/   Uncategorized @en

Masa pandemi dan terbatasnya ruang fisik tidak menyurutkan gerak seniman mengeksplorasi beragam kemungkinan untuk memperbaiki ekosistem seni. Sejumlah Anggota Koalisi Seni memanfaatkan momen ini untuk berhimpun secara daring, lantas berserikat untuk mengadvokasi kebijakan seni. Pada Ruang Usik-Usik episode ini, dua anggota Koalisi Seni berbagi cerita. Mereka adalah Aristofani Fahmi, Sekjen Asosiasi Seniman Riau (ASERI), dan Shinta Febriany, Ketua Umum Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri).

Jika tak sempat mendengarkan secara penuh, simak transkrip yang dibuat oleh Dinita Amanda berikut ini:

Waktu Transkrip
00:00— 1:52 Naomi

Masa Pandemi dan terbatasnya ruang fisik tidak menyurutkan gerak seniman mengeksplorasi beragam kemungkinan untuk memperbaiki ekosistem seni. Sejumlah anggota Koalisi Seni memanfaatkan momen ini untuk berhimpun secara daring lantas juga mengkonsolidasi sumber daya pengetahuan dan berjejaring untuk advokasi kebijakan seni. Sumatra contohnya Asosiasi Seniman Riau (ASERI) terbentuk pada Juli 2020 karena terpicu mandeknya kegiatan formal, adat, budaya, maupun pariwisata yang melibatkan seniman. ASERI juga memiliki program berkelanjutan untuk dunia seni dan seniman Riau dalam jangka panjang.

Sementara itu para pegiat teater membentuk Perkumpulan Teater Nasional Indonesia atau Penastri pada Oktober 2020. Perkumpulan ini merupakan konsolidasi para pegiat teater untuk membangun ekosistem teater Indonesia yang lebih terprogram, demokratis, dan juga mendukung perkembangan ide-ide baru.

Podcast Ruang Usik Usik episode kali ini bakal bahas pengalaman mereka nih! Menghimpun diri semasa pandemi, proses, dan juga tantangannya dan juga cita-cita bersama yang diimpikan. Saya pun tidak sendirian karena sudah bersama dengan Kak Aristofani Fahmi Sekjen ASERI dan Kak Shinta Febriany, Ketua Umum Penastri.

Halo apa kabarnya Kak Ito dan Kak Shinta!

Kalau kita ngomongin ASERI aku mau tau ni dari Kak Ito, kenapa sih ASERI ini sampai didirikan?

1:52-4:16 Aristofani

Dimulai dari nganggur sebetulnya, keterbatasan fisik, kita sembunyi-sembunyi bertemu sejumlah orang kemudian muncul rasa solidaritas melihat teman-teman yang lain terutama maestro seniman tradisi yang notaben pendapatannya murni bermain musik atau mengiringi tari di kampung-kampung. Berangkat dari situ kita menanti pemerintah daerah namun tidak ada aksi, tidak ada informasi yang menggembirakan dalam kondisi ini. Cukup lama kami menunggu dan akhirnya kita ngumpul-ngumpul jadi serius.

 

Pada pertemuan kedua, seminggu setelah pertemuan pertama langsung dinyatakan membentuk sebuah perkumpulan yang berbadan hukum dengan diskusi program-program yang awalnya masih liar kemudian kita mulai rangkum hal-hal yang kita rasa sangat krusial untuk bisa segera dieksekusi dan tindak lanjuti. Hal pertama yang dirasa harus segera terwujud adalah mengatasi persoalan perut seniman.

Kita coba tawarkan ke beberapa orang-orang, beberapa seniman senior yang kita anggap punya duit, budayawan atau pemerhati seni yang kita anggap dermawan di Riau untuk melihat kondisi yang sama. Tidak selang lama, kita membentuk Lumbung Pangan Seniman (LUMPANG) di gudang salah satu anggota, kita dapat 200 paket sembako.

Dari persoalan sembako kita akhirnya masuk ke persoalan ke hal-hal kebijakan karena hal-hal konkrit di lapangan harus diulik dari persoalan kebijakan pemerintah daerah.

4:16-4:31 Naomi

Pas banget nih harus diusik di Ruang Usik Usik ya.

Aku juga mau tahu proses pendiriannya seperti apa kak, katanya tadi agak backstreet – ngumpet-ngumpet. Boleh ceritain lagi kak?

4:31-6:40 Aristofami

Ngumpulnya di area Taman Budaya bertujuh kita brainstorming, beberapa orang sebetulnya agak sulit bertemu karena perbedaan ideologi dalam berkesenian kalau boleh sebut ada Fikri Aziz, Marhalim Zaini, ada Iwan Irawan, ada Furqon LW, dan tujuh orang waktu itu.

 

Kemudian kita mencoba menyatukan ide dengan muncul satu kalimat “Ketika kita ngumpul di ASRI, maka ego sektoral itu harus dibuang” artinya ada perbedaan ideologi di pengkaryaan seni.

 

Yang menarik, kemarin ada juga salah satu anggota kita praktisi film dan juga pengacara di Riau, Ban Parlindungan, menanggapinya secara serius yang bersedia mengajukan diri untuk mengurus legalitas ke Kemenkumham dengan biaya pribadi. Ini menjadi respon teman-teman lain kita post di Facebook dan Instagram, hal-hal sederhana ini menjadi kekuatan kita “Wah ini ternyata hal yang serius ya.” Karena akhirnya kita buat visi misi menyepakati sebuah kalimat “Bahwa kita harus mengatasi persoalan kesejahteraan seniman” yang sangat muluk. Kita seperti mengawang-awang kalau seniman sejahtera itu seperti mustahil, ini perjalanan berkesenian di tempat-tempat yang saya singgahi bahwa kesejahteraan seniman itu agak sulit.

 

Akhirnya setelah kita bertemu dengan tokoh-tokoh ternyata ada jalan salah satunya di kebijakan politik pemerintah.

6:40-6:46 Naomi

Kalau bekal dari Koalisi Seni yang bermanfaat dalam proses pendirian ASERI seperti apa?

6:46-8:22 Aristofani

Kebetulan saya masuk keanggotaan Koalisi Seni sekitar 2 tahun lalu, saya belum terlalu aktif, tapi baca-baca website hasil penelitian yang diposting teman-teman Koalisi Seni. Saya merasa ini penting sekali untuk diimplementasikan di daerah terutama daerah-daerah yang geliat seniman itu bertumbuh seperti yang terjadi di Riau.

Saya brainstorming bahwa saya mendapatkan informasi kebijakan seni dari Koalisi Seni dan ada juga filantropi. Hal-hal itu yang kami diskusikan, metodenya kami pinjam, saya minta izin dengan Koalisi Seni bahwa ini mendesak dan cukup praktis untuk diimplementasikan di daerah. Diskusi dengan Kak Bunga dan Oming, saya mengatakan bahwa, sepertinya asosiasi teman Riau butuh kemitraan dengan Koalisi Seni dalam bentuk supervisi yang lebih serius. Karena di tataran kebijakan kita belum terlalu paham dan notabennya teman-teman Koalisi Seni lebih lihai dan jago.

8:22-8:30 Naomi

Tantangan dalam proses itu sendiri solusinya seperti apa yang diambil?

8:30-9:37 Aristofani

Tantangannya adalah ketika ingin menjadi luas dan teman-teman di daerah ingin bergabung, kita menghadapi keterbatasan distribusi sembako misalnya ke daerah-daerah, karena kita belum punya armada untuk distribusi kesana. Selain itu kita belum pernah benar-benar duduk dengan pemerintah untuk membicarakan soal kebijakan seni. Karena ini hal yang sangat menyakitkan ketika RPJMD – laporan di daerah Riau mengatakan bahwa sektor kebudayaan kesenian tidak membawa kontribusi terhadap pembangunan di Riau.

 

Sementara teman-teman yang berdarah yang mencari sendiri uang sampai utang kesana-kemari itu tidak dianggap sebagai sebuah karya pembangunan kebudayaan di daerah. Ini hal yang justru makin buat kita bersemangat untuk mengajak baik itu pemerintah ekslatif maupun eksekutif untuk turut bersama-sama untuk melihat kondisi ini.

9:37-9:56 Naomi

Jadi termotivasi ya kak.

 

Saya ke Kak Sinta Febriany, Ketua Umum dari Penastri, Perkumpulan Nasional Teater Indonesia. Kak Sinta boleh dong cerita kenapa sih Penastri ini didirikan?

9:56-10:50 Shinta

Awal momen pandemi banyak hal yang direfleksi termasuk dengan kawan-kawan pegiat teater. Seperti apa ya? Mau bergerak bagaimana?

 

Dipicu juga dari keinginan pemerintah untuk membangun sebuah perhimpunan para pegiat teater, lalu atas fasilitas Koalisi Seni. Kita bertemu, ngobrol dan Penastri menjadi satu momen konsolidasi antara pegiat teater dengan tujuan yang lebih besar untuk melihat ekosistem teater Indonesia yang lebih baik. Momen konsolidasi sebenarnya menjadi pemicu kenapa Penastri didirikan.

10:50-10:55 Naomi:

Prosesnya seperti apa dari awal hingga akhirnya ada Penastri?

10:55-13:34 Shinta:

Awalnya obrolan-obrolan antara pihak pemerintah dan Koalisi Seni sebagai fasilitator untuk bagaimana para pegiat teater ngumpul dan tahu secara jelas misalnya kebutuhannya apa? visi misinya apa?

 

Kemudian kumpul lah beberapa kawan pegiat teater dalam satu pertemuan daring ketika itu kita membicarakan bagaimana kebutuhan pemerintah melakukan sertifikasi atau membuat suatu standar profesi-profesi yang dalamnya adalah teater.

 

Nah kita membincangkan tema itu di awal atas fasilitas kawan Koalisi Seni. Beberapa kawan berkumpul dan kedepan semakin banyak kawan yang berkumpul, ide-ide semakin banyak diidentifikasi, apa yang menjadi persoalan di daerah, apa yang ingin dicapai oleh teater Indonesia. Setelah itu kita merasa perlu kayaknya satu perkumpulan. Dulu ada beberapa perkumpulan teater yang kemudian tidak aktif lagi. Mungkin kita perlu lagi nih satu perkumpulan dimana kita disana membicarakan kebutuhan-kebutuhan teater, regulasinya dengan pemerintah, persoalan-persoalan yang terjadi di daerah yang tidak hanya terjadi di pusat ketika itu.

 

Setelah sekian banyak pertemuan dan kemudian ada tim perumus dimana  saya juga di dalam tim perumus itu bersama Joned Suryatmoko, Noviami, Fedli Aziz juga ada disana, bersama Noviati dari Aceh, Syamsul Fajri dari Lombok, dan Jabo dari NTT. Jadi dari berbagai pulau di Indonesia, berbagai daerah di Indonesia kita berkumpul ngomongin “Kira-kira kalau kita bikin perkumpulan dan saling berserikat apa ya yang menjadi kebutuhan kita, dan gimana kita berelasi dengan pemerintah dan pihak lain?” Dari situ sekian banyak pertemuan dilakukan daring hampir setiap minggu maraton sampai ada yang dibahas RT, lalu di floor-kan lagi ke pertemuan besar ke kawan-kawan pegiat teater begitu seterusnya kurang lebih satu setengah bulan.

13:34-13:42 Naomi

Kalau tantangan di dalam proses itu sendiri bagaimana sampai akhirnya mendapatkan solusi yang terbaik?

13:42-15:10 Shinta:

Karena kita di masa pandemi pertemuan-pertemuan sangat efektif dilakukan dengan platform daring. Meski waktunya tidak sesuai, saya di Makassar, yang lain di Aceh, jadi ada persoalan waktu secara teknis yang kita harus bisa kumpul semua baru bisa ngobrol. Pokoknya di upayakan semuanya bisa karena ini kan meletakan fondasi jadi semua orang diharapkan punya kontribusi pikiran karena ini kan perkumpulan bersama.

 

Ada tarik-tarikan waktu sih, misal Jonet ada di Amerika jadi kita mempertimbangkan itu untuk pengawas Penastri tapi, selalu berhasil diatasi. Kemudian bagaimana ide-ide ditampung, diidentifikasi terutama dari kawan-kawan yang minim akses. Kebutuhan infrastruktur, kebutuhan berkarya itu semua diidentifikasi terus-menerus ditambah pertemuannya semakin luas, kawan makin banyak yang mengatakan ide gagasan jadi perlu waktu mengidentifikasi yang prioritas yang mana. Tantangan itu, tapi bisa dirumuskan dengan baik.

15:10-15:20 Naomi:

Manifesto Penanstri ini menunjukan perhatian peran teater di negara demokratis, ini sebabnya seperti apa kak?

15:20-16:33 Shinta:

Kalau kita melihat catatan sejarah kontribusi teater kepada negara Indonesia, kita tahu bahwa teater menjadi satu titik perlawanan dari segala bentuk represi. Misal dalam berkarya pikiran-pikiran seniman atau kreatornya itu bagaimana menyampaikan apa yang terjadi di lingkungan sekitar, atau bagaimana itu juga terkait konteks politik.

 

Kadang karena kritis, karena cukup berseberangan dengan pandangan pemerintah misalnya, maka terjadi bentuk pengekangan berekspresi. Ada sensor, ada pelarangan pertunjukan yang sampai sekarang masih terjadi. Ini menjadi pikirin pertama bagaimana teater memang punya peran dalam negara demokratis ini. Kita juga memasukan bagaimana pengalaman masa lalu dimana teater berperan, ada diskusi mendalam dalam represi dan itu tetap kita lakukan sampai saat ini.

16:33-16:40 Naomi:

Makin menarik perbincangan kita kali ini. Tapi sebelum kita lanjut lagi mengupas upaya seniman berserikat kita break dulu ya.

17:05-18:05 Naomi:

Hallo we are back kamu masih mendengarkan Podcast Ruang Usik Usik. Podcast ini diproduksi oleh Koalisi Seni dan KBR dan disiarkan melalui streaming spotify dan kbrprime.id.

 

Saat didirikan Asosiasi Seniman Riau (ASTERI) ini berencana memberikan advokasi bagi seniman, perluasan jaringan kerja, dan peningkatan kesejahteraan seniman Riau. Sementara dalam ekosistem teater Indonesia, Penastri Perkumpulan Seniman Teater Indonesia ingin memproduksi menyebarkan pengetahuan, meningkatkan aspek ekonomi kreatif, serta mengadvokasi kebijakan lebih baik bagipengembangan dan juga berkelanjutan. Kita masih ngomongin Seniman Sepakat Berserikat bareng Kak Aristofani Fahmi, Sekjen ASTERI dan Kak Shinta Febriany, Ketua Umum Penastri.

 

Balik lagi ke Kak Ito, apa aja sih program ASTERI yang udah dan akan berjalan?

18:05-22:49 Aristofani

Kita ada lima program unggulan di ASTERI ini. Pertama kita ingin membangun sebuah pertemuan yang berbasis ekonomi jadi kita berusaha ciptakan ekosistem yang sirkulasinya itu produksi dan pasar. Ada Art Center yang mungkin akan kita pinjam tempat ke Dinas Pariwisata Riau di sebuah sudut titik nol Pekanbaru yang juga menjadi center berkesenian. Ada panggung, ada aktivitas skateboard, dan sebagainya namun terbengkalai. Kita mau mendekatkan pemerintah untuk menggunakan itu dan seniman-seniman dan anggota asosiasi diutamakan untuk berproduksi, kita buatkan display, kita bekerja sama dengan Indonesia Marketing Association sektor Riau untuk memasarkan, dan kita bahkan menggalakan hastag #belikaryariau kita mau mendorong sampai kebijakan pemerintah “Belilah karya Riau, baru karya luar”.

 

Kedua Gerakan Seribu Sanggar kita mendekati Dinas Pendidikan sampai ke Kecamatan dan Kelurahan bersama untuk membangun sanggar. Sebenarnya sudah ada anggaran dana desa yang berdasarkan informasi anggaran dana desa ini sangat sedikit porsinya untuk bangunan kebudayaan, lebih banyak digunakan untuk pembangunan fisik. Kita ingin memberikan porsi tambahan untuk aktivitas seni kebudayaan sektor paling kecil di Provinsi Riau.

 

Ada Lumbung Pangan Seniman yang cita-cita dasarnya memenuhi kebutuhan seniman. Hal menarik yang respon nya dapat dari seniman senior juga lembaga adat mengatakan “Jikalau ada sebuah solusi yang bisa memutus perjalanan panjang penderitaan seniman, maka mungkin saatnya ASTERI menjadi menanggung beban itu.” Karena sudah menyatakan diri mengatasi program kesejahteraan seniman.

 

Ada produksi seni sebuah ruang dimana anggota ASTERI bekerjasama memproduksi. Teman-teman musik membuat musik, tari, seni rupa, teater yang kita akan kita tampilkan diwaktu yang sama sekali setahun.

 

Terakhir ada pendidikan dan pengujian ini sebenarnya merespon Akademi Kesenian Melalui Riau (AKMR) yang tahun lalu tutup karena sudah tidak sanggup dan ada banyak persoalan internal di dalamnya. Akademi yang melahirkan banyak seniman-seniman bagus di Riau itu hilang dan kita mau mengajak pemerintah untuk mengadakan lagi, mungkin bentuknya advokasi sekolah profesi yang kita pertemukan dengan dunia kerja. Disini banyak perusahaan-perusahan besar yang sudah mengeksploitasi alam, kita ingin mengajak mereka bahwa ada persoalan penting yang harus anda lihat yaitu perkembangan kesenian.

 

Sekarang ini yang sedang kita kejar adalah jaminan sosial ketenagakerjaan dengan BPJS Ketenagakerjaan. Kita menjalin komunikasi bahwa seniman-seniman yang kita anggap berdasarkan data di bawah batas kemampuan. Kita mencarikan dermawan untuk iuran BPJS Ketenagakerjaan Rp. 18.000,00 perbulan kita upayakan mencari untuk membayarkan mereka.

22:49-23:05 Naomi:

Luar biasa, berarti ada top six ya dalam program ASERI ini. Kalau dari advokasinya ASERI untuk berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Bagaimana proses pengembangan sejauh ini Kak Ito?

23:05-24:34 Aristofani:

Kita ada program adaptasi Indonesia Lawyers Club – Riau Artist Club salah satu anggota kita punya visi berbasis internet. Pembicara-pembicaranya dipertemukan antara seniman, pemangku kebijakan, pemerintah yang temanya itu mendorong kegiatan top six. Misalnya persoalan kesejahteraan di masa pandemi kita mengajak Satgas COVID-19, dari situ kita ketahui bahwa untuk penanganan COVID-19 punya anggaran yang cukup besar. Riau kemarin kalau tidak salah ada 400 Miliar yang serapannya sampai sekarang belum 50%. Dalam 400 Miliar itu ada porsi untuk seniman yang sampai sekarang kita belum lihat eksekusinya.

 

Hal-hal seperti ini misal pendidikan seni kita akan undang DPRD komisi yang menangani pendidikan kita dorong supaya ini dibicarakan dan todong berulang sampai mereka gerah.

24:34-24:38 Naomi:

Jadi di dana itu ada untuk senimannya juga?

24:38-26:10 Aristofani:

Kita bisa melihat misal Sumatera Barat Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan melakukan format daring, Aceh, Sulawesi, Jogja, dan lain sebagainya melakukan. Riau kok disini diem-diem aja, kita udah tau ada anggarannya. Makanya yang jadi pikiran kita selama ini ternyata pada kondisi pandemi pun daya tawar seniman di mata pemerintah itu belum jelas dan kelihatan.

 

Ini yang akan kita kondisikan bahwa pemerintah harus setuju bahwa setiap kesenian itu punya kontribusi besar. Contoh yang paling dibanggakan Riau adalah Tunjuk Ajar atau Gurindam 12 Ali Haji itu kan bisa diceritakan ke dunia kalau Riau punya ini, tetapi senimannya mati menderita, Hasan Yunus cucunya Ali Haji sampai meninggalnya itu kita tidak melihat.

Ada di tataran kebijakan mestinya ini digunakan untuk semua seniman yang maestro terutama.

26:10-26:18 Naomi:

Dukungan apa aja yang dibutuhkan ASERI yang akan datang dan siapa saja yang bisa memenuhi itu?

26:18-27:52 Aristofani:

Cita-citanya kami ingin mengajak Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk melakukan pengawasan supervisi mulai dari awal sampai detail mengenai UU Pemajuan Kebudayaan. Kami menganggap di Riau dan sama juga halnya dengan kami belum memahami implementasi UU Pemajuan Kebudayaan di daerah. Beberapa waktu lalu saya berkomunikasi dengan teman yang di Dirjen Kebudayaan merespon UU Pemajuan Kebudayaan mereka mengatakan mulailah dari Pokok-Pokok Pikiran Daerah (PPKD).

 

Daerah mengusulkan apa yang ingin difokuskan perihal kebijakan dan anggaran. Ada banyak sekali, saya mendapatkan copy PPKD Riau yang sebetulnya sudah sangat baik untuk beberapa periode kedepan, tapi sampai sekarang kita belum melihat tahapan-tahapan eksekusinya. Yang kita harapkan adalah ingin sekali Koalisi Seni bisa bantu, Dirjen Kebudayaan atau staff disana mengawasi apa yang harus dilakukan untuk pemajuan kebudayaan di Riau.

27:52-28:00 Naomi

Kalau ada yang ingin menjadi anggota ASTERI bagaimana caranya Mas Ito?

28:00-28:24 Aristofani

Sederhana sebetulnya mengisi formulir, KTP Riau dan juga aktif untuk menyebarluaskan informasi ini karena beberapa saat setelah kita sosialisasikan masih ada teman-teman yang akrab dengan kita belum tahu informasi ini. Jadi membantu menyebarluaskan.

28:24-28:37 Naomi

Luar biasa Kak Ito, thank you!

 

Kalau dari Kak Shinta ada program prioritas dari Penastri kah?

28:37-31:10 Shinta

Karena baru terbentuk secara resmi di bulan Oktober maka saat ini program kami konsolidasi kedalam jadi kami fokus ke anggota dan databasenya, kemudian juga sambil memfasilitasi bahwa sudah ada nih perkumpulan pegiat teater. Tapi, secara garis besar ada tiga program yang akan kami lakukan dalam periode tiga tahun ini.

 

Pertama adalah kami akan melakukan pengembangan dan distribusi pengetahuan. Latarnya adalah persebaran pengetahuan tentang seni dan teater itu tidak berjalan secara maksimal, misalnya kawan-kawan yang jauh dari pusat dan ibukota kurang mendapatkan akses dan informasi yang untuk menambah pengetahuan dan wawasan pegiat teater.

 

Kedua kita ingin secara khusus membuat program pendanaan ekosistem teater di Indonesia. Jalurnya ada dua yaitu melalui Dana Perwalian meskipun narasinya besar ayolah mulai dikerjakan pelan-plan dan juga karena masih samar dan kedua adalah bagaimana bisa bekerjasama dengan institusi-institusi kebudayaan dengan pemerintah, dengan kelompok-kelompok yang punya kepentingan membangun ekosistem di Indonesia.

 

Program ketiga adalah kita mau melakukan advokasi kebijakan seperti yang juga dilakukan oleh kawan-kawan ASTERI, kita mau melakukan advokasi kebijakan semisal apa sih sebenarnya hak-hak dari kawan-kawan pegiat teater di Indonesia apa yang sebaiknya direbut. Kalau tidak kelihatan apa yang disembunyikan, dan apa yang perlu dibuka aksesnya, dan pintunya sehingga kebijakan-kebijakan itu menjadi egaliter, menjadi adil bagi seluruh pegiat teater di Indonesia. Karena Penastri skalanya di Indonesia, selalu merujuk bahwa distribusi pengetahuan, advokasi kebijakan, dan pendanaan ekosistem seni teater di Indonesia itu sebaiknya atau seharusnya merata ke seluruh wilayah di Indonesia.

31:10-31:25 Naomi:

Berarti kalau Kak Ito ada top six, kalau Penastri ada top three nya, keren banget!

 

Dukungan apa sih yang diperlukan di masa mendatang dan kira-kira siapa yang bisa memenuhi itu?

31:25-33:18 Shinta:

Pertama adalah dukungan dari para pegiat teater di Indonesia bahwa penting sekali berserikat perkumpulan bersama memikirkan langkah-langkah konkrit tentang bagaimana berbicara, bagaimana melindungi hak-hak kebebasan berkarya.

 

Di awal juga kami meminta dukungan Koalisi Seni karena ini sungguh-sungguh hal yang baru dan kami para pengurus masih perlu banyak belajar, jadi secara resmi saya meminta Koalisi Seni membantu di urusan logistik, menyediakan tenaga kesekretariatan dan lain-lain. Di pihak lain dari Direktorat PTLK karena kami sedang mengurus legalitas Penastri, Direktorat Kemendikbud mendukung kami dengan mensuport biaya untuk pembuatan legalitas dari Penastri.

 

Yang saya ingin garis bawahi adalah diawal ketika ide Penastri ini di-clear kan itu kawan-kawan pegiat teater urunan, misal pemerintah tidak bisa membantu mengurus legalitas, yaudah kita punya energi untuk berderma dan yang terkumpul lumayan. Dengan begitu saya ingin bilang bahwa memang ada kesadaran untuk berasosiasi, berkumpul, berserikat, apalagi ada support dari berbagai pihak dan dukungan itu sangat penting.

33:18-33:23 Naomi

Nah kak kalau ada yang ingin banget jadi anggota Penastri bagaimana caranya?

33:23-34:07 Shinta

Caranya kurang lebih sama, ada formulir online diisi disosialisasikan di social media, website masih upaya kami buat tapi formulirnya akan disosialisasikan melalui email dan sosial media dan syaratnya boleh individu, boleh perwakilan kelompok, atau mengirim dua anggotanya dengan surat resmi untuk didelegasikan untuk menjadi anggota Penastri, punya rekam jejak di teater mungkin sekitar tiga tahun, sederhananya seperti itu untuk mendaftar di Penastri.

34:07-Selesai Naomi

Teman-teman yang merasa sudah punya rekam jejak teater lebih dari tiga tahun bahkan Penastri sendiri pas banget untuk teman-teman untuk ikutan join juga.

Kak Ito dan Kak Shinta terima kasih atas waktunya. Informasi dan pengetahuannya mengenai seni ini seperti apa.

Wah ini episode terakhir ya untuk tahun ini 2020? Thank you banget Ruang Usik Usik bersama Naomi Lyandra dan juga Koalisi Seni kita udah bareng-bareng thank you. Tema kali ini Seniman Sepakat Berserikat bersama Kak Aristofani Fahmi dan juga Kak Shinta Febryani.

Naomi Lyandra, undur diri.

Simak juga transkrip rekaman penuhnya di tautan ini.

New Post

Leave a Comment

Imagination and critical thinking are the keys to change. Therefore, art is a fundamental prerequisite for the realization of democracy. Support us in establishing policies that fully advocate for artists.