Jakarta – Seni budaya kerap diabaikan dalam rencana pembangunan, karena dinilai tak berperan untuk kesejahteraan, kemakmuran, dan kualitas hidup manusia. Padahal, seni terbukti berdampak positif untuk masyarakat.
Salah satu komunitas seni yang telah membuktikannya ialah Roemah Martha Tilaar di Gombong, Jawa Tengah, yang menggagas sendratari anak dengan kisah rakyat lokal, pagelaran macapat, festival Cap Go Meh, serta festival dolanan tradisional. Di kota dengan infrastruktur seni kurang memadai itu, Roemah Martha Tilaar juga menyediakan panggung bagi seniman lokal. Lembaga tersebut memilih pendekatan seni karena ia lentur dan dapat diterima banyak orang
Kegiatan-kegiatan seni tersebut ternyata membantu penduduk Gombong untuk menemukan identitasnya. Bertempat tinggal di antara kota-kota besar seperti Banyumas dan Yogyakarta, dulu masyarakat Gombong kerap galau akan jati dirinya. “Sekarang mereka menemukan identitasnya adalah sebagai hibrida, dan bangga akan hal itu. Saat orang bangga dengan dirinya, apapun bisa terjadi,” ujar Direktur Eksekutif Roemah Martha Tilaar, Reza Adhiatma, dalam Philanthropy Learning Forum pada Selasa, 30 April 2019.
Ada pula Sanggar Anak Akar, yang menggunakan pendekatan kebudayaan untuk memberdayakan anak-anak jalanan dan penduduk kampung di Jakarta. Selama 24 tahun, sanggar ini sudah mengasuh sekitar 1.500 anak dengan memakai seni sebagai media pembelajaran.
“Seni memiliki kekuatan mengubah perilaku anak-anak menjadi lebih baik. Kesenian adalah aspek humanis yang melekat kuat di anak-anak, maka kami berusaha menyentuh kemanusiaan mereka lewat hal tersebut,” tutur Hairun Nisa, Penanggung Jawab Harian Sanggar Anak Akar. “Misalnya, lagu, musik, atau film bisa untuk belajar berhitung. Tulisan dan mendongeng bisa untuk bercerita pengalaman mereka sehari-hari.”
Alumni sanggar kini menggeluti beragam profesi, yang sebagian besar berhubungan dengan seni, seperti pematung atau musisi. Model Sanggar Anak Akar diadaptasi beragam komunitas di Jakarta maupun provinsi lain. Sanggar Anak Akar pun sering dipercaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menjadi fasilitator dan penggerak acara kesenian.
Kisah sanggar tersebut adalah bagian dari buku Dampak Seni di Masyarakat terbitan Koalisi Seni Indonesia, salah satu lembaga pendiri Klaster Filantropi Seni Budaya. 11 cerita lain menunjukkan seni bukanlah suatu perayaan semata, karena di baliknya terdapat isu sosial dan masyarakat yang diberdayakan. Misal, Festival Pasa Harau menggenjot pemasukan ekonomi lewat wisata dan mengubah Nagari Harau dari desa tertinggal menjadi tujuan wisata popular, Tanoker mendorong Ledokombo menjadi desa ramah anak melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), sedangkan ForBALI melindungi kelestarian Teluk Benoa.
Menurut Pengurus Koalisi Seni, Linda Hoemar Abidin, pengabaian seni budaya bisa jadi disebabkan oleh terbatasnya pemahaman publik di Indonesia tentang dampak positif tersebut. “Hal ini tercermin dari minimnya dukungan terhadap pemajuan kebudayaan, baik dari pemerintah dan swasta dalam bentuk dana, jaringan, dan apresiasi. Buku ini berupaya mengubah pemahaman itu dengan memetakan praktik baik yang menunjukkan kegiatan seni budaya membawa perubahan positif di masyarakat,” tuturnya.
Sejauh ini, sumber pendanaan komunitas seni masih terbatas. Berdasarkan penelitian Koalisi Seni Indonesia tahun 2015 tentang keberlangsungan 227 lembaga seni di 8 kota di Indonesia, total hanya 15% lembaga seni yang memiliki akses dana publik yang disediakan oleh pemerintah daerah dan nasional. Kebanyakan lembaga, sekitar 79% responden, mengandalkan pendanaan utamanya secara swadaya.
Salah satu lembaga yang fokus pada pendanaan seni ialah Yayasan Kelola. Berdiri pada 1999, Kelola ingin seni dan budaya Indonesia terus hidup dan berdaya saing di dunia internasional. Untuk mendorong seniman agar terus menghasilkan karya dengan kualitas yang semakin baik, Kelola menyalurkan hibah seni sejak tahun 2001.
“Hibah ini bertujuan meningkatkan kapasitas dalam tata kelola pertunjukan seni. Dukungan hibah digunakan untuk memproduksi karya baru yang melintasi batas-batas baku dan menjelajahi kemungkinan-kemungkinan baru,” kata Direktur Yayasan Kelola, Gita Hastarika.
Tentu, dukungan Kelola tak dapat mencakup seluruh seniman di Indonesia. Gotong royong para pemangku kepentingan ekosistem seni, termasuk para filantropis, sangat diperlukan agar seni dapat terus memberi dampak positif bagi masyarakat di penjuru nusantara.
“Hasil riset Koalisi Seni ini menunjukkan seni bukan sekedar atraksi, pertunjukan atau perayaan semata. Seni bisa menjadi sarana atau instrumen untuk memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dampak positif seni inilah yang bisa jadi basis argumen dalam menggalang dukungan dan sumber daya filantropi untuk seni budaya. Ini bisa jadi solusi dalam mengatasi minimnya dukungan untuk seni budaya karena masyarakat belum paham dampak dan manfaat seni, khususnya bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Direktur Filantropi Indonesia, Hamid Abidin.
Tentang Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan
Untuk mendorong sinergi lintas sektor dalam memajukan kesenian dan kebudayaan, Koalisi Seni bekerja sama dengan Filantropi Indonesia, Badan Ekonomi Kreatif, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan. Klaster ini bukan berorientasi untuk mencari, mengelola, dan menyalurkan dana.
Inisiatif ini bertujuan memfasilitasi upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan kesenian dan kebudayaan serta pembinaan sumber daya manusia, lembaga, dan pranatanya melalui pertukaran pengetahuan dalam pengembangan sumber daya, kapasitas dan jejaring kerja, sinergi data, dan advokasi kebijakan yang mendukung filantropi.
Bagaimana Anda bisa ikut memajukan kesenian dan kebudayaan Indonesia?
Anda dapat berpartisipasi dengan cara:
- Membeli tiket pertunjukan, pameran, buku, atau karya seni budaya sebagai bentuk apresiasi
- Menjadi pencipta data dan penyebar informasi
- Menjadi relawan dalam penyelenggaraan kegiatan
- Menjadi donatur
Philanthropy Learning Forum: Dampak Seni di Masyarakat diselenggarakan oleh Filantropi Indonesia dan Koalisi Seni Indonesia. Buku Dampak Seni di Masyarakat bisa didapatkan dengan menghubungi sekretariat@koalisiseni.or.id.