Bali
Restu Imansari Kusumaningrum adalah seorang produser seni independen. Kecintaannya pada seni telah mengantarkan Ia mengurus berbagai lembaga dan aneka macam proyek seni. Berawal dari bidang arsitektur, ia lanjut menekuni bidang tari, seni visual, seni kontemporer, dan seni pertunjukan. Latar belakang tersebut digunakannya untuk membangun dan mengembangkan kehidupan seni dan budaya di Indonesia, juga berjejaring secara luas baik dengan seniman nasional maupun internasional.
Mengawali perjalanan seni ketika bergabung dengan Swara Mahardhika pimpinan Guruh Soekarnoputra, Restu Imansari menapaki berbagai lokasi sampai kemudian belajar menari di Institut Kesenian Jakarta dalam arahan Sardono Waluyo Kusumo dan Wiwiek Sipala. Lalu Ia meninggalkan Jakarta dan banyak berproses dengan mempelajari tari di Bali, tepatnya di Sanggar Tirtasari Peliatan. Sekian tahun melintang di Bali, Ia pergi ke Korea Selatan untuk mempelajari gerakan tantra dan ritual, lalu berkolaborasi dengan seniman Korea dalam pertunjukan yang mengangkat fenomena Bissu dalam masyarakat Bugis. Sekembalinya dari sana, Restu Imansari berpartisipasi dalam berbagai pertunjukan besar seperti Panji Sepuh (karya Goenawan Mohammad, koreografer Sulistyo Tirtokusumo), dan lanjut ke Amerika untuk belajar bersama Robert Wilson mengenai seni pertunjukan yang mengawali langkahnya dalam membangun Bumi Purnati dan pertunjukan epos I La Galigo dalam versi kontemporer.
I La Galigo telah menapak tilas berbagai negara, proyek pertunjukan perdana Restu Imansari ini banyak bekerja sama dengan Rhoda Grauer dalam melakukan penelitian dan Robert Wilson dalam proses penyutradaraan. Diproduksi oleh perusahaan independen Change Performing Arts yang berbasis di Milan, I La Galigo perdana pentas pada 2004 di Esplanade, Singapura. Sejak itu, I La Galigo melanglang buana ke Eropa, Australia, dan Amerika Serikat sampai kemudian kembali ke Makassar pada 2011 dan 2018, dan pentas di Jakarta pada 2019.
Selain I La Galigo, Restu Imansari juga bekerja sama dengan Suzuki Company of Toga, didukung oleh Japan Foundation Asia Center, dan menghasilkan Dionysus yang disutradarai oleh Tadashi Suzuki, praktisi teater dan pencipta metode pelatihan aktor Suzuki, yang berangkat dari gerakan, budaya, dan pemikiran filosofis. Setelah pentas perdana di SCOT Summer Season 2018, Dionysus kembali digarap ulang dalam bentuk adaptasi lintas budaya dari tragedi Yunani, The Bacchae, dan menampilkan kolaborasi aktor Indonesia, Jepang, dan Cina yang tampil di Candi Prambanan pada tahun 2018, Singapore International Festival of Art (SIFA) 2019 dan Olimpiade Teater ke-9 2019.
Restu Imansari juga berhasil melibatkan Indonesia dalam Venice Biennale yang sempat melarang Indonesia tampil di ajang tersebut sejak 2005. Pada tahun 2012, Ia memproduksi Paviliun Indonesia di Venice Biennale ke-55, hasil kerjasama Bumi Purnati dan Change Performing Arts yang berbasis di Italia. Ia juga kembali menggelar Paviliun Indonesia di Venice Biennale ke-56, dengan menghadirkan Heri Dono dengan karya Voyage Trokomod, gagasan kuda Troya bertubuh komodo. Dari dua keterlibatan tersebut, Indonesia muncul dalam peta seni kontemporer dunia dan masuk dalam 10 besar karya terbaik di Venice Biennale. Di samping itu, atas keberhasilannya mempromosikan ikatan budaya dan sosial antara Italia dengan Indonesia, Ia menerima penghargaan Ordine della Stella d’Italia dari pemerintah Italia.
Lahir di Bogor pada 5 Mei 1965, Restu Imansari pernah mendalami arsitektur di Universitas Trisakti. Selain mendirikan lembaga seni Bali Purnati Centre for the Arts dan menjadi direktur PT Bumi Purnati Indonesia, Restu Imansari adalah anggota Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan pendiri Jaringan Pelestarian Pusaka Indonesia (JPPI). Ia juga mendirikan dan mengetuai Yayasan Losari serta meresmikan lokakarya batik Omah Batik Losari untuk melestarikan tradisi bati dan memberdayakan perempuan desa dari Jlamprang, Jawa Tengah.