/   
Abdul Malik
Kebonagung

Malang

Abdul Malik adalah kolumnis seni budaya yang tinggal di Kebonagung, Malang. Ia bergabung dengan Koalisi Seni sejak tahun 2015. Abdul Malik merupakan salah satu pendiri, pengurus, dan aktivis Forum Apresiasi Sastra Mojokerto, Balai Pustaka NOL, Balai Belajar Bersama Banyumili di Mojokerto dan Forum Sikat Gigi di Malang. Kini ia merupakan Humas Museum Musik Indonesia di Malang.

 

Ia menulis buku Dari Ang Hien Hoo, Ratna Indraswari Ibrahim hingga Hikajat Kebonagung, kumpulan kolom budaya yang ditulisnya di rubrik Sastra dan Budaya Malang Post sepanjang tahun 2013 hingga 2014. Di samping itu, ia pernah menjadi proofreader buku My Life in Art karya Konstantin Stanislavsky terjemahan Max Arifin (penerbit Pustaka Kayutangan, Malang, 2006) serta editor dalam beberapa buku seperti Surat-Surat Orang Pulau karya Hardjono WS (2009), Jurnalistik Televisi Praktis, Pedoman Menjadi Reporter Handal karya Mohammad Solikin Bahari (2011), Komik Indonesia Masih Ada, Teguh Santosa (1942-2000) di tahun 2015, dan Maestro of Darkness, Teguh Santosa (1942-2000) di tahun 2016.

 

Abdul Malik aktif menulis artikel di berbagai media online dan blog seperti Kompasiana, MataMedia, dan kebonagungadalahsurga.wordpress.com. Tulisannya tidak hanya membahas mengenai kegiatan seni yang ada, tetapi juga permasalahan yang terjadi di dalamnya serta peristiwa budaya yang pernah ia alami. Lokasi peristiwa seni budaya yang ia alami sebagian besar terjadi di Malang, serta  Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Bojonegoro, Pamekasan, Larantuka, dan Surabaya. Artikelnya juga dilengkapi dengan berbagai referensi pendukung. Referensi tersebut dapat berupa film yang pernah ia tonton, buku yang pernah ia baca, serta warung kopi langganannya. Setelah mengumpulkan data sebanyak mungkin, ia menuliskannya secara subjektif dengan bahasa tulis yang sederhana.

 

Dalam program Roadshow Wayang Potehi yang diselenggarakan Yensen Project Indonesia pada tanggal 18 Desember 2012 hingga 28 Februari 2013 di 18 kelurahan di Kota Mojokerto, Abdul Malik pun ikut terlibat sebagai panitia penyelenggara.

 

Sejak 2014, ia bergiat di Eklesia Prodaksen, Badan Usaha Milik Gereja Kristen Indonesia (GKI) Kebonagung Malang yang digerakkan oleh anak-anak muda. Eklesia Prodaksen telah mengadakan beberapa kelas menulis dengan tujuan agar lebih banyak orang yang mengenal cara menulis yang baik, serta selalu bersemangat dalam berkarya melalui tulisan hingga dapat menembus media massa, baik media cetak maupun online. Eklesia Prodaksen telah menerbitkan Antologi Kebonagung Jilid 1 pada 2017.

 

Dalam Pelatihan Penulisan dan Jurnalistik Perspektif Lintas Iman di Kompleks Bale Wiyata Malang, Abdul Malik berperan sebagai fasilitator. Ia mengajak para peserta untuk mengutarakan pentingnya mengumpulkan berita dan informasi sekecil apapun.

 

Direktorat Kesenian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memilih tiga penggiat kesenian dari Malang untuk bergabung dalam program Seniman Mengajar 2019. Salah satunya adalah Abdul Malik. Ia termasuk 50 seniman yang berhasil menjadi bagian dari program tersebut setelah bersaing dengan lebih dari 500 pendaftar dari seluruh wilayah Indonesia. Abdul Malik mengajar tentang literasi di Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT.

 

Kalimat yang berulang kali diucapkan oleh Abdul Malik untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menulis adalah, “Apa yang tertulis akan abadi, sementara yang terucap akan hilang tertiup angin.”

 

Sumber:

  1. https://www.kompasiana.com/kurakurabiru/5a6540f4cbe523023241a1a2/hikajat-kebonagung?page=all
  2. https://majalahberkat.com/2017/10/16/liputan-kelas-menulis-3-eklesia-prodaksen-menulis-untuk-kebaikan/
  3. https://www.kompasiana.com/kurakurabiru/5a531f5b5e1373735b5c4eb2/sebuah-buku-semestinya-menjadi-kapak?page=all
  4. https://gkjw.or.id/berita/bersuara-melalui-tulisan/
  5. https://matamedia.co.id/2019/07/24/tiga-seniman-malang-mengajar/
New Post

Imagination and critical thinking are the keys to change. Therefore, art is a fundamental prerequisite for the realization of democracy. Support us in establishing policies that fully advocate for artists.