Jakarta – Para pegiat seni budaya bersuara lantang menagih janji Presiden Joko Widodo memajukan kebudayaan Indonesia. Sebab, empat tahun selepas Undang-undang Pemajuan Kebudayaan (UU PK) disahkan, belum ada perkembangan berarti.
“Pak Jokowi, Indonesia sudah darurat budaya. Ayo segera jalankan amanat Undang-undang Pemajuan Kebudayaan!” ucap Kusen Alipah Hadi, Ketua Pengurus Koalisi Seni, pada Selasa, 27 April 2021. Kusen menyerukannya bersama lebih dari seratus pegiat seni budaya. Mereka kompak mengenakan pakaian abu-abu dan hitam, menyiratkan kemandekan budaya bakal membuat hidup suram. Tuntutan tersebut disuarakan dalam webinar “Maju Terus, Pantang Ragu: Empat Tahun UU Pemajuan Kebudayaan” yang diselenggarakan Koalisi Seni.
Direktur Bumi Purnati Indonesia, Restu Imansari Kusumaningrum, ikut memprotes kelambatan tersebut, meski menolak menempatkan pegiat seni budaya sebagai korban. “Kita bantu gotong-royong, menyusun strategi agar Bapak Presiden melihat. Ini strategi kebudayaan untuk memajukan bangsa yang besar. Kalau ini nggak segera kita lakukan bersama, pekerjaan di lapangan tidak akan maksimal,” kata Anggota Koalisi Seni itu.
Adapun musisi Nova Ruth berbagi pengalamannya mengarungi samudera dunia dengan kapal seni budaya Arka Kinari. Inisiatif tersebut tak banyak disambut pemerintah daerah maupun mayoritas Kedutaan Besar Indonesia. “Jangan-jangan, nenek moyangku seorang pelaut itu hanya ‘katanya’? lalu, apakah UU PK itu juga, ‘katanya’?” ujar perempuan yang juga merupakan Anggota Koalisi Seni tersebut. “Kebudayaan menentukan ekosistem lingkungan kita. Darurat budaya adalah darurat iklim juga, bencana budaya adalah bencana iklim juga. Jangan sampai kita menjadi bangsa yang hanya responsif terhadap bencana.”
Disahkan pada 2017, UU PK adalah salah satu produk hukum yang baik karena menempatkan pemerintah sebagai fasilitator, bukan tukang larang. UU itu mengamanatkan pemerintah memfasilitasi inisiatif warga negara untuk memajukan kebudayaan.
Sayangnya, meski sudah empat tahun berlalu, belum banyak amanat UU PK yang terpenuhi. Koalisi Seni memantau ada 17 hal dalam UU yang harus dibuat peraturan pelaksanaannya dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri dalam 2 tahun. Sejauh ini, Perpres sudah ditetapkan, sementara PP terganjal dalam tahap harmonisasi karena Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati belum bersedia memberi paraf persetujuan pada drafnya. Terlebih lagi, koordinasi lintas Kementerian/Lembaga memakan waktu lama.
Selain itu, semestinya Presiden segera mengesahkan Strategi Kebudayaan hasil Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Tetapi, hingga kini strategi itu belum juga ditandatangani Presiden, sehingga isi dokumen tersebut tak sepenuhnya masuk Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional hanya bisa memasukkan isu kebudayaan ke dalam RPJMN tanpa didukung dokumen Strategi Kebudayaan dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan.
Sementara itu, tahun 2018, Presiden mengucap janji Dana Perwalian Kebudayaan (DPK) akan mendapat anggaran Rp5 triliun. Nyatanya, alokasi DPK di APBN 2021 cuma Rp2 triliun – tak sampai separuh komitmen awal – dan Lembaga Pengelola DPK tak kunjung dibentuk. Pendeknya, Presiden belum mampu memajukan kebudayaan yang ia sendiri sebut sebagai DNA bangsa Indonesia.
Untuk mengatasinya, Presiden Joko Widodo harus segera beraksi dan membuang keraguannya. Ada tiga hal yang disarankan Koalisi Seni. “Pertama, Presiden harus memerintahkan semua kementerian yang terlibat segera merampungkan penyusunan RPP tentang Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan. Kedua, ia harus segera menandatangani Strategi Kebudayaan, memerintahkan jajarannya menyusun Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, serta memasukkannya ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional. Ketiga, Presiden harus segera merampungkan pembentukan lembaga pengelola DPK agar anggarannya dalam APBN dapat didistribusikan kepada masyarakat yang memiliki inisiatif Pemajuan Kebudayaan,” ujar Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, memaparkan.
Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menegaskan pemerintah punya komitmen tinggi untuk memajukan kebudayaan. Namun, ia mengakui proses di lapangan tak mudah sehingga peraturan pelaksanaannya belum terbentuk. “Supaya UU bisa dilaksanakan maka perlu ada peraturan turunan berikutnya. Seperti ada Perpres (Peraturan Presiden), Perda (Peraturan Daerah). Masukan ini akan saya tindak lanjuti. Kalau masih ada masalah pendanaan, kuncinya ada di Kementerian Keuangan,” tuturnya. “Implementasi (UU) sangat tidak mudah, sebagaimana Undang-undangnya juga sulit dilahirkan. Ini termasuk bayi yang sulit lahir, Undang-undangnya.”
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan draf Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU Pemajuan Kebudayaan sebetulnya telah disiapkan dan kini sudah masuk di Sekretariat Negara. Adapun perihal Strategi Kebudayaan, meski belum disahkan Presiden, telah ditindaklanjuti Direktorat Jenderal Kebudayaan dengan melansir kebijakan yang merujuk pada strategi tersebut. Ia pun menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam menerapkan UU Pemajuan Kebudayaan. “Kebijakan di daerah tergantung pada pemerintah daerahnya. Saran saya, kita buat forum di tingkat kabupaten/kota soal ini. Saya kira Pak Menko punya komitmen untuk duduk Bersama dengan teman-teman di daerah,” ucapnya.
Dimoderatori oleh salah satu pendiri Rumata’ Artspace, Lily Yulianti Farid, webinar ini dibuka dengan penampilan komika Sakdiyah Ma’ruf. “Kita mau nanya soal Dana Perwalian Kebudayaan Pak. Kita senang lho, janjinya 5 triliun. Eh, dapatnya 2 triliun. Itu kayak mau nikah, dijanjikan mahar,” ujarnya berseloroh. “Eh, maharnya setengah, sudah gitu bayarnya pakai utang!”
Webinar ini adalah rangkaian dari kegiatan jangka panjang Koalisi Seni untuk mengadvokasi pemajuan kebudayaan.
Unduh materi terkait di sini: