Kebijakan insentif pajak untuk sumbangan kegiatan seni budaya telah berlaku sejak tahun pajak 2010. Apa manfaatnya bagi pegiat seni?
Kegiatan pengembangan seni budaya umumnya bersifat nirlaba. Oleh karena itu, para pegiat seni sering mengalami kesulitan untuk membiayai berbagai kegiatannya. Donatur kemudian menjadi salah satu aktor penting untuk mendukung pendanaan. Donatur yang dimaksud di sini dapat berupa perorangan atau institusi/perusahaan.
Dalam proses menjaring dukungan dana, berbagai upaya pendekatan dilakukan oleh pegiat seni terhadap para calon penyumbang. Pada umumnya, bentuknya berupa pemberian proposal, melakukan kunjungan dan mempresentasikan kegiatan yang akan dilaksanakan. Negosiasi pun dilakukan untuk mencari jalan tengah dari dua kepentingan yang berbeda antara pegiat seni dan calon donatur. Seringnya, negosiasi berujung ketidaksepakatan karena satu dan lain hal. Akibatnya, pegiat seni harus kembali membiayai kegiatan mereka dari kantong pribadi.
Dalam proses negosiasi itu, ada satu kebijakan yang bisa digunakan oleh pegiat seni sebagai tawaran keuntungan bagi calon penyumbang yang bersedia mendanai kegiatan seni budaya, yaitu kebijakan insentif pajak. Kebijakan yang berlandaskan, salah satunya, Peraturan Pelaksanaan (PP) No 93/2010 mengenai insentif PPh atas sumbangan ini sudah berlaku sejak tahun pajak 2010.
Dengan adanya kebijakan tersebut, perusahaan yang sudah menyumbangkan dana untuk kegiatan seni budaya mendapat keringanan pajak hingga 25% dari nilai yang disumbangkan. Inilah yang bisa ditawarkan pegiat seni kepada calon penyumbang mereka, bahwa sumbangan yang diberikan oleh donatur kepada kegiatan seni budaya sesungguhnya mempunyai nilai positif secara ekonomi yaitu adanya pengurangan pajak atau insentif pajak.
Sedikit tentang insentif pajak. Insentif pajak (tax incentive) adalah pengurangan, pengecilan, atau pembebasan dari kewajiban pajak, yang ditawarkan pemerintah sebagai daya tarik untuk terlibat dalam kegiatan tertentu (seperti investasi barang modal) untuk jangka waktu tertentu. Insentif pajak merupakan aspek dari kode pajak yang dirancang untuk memberikan insentif, atau mendorong, jenis perilaku tertentu. Pada bidang seni budaya di Indonesia, insentif pajak diharapkan menjadi salah satu daya tarik bagi sektor swasta untuk lebih terlibat dalam mendukung berbagai kegiatan pengembangan seni budaya.
Selain Indonesia, negara lain yang sudah menerapkan sistem insentif pajak untuk sumbangan seni budaya antara lain: Singapura, Filipina, Bangladesh, India, Korea Selatan, Republik Rakyat Cina, Amerika Serikat, dan Australia. Terkhusus Singapura, insentif pajak yang diberlakukan cukup tinggi, yaitu sebesar 200%
Kebijakan insentif pajak untuk penyumbang kegiatan seni budaya di Indonesia diatur dalam beberapa regulasi. Pegiat seni yang ingin memanfaatkan kebijakan insentif pajak dalam negosiasi dengan calon penyumbang dapat membawa serta daftar regulasi ini sebagai penguat argumentasi.
Beberapa regulasi itu diantaranya, selain PP No. 93/2010 tentang sumbangan, ada pula UU Penanaman Modal No. 25/2007 di Pasal 15 huruf (b), UU Perseroan Terbatas (PT) No. 40/2007 di Pasal 74, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 76/PMK.03/2010 tentang sumbangan. Daftar lengkap regulasi yang mengatur kebijakan insentif pajak dapat dibaca di sini.
Sebelum menggunakan kebijakan insentif pajak ini untuk memperkuat posisi tawar, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pegiat seni dan calon penyumbang.
Jenis sumbangan yang dapat digunakan oleh penyumbang untuk mendapat insentif pajak (istilahnya: dapat dibiayakan), terbatas pada tiga jenis.
Sebelum menawarkan kebijakan insentif pajak ini kepada calon penyumbang, pegiat seni perlu memahami bahwa sumbangan atas kegiatan seni budaya yang dapat dibiayakan terbatas pada tiga jenis. Dengan begitu, silakan menawarkan ketiga jenis sumbangan ini kepada calon penyumbang yang tertarik menggunakan kebijakan insentif pajak. Adapun sumbangan yang dimaksud dapat berupa uang atau barang.
- Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan di bidang seni budaya yang dilakukan di Indonesia, yang disampaikan melalui lembaga litbang. Misalnya, sumbangan untuk penelitian tentang seni tari/teater/musik yang dilakukan oleh Yayasan Kelola. Yayasan Kelola, dalam kasus ini, bertindak sebagai lembaga litbang karena salah satu program yayasan ini adalah penelitian dan pengembangan kesenian Indonesia.
- Sumbangan fasilitas pendidikan di bidang seni budaya yang disampaikan melalui lembaga pendidikan. Misalnya, sumbangan alat musik kepada IKJ atau sekolah musik, atau sumbangan kostum penari kepada sanggar tari.
- Sumbangan untuk pembangunan infrastruktur sosial berupa sarana dan/atau prasarana bagi kepentingan umum dan bersifat nirlaba. Misalnya, pembangunan sanggar tari atau pembangunan gedung pertunjukan.
Ada syarat tertentu agar sumbangan yang dikeluarkan dapat dibiayakan oleh penyumbang
Bagi penyumbang, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk mengeluarkan sumbangan yang dapat dibiayakan. Syarat-syarat ini pun perlu dipahami oleh pegiat seni agar meminimalisir kesalahpahaman.
- Penyumbang yang sumbangannya dapat dibiayakan harus mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) PPh tahun sebelumnya. Penghasilan neto fiskal adalah penghasilan bersih orang pribadi/perusahaan berdasarkan ketentuan perpajakan.
- Sumbangan yang dapat dibiayakan, nilainya tidak melebihi 5% dari penghasilan neto fiskal penyumbang di tahun sebelumnya. Dengan kata lain, kegiatan pemberian sumbangan untuk kegiatan pengembangan seni budaya tidak menimbulkan kerugian bagi penyumbang.
- Sumbangan yang dapat dibiayakan hanyalah sumbangan dengan bukti yang sah.
- Sumbangan dapat dibiayakan jika lembaga penerima sumbangan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek PPh.
- Sumbangan yang diberikan kepada pihak yang memiliki “hubungan istimewa” dengan penyumbang, tidak dapat dibiayakan. Hubungan istimewa yang dimaksud di sini misalnya, hubungan kerja, hubungan sedarah/semenda, dan hubungan kepemilikan saham.
- Dalam proses pengurusan insentif pajak, penerima sumbangan perlu melaporkan penerimaan sumbangan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan, bersamaan dengan pelaporan SPT Tahunan PPh badan lembaga penerima. Selain itu, dalam laporan keuangan, penerima sumbangan perlu mencatat sumbangan sebagai penghasilan yang tidak kena pajak (jika berupa barang, maka dicatat sesuai nilai sesungguhnya).
Tantangan pengaplikasian kebijakan insentif pajak
Yayasan Kelola, sebagai salah satu lembaga seni penerima sumbangan yang dapat dibiayakan, menceritakan bahwa ada beberapa tantangan dalam penggunaan kebijakan insentif pajak ini. Informasi ini berdasarkan pengalaman Yayasan Kelola.
- Masih sedikit lembaga seni yang tahu dan paham tentang kebijakan insentif pajak ini sehingga masih sedikit lembaga seni yang menggunakannya. Kondisi ini berlaku juga untuk perusahaan/individu calon penyumbang. Hal ini karena masih minimnya informasi dan sosialisasi terkait kebijakan tersebut, baik di kalangan pegiat seni maupun sektor swasta.
- Seringkali perusahaan merugi pada tahun sebelumnya, sehingga perusahaan tidak dapat menyumbang.
- Masih sedikit lembaga seni yang memiliki NPWP, sehingga masih sedikit pula lembaga seni yang bisa bertindak sebagai penerima sumbangan yang dapat dibiayakan.
Pada akhirnya, kebijakan insentif pajak ini dapat menjadi salah satu pilihan peluang bagi pegiat seni untuk mendapatkan dana sumbangan dari perusahaan/individu, tentu diikuti dengan persyaratan-persyaratannya. Selamat mencoba.
Selengkapnya tentang kebijakan insentif pajak, silakan membaca dan mengunduh presentasi tentang kebijakan ini di sini.
Ilustrator: Reza Zefanya Mulia dan Harits Rasyid Paramasatya