Komplek Perumahan Unand BIII/04/02
Ulu Gadut – Padang
SUMATERA BARAT
Edy Utama dilahirkan di Lubuk Sikaping, Sumatera Barat tahun 1959. Ia adalah seorang aktivis budaya Minangkabau, penulis, seniman seni pertunjukan, kurator festival dan fotografer. Selain itu Edy Utama juga dikenal sebagai orang yang memiliki jaringan (networking) ke berbagai komunitas seni dan budaya di pelosok Sumatera Barat, nasional dan internasional.
Sebagai kurator festival, antara tahun 2010-2016 Edy Utama bersama Hiltrud Cordes (Jerman) mengkuratori Sawahlunto International Music Festival (SIMFes). Festival tahunan ini telah mendatangkan sejumlah musisi dari lima benua, termasuk sejumlah musisi dalam negeri. Tahun 2017, Edy Utama menginisiasi dan sekaligus mengkuratori Padang Indian Ocean Music Festival (PIOMFest). PIOMFest merupakan festival tahunan yang menampilkan para musisi yang tumbuh dan berkembang pada negara-negara yang berada di Samudra Hindia, atau yang tergabung dalam IORA (Indian Ocean Rim Association). Tahun 2018, Edy Utama membuat dan sekaligus mengkuratori Padang Multikultural Festival (PaMFest). Ini juga festival tahunan, yang merupakan festival budaya multietnik, yang dipusatkan di Kota Lama Padang, bekerjasama dengan komunitas Tionghoa, terutama yang tergabung dalam kongsi Hok Tek Tong. Namun karena pandemic Covid-19, tahun 2020 sampai tahun ini, kedua festival terakhir ini tidak dilaksanakan. Tahun 2019, Edy Utama menjadi kurator untuk Silek Art Festival (SAF), yang merupakan program Indonesiana, yang digagas Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kemdikbud R.I., bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.
Edy Utama juga pernah aktif diberbagai organisasi. Kegiatannya sebagai seniman seni pertunjukan, telah mengantarnya menjadi Ketua Umum Dewan Kesenian Sumatera Barat (2000-2003). Melalui Dewan Kesenian Sumatera Barat, Edy Utama telah menggagas berbagai kegiatan seni budaya, dan salah satu di antaranya adalah mengadakan festival Alek Nagari. Festival yang berbasiskan pada komunitas-komunitas seni tradisional, bertujuan mengembangkan institusi budaya anak nagari Minangkabau sebagai lembaga budaya yang otonom.
Antara tahun 2004-2008, Edy Utama terlibat dengan dua organisasi pendidikan seni alternatif, yaitu Pendidikan Apresiasi Seni (PAS) dan Lembaga Pendidikan Seni Nusantara (LPSN). Pendidikan Apresiasi Seni adalah program dari Pusat Studi Budaya & Perubahan Sosial (PSB-PS), Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Program ini bertujuan memperkenalkan keberagaman seni budaya di suatu wilayah kepada siswa-siswa sekolah dasar yang berbasiskan agama Islam. Program dalam bentuk ekstra-kurikuler ini dilaksanakan di Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Untuk Sumatera Barat Edy Utama adalah koordinatornya, sedangkan untuk Jawa Tengah langsung dipimpin Ketua PSB-PS, Yayah Khisbiyah. Sedangkan Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, yang ruang lingkupnya adalah sekolah menengah pertama dan atas, yang tujuannya juga adalah mempromosikan keanekaragaman budaya nusantara melalui program intra-kurikuler. Program LPSN dilaksanakan di sejumlah provinsi di Indonesia, dan Edy Utama adalah koordinator untuk wilayah Sumatera Barat. Sedangkan secara nasional program LPSN dikomandani oleh Endo Suanda dan Jabatin Bangun.
Edy Utama juga pernah berkecimpung di organisasi Muhammadiyah dengan menjadi Ketua Majelis Seni Budaya Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat (2004-2009). Selain itu juga pernah menjadi pengurus pada organisasi Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI-Sumatera Barat, 2006-2011), antara lain sebagai Ketua Divisi Gelanggang Silih Berganti, yang tugasnya antara lain adalah mengkaji dan menyelenggarakan berbagai even tentang silat tradisi Minangkabau. Edy Utama juga pernah diangkat sebagai Tim Ahli Bidang Kebudayaan oleh Pemerintah Kota Sawahlunto (2010-2016), dengan tugas membantu mewujudkan kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata dan Kota Warisan Dunia (heritage).
Tahun 1998, Edy Utama dengan sejumlah musisi dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (ISI Padangpanjang) mendirikan grup musik Talago Buni. Talago Buni adalah sebuah kelompok musik kontemporer berbasiskan pada musik tradisi Minangkabau. Melalui dukungan dua maestro pendendang Minangkabau, yaitu Sawir Sutan Mudo dan Ernawati, pertengahan tahun 1999, Talago Buni mengadakan tour perdana ke enam kota di Jerman, antara lain di Tanz-und Folkfest, Rudolstadt. Setelah itu Talago Buni tampil di Sacred Rhythm Millennium Festival (2000), Bali World Music (2002), Solo International Ethnic Music (SIEM-2007), Sawahlunto International Music Festival (SIMFes-2010) Borneo World Music Expo (BWM-2013), Ranforest World Music Festival (RWMF-2014), Berliner Philharmonic, Berlin (2015), Muzieq Publique, Brusel (2015), ElbPhilharmonie, Hamburg (2019). Selai tampil di berbagai festival, Talago Buni juga sering mementaskan komposisi music diberbagai kegiatan dalam negeri, dan telah menghasilkan dua album dalam bentuk CD (2015 dan 2018).
Edy Utama juga seorang penulis dan wartawan. Pernah menjadi Redaktur Kebudayaan di Surat kabar Harian Singgalang, Padang (1982-1984), penulis freelance di Malaysia (1985-1986), Redaktur Budaya di harian Semangat, Padang (1986-1987). Sebagai penulis Edy Utama telah menjadi editor buku “Desa dan Nagari”, Yayasan Genta Budaya (1991), bersama DR. Mestika Zed dan Hasril Chaniago menulis buku “Sumatera Barat di Panggung Sejarah 1945-1995” Sampai sekarang Edy Utama masih tetap menulis artikel di berbagai media, termasuk di sejumlah seminar.
Antara tahun 1979-1981, Edy Utama sempat mengenyam pendidikan di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ-IKJ), jurusan Sinematografi. Meskipun tidak tamat, Edy Utama tetap mengembangkan pengetahuannya tentang fotografi. Melalui fotografi Edy Utama mengadakan pameran budaya dalam bentuk ethnophotography, antara lain di PhotoKina Internationale Festivale di Smend Gallery, Koln, Jerman dengan tema The Circle Spirit of Minangkabau (2008), pameran etnografi visual di Gallery East-West Centre, Honolulu, Hawaii dengan tema Minangkabau Procession of Sumatra (2012), pameran etnografi visual di Museum Tekstil Jakarta, dengan tema Menyulam Keindahan Budaya Minangkabau (2012), pameran foto di galeri Taman Budaya Sumatera Barat dengan tema Pesona Alam dan Budaya Minangkabau (2015), pameran foto di Asean-Japan Centre, Tokyo dengan tema Minangkabau: Discovering the World’s Largest Matrilineal Society of Sumatra (2015), pameran foto di Gallery ATOM CS Tower, Shimbashi, Tokyo dengan tema Heaven in West Sumatra: Minangkabau & Mentawai- Indonesia (2016).
Pengalaman berkecimpung di pusat kesenian Taman Ismail Marzuki, serta keterlibatannya dengan seniman teater yang tergabung dalam Teater SAE, ketika kembali ke Padang mendirikan grup teater “Kita”. Melalui grup teater ini, Edy Utama telah menyutradarai dan mempertunjukan sejumlah naskah drama, antara lain Kereta Kencana karya Eugene Ionesco, Caligula karya Albert Camus, Macbeth karya William Shakespeare dan karyanya sendiri Dongeng Hari Esok.
Sebagai seniman dan budayawan, Edy Utama telah melakukan perjalan/pertukaran budaya ke luar negeri, antara lain ke Australia tahun 1996, yang disponsori Australia Indonesia Institute (AII) untuk studi perbandingan ke berbagai lembaga seni dan budaya di enam kota Australia. Tahun 1997 ke Amerika Serikat menghadiri undangan pameran tentang Minangkabau di Fowler Museum, UCLA California. Pada tahun 2001, 2005 dan 2012 menghadiri undangan Hawaii University at Manoa, Honolulu dalam program pertukaran budaya, yaitu dalam project Asian Drama yang mengusung teater rakyat Minangkabau, Randai.. Tahun 2014 menghadiri undangan Departemen Luar Negeri Australia Bidang Diplomasi Budaya di Melbourne dan Sydney.