/   
William Kwan Hwie Liong
DKI Jakarta

Jakarta

William Kwan Hwie Liong adalah seorang peneliti, pemerhati batik, dan direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI). Bagi pria yang akrab disapa William ini, batik tak sekadar kain bermotif unik, di tiap helainya terkandung nilai filosofis di suatu daerah, ekspresi masyarakat yang merekam sejarah, sosial, budaya, dan ekonomi.

 

Sejak 2004, inisiator Komunitas Samadaya dan Komunitas Redaya ini mulai bergiat dalam studi pemberdayaan batik Lasem di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah sebagai fokus penelitian dan misi revitalisasi budaya batik nya yang pertama. Di sana, ia  mendampingi Kelompok Usaha Bersama (KUB) Perempuan Pembatik “Srikandi Jeruk”, Desa Jeruk, Kecamatan Pancur. 

 

Menurut alumni master Ilmu Ekonomi Pembangunan Vanderbilt University, Amerika Serikat ini, Batik Lasem menjadi wujud dari nilai toleransi yang lekat di masyarakat Lasem. Perpaduan motif dan warna hasil akulturasi budaya Tionghoa dan Indonesia menjadi ciri khas batik Lasem.

 

Pasca program revitalisasi Batik Lasem, sejak tahun 2012 ia melanjutkan pendampingan mandiri melalui riset dan pemberdayaan kapasitas seniman batik dan tenun di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, serta beberapa daerah lainnya. 

 

Dengan tekun, ia mendedah satu persatu motif batik seperti Truntum yang bermakna cinta sejati, Mega Mendung perlambang kemakmuran, dan Sidomukti untuk kesejahteraan. Dari batik pula ia meyakini adanya nilai-nilai ke-bhineka tunggal ika-an Indonesia, segala perbedaan tradisi dari berbagai daerah melebur jadi satu, memperkaya tiap motifnya. 

 

Namun di balik keelokan motif batiknya, ia melihat pembatik yang masih eksis saat ini harus berjuang keras mencari generasi penerus agar tradisi batik tetap lestari. Persaingan usaha batik tradisional dengan industri batik modern pun menjadi tantangan berikutnya.

 

Karenanya, peraih Community Entrepreneur Challenge Award 2010 kategori Semi Established Community, British Council dan Arthur Guinness Fund ini tergerak untuk merevitalisasi kerja-kerja pembatik tradisi melalui Program Samadaya (Bersama Berdaya dalam Bidang Ekonomi dan Budaya) yang diinisiasi dengan para seniman dan pengusaha kecil kain-kain Nusantara. Lingkup kerjanya meliputi dokumentasi batik Indonesia, pemetaan budaya, dan pengembangan industri batik Indonesia.

 

Hasil penelitian William telah diarsipkan dalam bentuk buku dan publikasi ilmiah yang menjadi salah satu referensi literasi tentang batik Indonesia di antaranya, Revitalisasi Batik Lasem Partisipasi Anggaran oleh Perempuan Pembatik (IPI, 2008), Eksplorasi Sejarah Batik Lasem (IPI, 2010) dan Oey Soe Tjoen: Duta Batik Peranakan Tionghoa – Indonesia (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, 2014). Di tengah kesibukannya, ia aktif menjadi Ketua adhoc Forum Kain Indonesia – Kain Dunia (KI-KD) dan Anggota Perkumpulan Wastra Indonesia.

New Post

Imagination and critical thinking are the keys to change. Therefore, art is a fundamental prerequisite for the realization of democracy. Support us in establishing policies that fully advocate for artists.