Oleh:
Hafez Gumay (Manajer Advokasi) dan Oming Putri (Koordinator Jejaring)
Koalisi Seni
Upaya aktif Koalisi Seni mengadvokasi penyusunan peraturan pelaksanaan Undang-undang (UU) tentang Pemajuan Kebudayaan berbuah manis. Pada 24 Agustus 2021, akhirnya Presiden Joko Widodo menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan (PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan) yang merupakan kompilasi seluruh peraturan turunan berbentuk PP yang diamanatkan UU Pemajuan Kebudayaan.
PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan terbit dua tahun melebihi tenggat waktu yang seharusnya. UU Pemajuan Kebudayaan mengatur bahwa seluruh peraturan turunan harus terbit paling lambat dua tahun sejak UU Pemajuan Kebudayaan diundangkan pada 29 Mei 2017.
Walaupun terlambat, PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan ini membawa angin segar bagi pelaku seni budaya di Indonesia. Sebab, kini dasar hukum bagi Kementerian dan Lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah dalam melaksanakan upaya pemajuan kebudayaan semakin kuat.
PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan terdiri dari 101 Pasal, terbagi dalam 10 Bab yang mengatur mulai dari penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, pembentukan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, hingga tata cara pemberian insentif dan fasilitas bagi masyarakat yang terlibat aktif dalam pemajuan kebudayaan.
PP ini melengkapi peraturan turunan UU Pemajuan Kebudayaan lain yang telah terbit sebelumnya di tahun 2018, yaitu Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah dan Strategi Kebudayaan.
Berdasarkan hasil analisis Koalisi Seni, terdapat tiga poin utama terkait PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan yang patut diketahui seluruh pegiat seni budaya.
Pertama, PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan merupakan gabungan dari 16 PP yang diamanatkan oleh UU Pemajuan Kebudayaan, meliputi:
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (Pasal 14 (4) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu (Pasal 15 (7) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas Setiap Orang yang melakukan pencatatan dan pendokumentasian Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 18 ayat (3) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai inventarisasi Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 21 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 23 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 25 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 27 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai publikasi terhadap informasi yang berkaitan dengan inventarisasi, pengamanan, pemeliharaan, dan penyelamatan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 29 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 31 UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan untuk membangun karakter bangsa dan meningkatkan ketahanan budaya (Pasal 33 (2) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pengolahan Objek Pemajuan Kebudayaan menjadi produk (Pasal 34 (3) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan terhadap produk hasil pengolahan Objek Pemajuan Kebudayaan (Pasal 36 ayat (2) UUPK)
- Ketentuan lebih lanjut mengenai Pembinaan Sumber Daya Manusia dan Lembaga Kebudayaan (Pasal 40 UUPK)
- Ketentuan mengenai kriteria pihak dan tata cara pemberian penghargaan (Pasal 50 (2) UUPK)
- Ketentuan mengenai kriteria Sumber Daya Manusia Kebudayaan dan tata cara pemberian fasilitas (Pasal 51 (3) UUPK)
- Ketentuan mengenai kriteria penerima dan tata cara pemberian insentif (Pasal 52 UUPK)
Dengan kata lain, nyaris seluruh ketentuan terkait pemajuan kebudayaan yang lebih rinci diatur dalam satu PP saja. Keputusan Pemerintah untuk menggabungkan beberapa peraturan pelaksanaan turunan UU menjadi satu aturan sebagaimana PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan patut diapresiasi. Selain untuk mengurangi jumlah regulasi, metode penggabungan seperti ini akan memudahkan masyarakat dalam memahami aturan baru yang berlaku. Sebab masyarakat cukup membaca satu dokumen peraturan saja. Dalam konteks UU Pemajuan Kebudayaan, dapat dibayangkan apabila para pegiat seni budaya harus membaca 16 PP. Lebih lanjut, sosialisasi dan penyebarluasan satu dokumen PP tentu saja akan lebih mudah dilakukan.
Kedua, dengan adanya PP ini, tidak ada lagi alasan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menunda implementasi amanat UU Pemajuan Kebudayaan karena ketiadaan aturan pelaksanaan. Di tingkat nasional misalnya, Pemerintah melalui Kemendikbudristek dapat segera menurunkan PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan menjadi Peraturan Menteri yang dibutuhkan guna dijadikan pedoman teknis pemajuan kebudayaan di setiap unit kerjanya. Sementara itu di tingkat daerah, Pemerintah Daerah kini memiliki acuan untuk membuat Peraturan Daerah terkait Pemajuan Kebudayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik daerah masing-masing. Kedua hal tersebut pada akhirnya akan mendorong percepatan implementasi amanat UU Pemajuan Kebudayaan dalam bentuk program nyata yang bersentuhan langsung dengan para pegiat seni budaya di lapangan.
Ketiga, pengarusutamaan kebudayaan dalam rencana pembangunan nasional melalui dokumen Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) akan semakin kuat dengan adanya PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan. Seluruh peraturan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penyusunan RIPK telah rampung. Kini penyusunan RIPK hanya terganjal oleh Strategi Kebudayaan yang belum disahkan oleh Presiden Joko Widodo sejak tahun 2018. Padahal, apabila RIPK telah rampung dan diadopsi ke dalam rencana pembangunan, akan lebih banyak alokasi anggaran dan kebijakan pemerintah yang berpihak untuk memajukan kebudayaan.
Tentu saja, terbitnya PP Pelaksanaan UU Pemajuan Kebudayaan tidak serta merta menjamin pemajuan kebudayaan akan terimplementasi dengan baik. Upaya advokasi harus terus dilakukan untuk menekan pemerintah agar segera menjalankan seluruh kewajibannya. Beberapa hal yang harus terus ditagih oleh para pegiat seni kepada pemerintah antara lain: pembentukan Sistem Pendataan Kebudayaan Terpadu, pengesahan Strategi Kebudayaan yang dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, serta pembentukan Dana Perwalian Kebudayaan.
UU Pemajuan Kebudayaan juga masih menyisakan satu amanat penyusunan peraturan turunan berbentuk Peraturan Menteri yang mengatur mengenai izin pemanfaatan Objek Pemajuan Kebudayaan oleh pihak asing dan industri besar.
Kini, saatnya pemerintah pusat maupun daerah segera tancap gas mengerjakan deretan pekerjaan rumahnya demi memajukan kebudayaan kita. Pegiat seni budaya pun perlu terus mengawal kebijakan pemerintah dan implementasinya agar sejalan dengan amanat UU Pemajuan Kebudayaan. Maka potensi Indonesia sebagai negara adidaya budaya, seperti yang dinyatakan oleh UNESCO, bisa segera terwujud guna meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Ilustrasi: hh5800 via Canva