Jakarta
Eliza Vitri Handayani, seorang novelis, seniman, penerjemah sastra, dan aktivis. Ia bercita-cita mewujudkan masyarakat yang lebih inklusif melalui seni. Inisiatif seninya yang mutakhir adalah Eliza Vitri & Infinity, proyek pertamanya akan luncur pada Juni 2021.
Karyanya telah terbit di berbagai media sastra Indonesia dan internasional. Novelnya Mulai Saat Ini Segalanya Akan Berubah (dan versi bahasa Inggrisnya, From Now On Everything Will Be Different) memeriksa realita kebebasan di Indonesia pasca jatuhnya rezim Orde Baru. Novel itu diluncurkan di manca negara, dan Eliza mengenakan gaun yang dia rancang dan buat sendiri dari kertas-kertas koreksi novel. Ketika peluncuran novel itu di sebuah festival sastra dibatalkan karena keberatan polisi, Eliza memprotes dengan mengenakan kaus yang dicetak dengan kutipan-kutipan dari novelnya.
Eliza juga pendiri dan pemimpin InterSastra, sebuah inisiatif independen yang membuka peluang berkesenian bagi para kreatif dari latar belakang yang beragam dan sering dipinggirkan. Pada 2018 Eliza memprakarsai House of the Unsilenced (Rumah Karya Sintas Indonesia), sebuah acara seni untuk keadilan gender. Ia berkolaborasi dengan Molly Crabapple pada salah satu karya lukisan untuk acara tersebut. Pada 2019 ia menciptakan Fashion ForWords, sebuah acara seni-busana yang menampilkan koleksi inovatif untuk menentang penindasan. Eliza juga mendesain Anti-Censorship Dress (2019).
Sebagai penerjemah, ia telah menerjemahkan karya-karya Wiji Thukul, Virginia Woolf, Mary MacLane, Lewis Carroll, John Milton, dan banyak lainnya. Ia juga menerjemahkan buku puisi karya Avianti Armand ke bahasa Inggris, Women Whose Names Were Erased (Vagabond Press, 2018). Terjemahannya akan puisi “Eve” karya Avianti Armand dinominasikan untuk Pushcart Prize.
Eliza adalah anggota pendiri Kolektif As-Salam, yang mengadakan sesi belajar untuk mempelajari ulang Islam dengan perspektif feminis. Pada 2019 kolektif itu membuat koleksi busana bertajuk Indonesian Muslim Looks, yang menampilkan identitas dan gaya keseharian Muslim Indonesia yang beragam.
Pada 2007 Eliza merintis program penerjemahan sastra di Dewan Kesenian Jakarta dan mengelolanya hingga 2009. Ia lalu menjadi salah satu editor pembantu Tesamoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, edisi kedua, dari 2010 hingga 2012.
Eliza pertama kali menerbitkan karya pada usia 16 tahun, karyanya memenangkan juara I pada sayembara menulis naskah film yang diselenggarakan Pusat Perfilman Nasional. Pada 2004, novelnya yang ditulis berdasarkan naskah tersebut memenangkan Anugerah Adikarya IKAPI untuk kategori buku remaja.
Pada 2019 Eliza terpilih menjadi salah satu International Arts Leader oleh Australia Council for the Arts.