkan tugas kita semua. Dengan kesadaran ini, saya menerima pencalonan saya.
Selanjutnya, pekerjaan rumah itu, bukan hanya terpusat di Jakarta. Kebetulan sejak 2018 saya dipekerjakan oleh Ditjen Kebudayaan Kemdikbud Ristek RI sebagai tim ahli. Pekerjaan ini membawa saya ke sejumlah daerah di Indonesia. Baiklah, istilah “pusat” dan “daerah” itu bermasalah. Tapi mari kita pakai dulu istilahnya, tunda dulu masalahnya. Pekerjaan saya bersama Ditjen Kebudayaan, membuat saya melihat betapa negeri ini besar sekali dan sangat beragam. Pola penyelenggaraan negara yang terpusat, sangatlah problematik. Sebaliknya, organisasi kewargaan seperti Koalisi Seni, bisa menyebar dan desentralistik sifatnya. Dengan kata lain, Koalisi Seni bisa sangat berdaya.
Kembali pada pekerjaan rumah, sebenarnya masalahnya bukan sekadar aturan turunan, dan hal-hal formal lainnya. UUPK mengamanatkan “pengarus-utamaan” kebudayaan. 2 nilai kultural yang mau saya ajukan sekarang: inklusif dan non-antroposentrik. Seharusnya, pengarus-utamaan kebudayaan bisa sampai pada nilai-nilai itu. Saya kira, kita semua sadar betapa arah “pembangunan” di Indonesia masih jauh dari ideal itu.
Program-program Koalisi yang sudah berjalan, sudah sangat baik. Misalnya Kelas AKSI. Kelas AKSI bisa menjadi cara bagi penyebaran kesadaran tentang pentingnya proaktif sebagai warga negara, sebagai pekerja seni. Di antara anggota Koalisi sudah ada yang proaktif dalam mengadvokasi kebijakannya di wilayahnya, seperti cerita Aristofani Fahmi, kasus di Prov. Riau. “Kisah sukses” seperti ini perlu disebar-luaskan, ditiru dan diadaptasi. Koalisi Seni sangat bisa mengamplifikasi kasus advokasi semacam ini hingga meluas, menyebar, dan diterapkan di banyak wilayah, melalui program semacam Kelas AKSI. Selama ini Koalisi Seni sudah berbunyi di tingkat “pusat”, selanjutnya perlu diupayakan agar kerja advokasinya lebih menyebar lagi di tingkat “daerah”. Koalisi Seni punya kekayaan luar biasa, yaitu anggota-anggotanya yang tersebar di Indonesia. Aktivasi para anggota, dalam hal ini jadi kunci.
Terakhir, berkoalisi di Koalisi Seni, saya kira, adalah cara terbaik untuk mengupayakan medan seni yang diinginkan bersama. Salam damai untuk kita semua. Terima kasih.
Kartika Jahja
Profil Kartika Jahja dapat dibaca di sini.
Keputusan untuk menerima pencalonan Ketua Umum Koalisi Seni menjadi pertimbangan yang sangat hati-hati bagi saya. Ini sebuah komitmen besar, dan saya sungguh mempertanyakan apakah saya orang yang tepat untuk posisi ini. Wajah dan rekam jejak saya mungkin belum dikenal di antara beberapa anggota, lobbying memerlukan banyak koneksi di ranah pemangku kebijakan, dan hal-hal lain sempat membuat saya ragu. Tapi akhirnya alasan tersebut justru memantapkan diri saya untuk maju. Wajah baru, pendekatan lobby baru, perspektif dan gaya kepemimpinan baru mungkin jadi sesuatu yang sehat bagi organisasi.
Terlebih dari itu, adanya perwakilan perempuan dalam kepemimpinan Koalisi Seni sangat krusial. Selama ini saya sering mengkritik soal ‘gatekeeping’ dan kurangnya keragaman gender dalam kepemimpunan ranah seni, maka ketika dipercaya kawan-kawan untuk posisi ini saya merasa bertanggung jawab untuk menerimanya.
Namun bagi kawan-kawan yang belum mengenal saya, yuk kita berkenalan. Saya seorang seniman. Juga seorang aktivis. Berada di perpotongan ini membuat saya cukup familiar dengan advokasi; membangun strategi kampanye, konsolidasi, dan berjejaring untuk mendorong, atau bahkan menghadang kebijakan-kebijakan publik. Misalnya ketika berkoalisi dengan para pekerja musik dan menyusun strategi untuk membatalkan RUU Permusikan. Atau kerja-kerja kampanye untuk mendorong RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Semua dibangun dengan strategi komunikasi dan kampanye yang membangun dukungan publik untuk mendorong perubahan bersama-sama. Hal ini yang ingin saya coba terapkan untuk Koalisi Seni. Beriringan dengan advokasi melalui jalur lobbying, kita bisa memperkuat lagi strategi komunikasi publik agar advokasi seni bukan hanya isunya Koalisi Seni, tapi isu semua orang di dalam dan luar sektor seni.
Koalisi Seni terbentuk dari ratusan anggota dengan profesi, keahlian, jangkauan, jaringan, dan pendekatan seni maupun metode advokasi yang sangat beragam. Dan saya melihat ini sebagai asset terbesar Koalisi Seni yang belum diaktivasi secara penuh. Apabila anggota diberi ruang dan dukungan untuk lebih terlibat aktif dalam program-program Koalisi, atau difasilitasi untuk saling berkolaborasi serta berbagi, diprioritaskan kepada anggota yang merasakan kesenjangan akses kepada fasilitas dan platform publik, kita bisa mencipta sebuah ‘win win situation’ yang saling menguntungkan bagi Koalisi dan juga bagi anggota. Mendobrak kebiasaan-kebiasaan ‘gatekeeping’ yang hanya melibatkan atau memberi perhatian kepada yang sudah berprivilese, dan memunculkan suara-suara yang belum teramplifikasi.
Namun aktivasi anggota tidak mungkin tercapai apabila ketimpangan masih terasa. Riset dari Koalisi Seni sendiri menunjukkan banyak kerentanan terhadap perempuan, minoritas gender, dan minoritas seksual yang bekerja di sektor seni. Kekerasan seksual dan diskriminasi gender masih terlalu sering dilumrahkan. Koalisi Seni harus bisa membangun sistem dukungan dan ruang-ruang aman bagi perempuan, minoritas seksual, minoritas gender, dengan mengesahkan kode etik yang kuat. Mendorong pelibatan kami dalam posisi-posisi kunci, memberi ruang bagi suara-suara, opini, gagasan, dan karya kami dengan lebih baik lagi. Karena ini 2022, dan tidak ada ruang lagi untuk seksisme dan misogini, khususnya dalam organisasi seni yang berjuang untuk progress.
Dan terakhir, saya sangat mengagumi kerja-kerja hebat yang sudah dilakukan oleh kepemimpinan sebelumnya. Dobrakan seperti UU Pemajuan Kebudayaan dan Dana Abadi Kebudayaan adalah pencapaian penting yang mana saya berharap siapapun yang terpilih akan bisa meneruskan tongkat estafet untuk mengimplementasikannya dengan sebaik-baiknya.
Dengan cinta dan semangat perubahan,
Kartika Jahja
Kusen Alipah Hadi
Profil Kusen Alipah Hadi dapat dibaca di sini.
Seni dan Kewargaan
Pandemi Covid-19 memberi gambaran gamblang tentang arti penting seni. Sebagai contoh, produk-produk seni telah menemani dan menyelamatkan kita selama pembatasan sosial. Bayangkan jika seni lenyap dari perikehidupan! Barangkali, sebagian terbesar dari kita akan menjadi gila ketika melewati pandemi Covid-19. Namun, lagi-lagi, negara masih memahami seni sebagai pelengkap. Pada awal skema pemulihan pasca pandemi misalnya, seni tidak masuk dalam skema PEN (Penyehatan Ekonomi Nasional). Negara belum sepenuhnya sadar bahwa seni bisa dilibatkan sejak hulu pembangunan (baca: perubahan). Jadi tidak mengherankan jika anggaran kesenian tidak menjadi prioritas di banyak Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah.
Oleh karenanya, advokasi kebijakan seni seharusnya tidak hanya bermuara untuk kesenian itu sendiri. Menyitir Pembukaan UUD 1945, seluruh usaha Koalisi Seni hendaknya bermuara pada: mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan menjaga perdamaian abadi. Di sinilah letak keterkaitan erat antara seni dan kewargaan!
Maka advokasi kebijakan seni bukan hanya menjadi monopoli pekerja seni: Maka disahkannya UU Pemajuan Kebudayaan harus dilihat sebagai pintu awal untuk melakukan advokasi-advokasi lebih lanjut; Maka advokasi kebijakan seni membutuhkan stamina jangka panjang; Kita semua sepakat, Koalisi Seni tidak didesain untuk pelari jarak dekat!
Pada 3 tahun ke depan (2022-2025), sebagai bagian perjuangan Koalisi Seni jangka panjang, saya mengusulkan pengembangan pada:
- Advokasi dan Mitra Strategis
Advokasi dan mitra strategis yang hanya dialamatkan pada Ditjen Kebudayaan tidaklah cukup mengingat potensi yang bisa dilakukan oleh seni. Pengembangan ini juga menjawab pertanyaan menohok salah satu anggota “Bagaimana cara anggota biasa berkontribusi untuk perjuangan Koalisi Seni?”. Lebih ekstrim lagi, “Bagaimana cara anggota bukan pekerja seni berkontribusi untuk perjuangan Koalisi Seni”? Anggota yang ahli di bidang perubahan iklim diharapkan mendorong isu seni dan perubahan iklim dan mengdvokasinya ke Dirjen Perubahan Iklim; Para scientist anggota Koalisi Seni diharapkan mempromosikan dan mengadvokasi semangat “art, science, and technology” yang menjadi jantung pendidikan dunia saat ini.
- Keanggotaan
Sebagai sebuah kelompok penekan, keanggotaan Koalisi Seni harus bertambah, merepresentasikan keragaman matra seni, keluasan wilayah Indonesia, serta inklusifitas dengan menambah keanggotaan ‘bukan pekerja seni’. Barangkali perlu dipikirkan juga Anggota Kehormatan/Duta, yang keanggotaannya didasarkan pada komitmen perbaikan ekosistem seni dan perikehidupan berbangsa.
- Advokasi Seni di Daerah
Keluasan wilayah Indonesia dan sistem desentralisasi menyebabkan kebijakan-kebijakan nasional, kadang, tidak berkorelasi lurus di daerah. Oleh karenanya perlu dilakukan advokasi langsung di daerah. Pada 3 tahun ke depan, Koalisi Seni perlu membuat proyek percontohan advokasi seni di daerah (3-5 daerah). Instrumen kelas AKSI (Advokasi Seni) yang sudah dimiliki Koalisi Seni bisa dimobilisasi untuk daerah-daerah yang dimaksud. Harapannya, daerah-daerah lain melakukan hal serupa di kemudian hari.
- Insentif Pajak
Meskipun pembiayaan seni menjadi tanggung jawab negara, namun kita perlu membuka kemungkinan keterlibatan pihak swasta. Dengan membuka keterlibatan pihak swasta, kekhawatiran ‘monopoli seni oleh negara’ bisa dikikis serta memperlebar kemungkinan pendanaan bagi seni. Usulan ini boleh dibaca sebagai jalan menuju Dana Abadi Kesenian yang menjadi mandat Koalisi Seni.
- Pemantauan Kebebasan Berkesenian/Berekspresi di Indonesia
Laporan ini dibuat sebagai alat ukur advokasi yang dilakukan, sekaligus alarm berkala bagi perbaikan ekosistem seni di Indonesia.
- Penguatan Kelembagaan
Mandat Koalisi Seni bukan saja mulia, namun juga berat. Lembaga yang kuat adalah prasyaratnya. Dalam pandangan saya, usaha menanggulangi kerentanan finansial, peningkatan kapasistas, dan perbaikan sistem kelembagaan yang dilakukan sudah pada jalan yang tepat. Kita tinggal meneruskan dan memperkuatnya.
Calon Ketua Pengawas
Budhita Kismadi
Profil Budhita Kismadi dapat dibaca di sini.
Halo!
Perkenalkan saya Budhsi, seorang fasilitator yang aktif di berbagai organisasi social justice di Indonesia sejak tahun 1991. Sejak 2002 hingga sekarang aktif di Inspirasi Tanpa Batas (INSPIRIT), sebuah social enterprise yang percaya pada kekuatan dan pentingnya komunikasi untuk membangun koneksi antar manusia yang saling memberdayakan.
Saya dan Seni Budaya
Sejak kecil saya dibesarkan dalam lingkungan multi budaya dan multi bangsa, mengikuti petualangan orangtua belajar di berbagai negara. Berkesenian pada masa kecil sampai remaja, setelah itu menjadi penikmat dan pendukung seni budaya. Beruntung bisa belajar ke Jepang, saya mengambil Cultural Anthropology dan setelah lulus sempat menjadi arkeolog amatir di beberapa situs arkeologi di Tokyo.
Bekerja, Berkarya, Bersenibudaya
Seni dan budaya membentuk saya. Rasa cinta dan kekaguman saya pada pelaku seni dan budaya, di depan dan belakang layar, di panggung apapun dan di manapun, membuat saya semakin percaya bahwa seni harus selalu hadir dan dihadirkan dalam kehidupan bangsa.
Ketika INSPIRIT merancang Indonesian Development Forum (IDF) untuk Bappenas pada tahun 2016, saya berjuang keras agar Seni dan Budaya mendapat tempat dalam agenda utama. Seniman harus menjadi bagian dalam percakapan dan diskusi tentang pembangunan, demikian advokasi saya kepada Bappenas, Koalisi Seni dan Ditjen Kebudayaan. Advokasi ini berhasil. Sebuah karya seni dipentaskan sebagai bagian dari agenda utama, dan penciptanya menjadi satu-satunya seniman yang menjadi pembicara di IDF pertama tahun 2017.
Pada IDF 2018, Koalisi Seni dan Dirjen Kebudayaan mendapat sesi khusus dalam agenda utama, dan banyak pegiat seni dan budaya menjadi pembicara di berbagai sesi. Hal ini berulang lagi di IDF 2019, dengan semakin banyak anggota Koalisi Seni dari berbagai daerah hadir sebagai pembicara dan peserta.
Dalam jejaring internasional, pada tahun 2021 saya terlibat dalam merancang dan memfasiltiasi rangkaian diskusi Roundtable on Culture and Climate tentang pentingnya seni dan budaya dalam mitigasi krisis iklim menuju COP 26. Salah satu pembicara dari Indonesia, Nova Ruth, kemudian hadir secara virtual pada side event dengan topik yang sama di COP 26.
Kekuatan Saya
Pendengar yang baik, percaya pada kekuatan kolaborasi dan pada kemampuan seni dan budaya untuk mengubah dunia.
Cholil Mahmud
Profil Cholil Mahmud dapat dibaca di sini.
— narasi belum dikirim —
Felencia Hutabarat
Profil Felencia Hutabarat dapat dibaca di sini.
Terima kasih kembali saya haturkan kepada teman-teman yang sudah menaruh kepercayaan kepada saya. Terlebih saya ingin menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada tim pengurus dan pengawas yang sudah bekerja keras memajukan Koalisi Seni hingga berada di posisi sekarang.
Saya melihat fungsi pengawas sangat penting untuk memastikan organisasi berjalan sesuai visi, misi dan fungsinya. Sebagai Ketua Pengawas beberapa program yang akan saya usulkan adalah:
- Melakukan evaluasi bersama dari program masa lalu dan melanjutkan serta memperkuat program-program yang sudah ada dan perlu diteruskan.
- Mendiskusikan secara terbuka kepada pengurus untuk mulai memikirkan desentralisasi organisasi, agar Koalisi Seni juga memiliki perwakilan/chapter wilayah. Indonesia adalah wilayah yang sangat luas dengan dinamika kompleksitas dan tantangan yang berbeda-beda di setiap wilayahnya. Keberadaan perwakilan wilayah ini memungkinkan jangkauan yang lebih jauh dari sekretariat di Jakarta, dan memungkinkan suara-suara di wilayah luar Jawa jauh lebih terdengar dan lebih transparan.
- Memastikan pengurus memiliki mekanisme dan sistem penerimaan masukan anggota secara transparan dan mendiskusikannya, untuk menjadi pertimbangan penyusunan program reguler maupun program adhoc.
- Menjalin kerjasama lintas disiplin dengan sektor lain, seperti sektor ekonomi kreatif, lingkungan, digital dan sebagainya. Seni dan budaya tidak terlepas relevansinya dengan sektor lain. Selain meneruskan penguatan isu yang sudah ada misalnya soal gender, ada baiknya Koalisi Seni mulai terlibat dalam advokasi seperti pentingnya ruang seni dan budaya untuk kota (isu kota) sebagai bagian dari liveable city, pentingnya dokumentasi pengetahuan lokal untuk diolah datanya agar bisa dipakai mengimajinasikan inovasi masa depan (sektor inovasi), dan tentunya meneruskan advokasi perlindungan kebebasan berekspresi.
- Membuka jejaring internasional dengan negara-negara selatan. Selain memperkuat jejaring nasional, jejaring internasional di luar UNESCO, terutama dengan negara-negara di belahan bumi selatan sangatlah penting. Agenda seni budaya global sangat didominasi oleh suara-suara dari negara utara seperti Amerika dan negara-negara Eropa, hingga menimbulkan posisi yang tidak seimbang. Saat ini banyak negara di belahan bumi Selatan seperti di wilayah Amerika Selatan dan Afrika yang mulai konsisten menyuarakan kepentingan negara-negara Selatan. Ada organisasi seperti ProComum di Brazil, Asia Europe Foundation, Living Arts Cambodia, Mekong Cultural Hub, Arterial Network (Afrika) padanya kita bisa saling belajar terutama ketika menghadapi persoalan seperti kebebasan berekspresi dan kesejahteraan pekerja seni. Koalisi Seni bisa mengambil peran besar untuk mendorong suara dari Asia Tenggara.
- Menjalin kemitraan dengan organisasi-organisasi lain yang sejalan dengan dan bisa mendukung visi-misi Koalisi Seni seperti dengan menjalankan kolaborasi program berkala, seperti dengan Jogja Festivals, PuanSeni, Kongres Kebudayaan Desa, Kota Kreatif, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, 100% Manusia dan lain-lain. Ini penting untuk menunjukkan relevansi seni budaya untuk kemajuan masyarakat, dan bukan hanya pada kalangan pelaku seni dan penikmatnya.
Sedikit tentang saya, saya sudah bekerja sebagai:
- Project Officer untuk Seni Budaya di Hivos Asia Tenggara
- Konsultan program untuk Danish Cultural Fund
- Konsultan Ekonomi Kreatif untuk British Council dan Kemenparekraf (untuk creative hub)
- Co-founder Indonesian Creative Cities Network, JogjaFestivals, Peretas, Kekini dan Asosiasi Coworking Indonesia.
Besar harapan saya Koalisi Seni menjadi organisasi yang relevan untuk banyak pihak, interdisipliner, anggota memiliki rasa kepemilikan tinggi dan terepresentasi dengan baik, memiliki jejaring luas untuk kemajuan anggotanya, dan transparan dalam setiap prosesnya.
Tabik,
Felencia Hutabarat
Linda Hoemar Abidin
Profil Linda Hoemar Abidin dapat dibaca di sini.
Kesediaan menerima pencalonan saya sebagai Ketua Pengawas berdasarkan kepedulian pada semua kerja kerja baik Koalisi Seni sejauh ini agar terus berlanjut ke masa mendatang. Sejak 2012 dipercaya sebagai Bendahara Pengurus Koalisi Seni, saya masih terus belajar bagaimana cara, bersama sama berbagai pemangku kepentingan Koalisi Seni, mengadvokasi regulasi yang lebih berpihak untuk ekosistem seni yang lebih baik.
Mari kita bayangkan, … bersama sama kita bisa berupaya, melalui cara dan keahlian kita masing masing untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik, dan penduduknya bahagia. Seni dapat berkontribusi besar untuk membuatnya terwujud. Berbagai penelitian membuktikan seni membuat orang lebih logis, kritis, imajinatif, inovatif, dan toleran. Tapi, kita perlu ekosistem seni yang lebih kondusif untuk mencapai visi Indonesia Bahagia.
Sayangnya, sebelum pandemi pun sumber dana kegiatan seni di Indonesia sangat terbatas. Apalagi sekarang. Kita perlu solusi jangka panjang — beyond pemulihan pascapandemi, — mendorong keterlibatan publik dan sektor swasta. Studi World Giving Index 2018 menunjukkan orang Indonesia paling dermawan. Tapi, kesadaran untuk menyumbang pada kesenian masih sangat rendah. Perlu kebijakan stimulus dari pemerintah, yang mendorong orang mau berlomba-lomba ikut memajukan seni di negeri ini.
Indonesia sudah punya dua peraturan insentif pajak. Yang pertama, PP no. 93 Tahun 2010, untuk Perusahaan yang menyumbang kegiatan seni budaya sejumlah 5% dari pendapatan bersih tahun pajak sebelumnya, bisa dibiayakan sebagai sumbangan dan dapat pengurangan pajak. Penghematan pajaknya 25% dari jumlah yang disumbangkan. Sayangnya, PP 93 ini hanya menyebut seni di Bab Penjelasan, bukan di Judul, sehingga sering terlewat saat dibaca.
Yang kedua, Super Tax Deduction (PP no. 45/2019), memberi insentif lebih menarik untuk pendidikan vokasi, praktek kerja dan magang di banyak sektor, termasuk seni. – (PMK Nomor 128/PMK.10/2019, tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja, Pemagangan, dan/atau Pembelajaran dalam Rangka Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi Tertentu.)
Dengan super tax deduction ini, perusahaan yang mendanai kegiatan pendidikan vokasi & magang bisa mendapat pengurangan penghasilan bruto hingga 200% dari biaya yang dikeluarkan. Sayangnya, lampiran PMK no. 128/PMK.010/2019, hanya mencantumkan seni rupa (lukis, patung, animasi) di bawah Sektor Pariwisata dan Industri Kreatif. Ketentuan ini mengabaikan pendidikan vokasi seni lain seperti musik, tari, teater, sastra, dan film yang juga termasuk ke dalam subsektor ekonomi kreatif.
Untuk terus mengupayakan perbaikan regulasi dan peraturan yang lebih mendukung ekosistem seni di Indonesia, sebagai lembaga nirlaba yang mengusung upaya ini, Koalisi Seni bekerja keras sejak awal pendirian, disiplin menerapkan pelaporan keuangan organisasi nirlaba akuntabel dan transparan, yang saat ini terbukti telah berhasil meningkatkan tingkat kepercayaan para mitra kerja, termasuk lembaga donor. Tantangan ke depan sebagai Ketua Pengawas: ikut menjaga dan terus meningkatkan reputasi Koalisi Seni sebagai mitra kerja terpercaya untuk Indonesia yang lebih baik.
Terima kasih,
Linda Hoemar Abidin
Nova Ruth Setyaningtyas
Profil Nova Ruth Setyaningtyas dapat dibaca di sini.
Awal mengunjungi kantor Koalisi Seni, saya mengunjungi seseorang yang saya anggap seperti adik sendiri, Oming. Alih-alih ingin melihat kehidupannya pada saat itu, secara informal undangan untuk menjadi anggota diucapkan hingga saya langsung gabung. Garansinya hanya satu, saya percaya apa yang Oming lakukan baik, fakta lainnya boleh menyusul. Sekitarnya adalah orang-orang hebat seperti Mbak Linda, Mas Abduh, Mas Aquino dan mereka meyakinkan saya bahwa perubahan kebijakan yang baik untuk seni & budaya sangat krusial. Benarkah?
Setelah beberapa tahun menjadi anggota tentu setiap mendengar dan menyaksikan hasilnya, kebanggaan turut serta, akar bertumbuh, bunga-bunga mulai malu-malu berkembang. Saya manusia berpindah, menyaksikan budaya dari seluruh dunia saat berkarya, yang hatinya tetap berjangkar di tanah Jawa, ari-ari tertanam dan sedulur papatnya selalu memanggil, leluhurnya selalu mengingatkan untuk tidak berhenti peduli kepada akar.
Salah satu yang membuat saya kembali memeriksa apakah jangkar di laut Nusantara ini belum bergeser adalah dengan menjadi anggota Koalisi Seni. Diundang menjadi salah satu bakal Ketua Pengawas merupakan bentuk kelanjutan keanggotaan yang juga selama ini ikut mengawal dan mengawasi gerak Koalisi Seni serta pencapaiannya.
Keinginan untuk terlibat langsung dan terpilih tentu ada sebab yang ingin saya lihat adalah keterusan pencapaian dan keberlanjutan usaha-usahanya, namun siapapun yang terpilih baik Ketua Pengurus dan Ketua Pengawas saya juga bersedia untuk mendukung.
Deretan nama-nama yang dicalonkan selain saya bukan nama yang bisa diremehkan, memiliki konsistensi dan dipercaya oleh para anggota, dinilai sebagai wakil-wakil suara kesenian dan kebudayaan Indonesia. Kontribusi akan terus berjalan dengan suka dan rela, bergerak secara lokal demi perubahan yang global.
Sebagai penggiat lingkungan ada satu hal yang saya betul-betul pegang, bahwa krisis budaya memberikan dampak krisis lingkungan, karena kaitannya sangat dekat. Ekosistem kebudayaan yang sehat pun akan memberikan dampak ekosistem alam yang sehat pula.
Dari laut, saya ingin mengajak teman-teman membayangkan apa yang saya lihat saat menuliskan ini. Saya menulis di atas dek kapal layar. Memandang ke belakang pohon-pohon mangrove tumbuh liar namun teratur, menjaga daratannya. Memandang ke depan, cakrawala digaris oleh air laut yang tak terhitung debitnya.
Mari bersama-sama mengamplifikasi visi dan misi Koalisi Seni bersama. Sebab apa yang dilakukan adalah menjaga budaya dan memberikan dorongan bagi ekspresi yang luas, tak terbatas, inspirasi yang tak terhitung debitnya. Selamat memilih!
Restu Imansari Kusumaningrum
Profil Restu Imansari Kusumaningrum dapat dibaca di sini.
Salam budaya,
Saya menerima tawaran untuk menjadi Ketua Dewan Pengawas Koalisi Seni karena:
- Latar belakang saya sebagai pelaku seni sejak saya berusia 10 tahun dan latar belakang budaya yang kuat sebagai seniman.
- Mendirikan tiga Yayasan Kesenian dan Kebudayaan (Yayasan Bali Purnati, Yayasan Losari, dan Yayasan Taut Seni); dan satu institusi seni (PT Bumi Purnati Indonesia) dalam rangka berorganisasi di komunitas di seluruh wilayah Nusantara dari Aceh, Jawa, Bali, hingga kepulauan Banda.
- Saya juga berperan sebagai Independent Producer untuk Nasional dan Internasional.
Bila terpilih maka saya akan menjaga independensi semua hal dan netral di dalam mengikuti dan mengatasi masalah; tanpa terlibat partai politik, golongan, maupun kepentingan kelompok dan perorangan.
Misi saya untuk bekerja sama membangun jejaring pengawasan demi perkembangan kesenian dan kebudayaan di berbagai propinsi di Indonesia agar terbawa serta untuk maju dan bersama-sama mengisi arti dari BUDAYA BANGSA yang besar dan mandiri .
Senantiasa,
Restu I. Kusumaningrum
Maret 2022