/   
Temanku Lima Benua
Jawa Tengah

Klaten

Temanku Lima Benua, pelukis yang sering dipanggil Liben ini memiliki kemampuan melukis cepat. Dalam hanya waktu 2 menit ia dapat berhasil membuat sketsa wajah, 99 karya yang ditampilkan di pameran tunggal Diary Temanku Lima Benua di Lobby Kaca Museum Nasional, Jakarta, 2019 Liben hanya menyelesaikannya dalam kurun waktu 17 hari. Sedangkan pada Asian Para Games 2018, Liben mengaku telah melukis banyak orang dari latar belakang berbeda. Setiap hari Liben memperkirakan melukis 250 hingga 300 wajah. Ia memiliki kemampuan melukis cepat karena  terbiasa melukis di pasar supaya tidak kehilangan momen objek lukisnya. 

 

Liben memanfaatkan arang dari berbagai macam pohon seperti mangga muda, kayu waru, dan talok. Ia juga menggunakan media lukis yang unik, kertas pembungkus makanan. Liben tertarik mengeksplorasi bahan sampah rumah tangga sebagai materi lukisannya. Melalui Sanggar Lima Benua yang ia dirikan, Liben berkolaborasi dengan seniman lain dan  Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, DLHK Klaten untuk menyelenggarakan Biennale Bank Sampah di Klaten, pada 23-30 Juli 2020. Melalui Biennale Bank Sampah, Sanggar Lima Benua bersama DLHK berupaya untuk mengedukasi masyarakat dalam penanganan dan pengurangan timbulan sampah rumah tangga. 

 

Ketika ia duduk di bangku SMA, Liben terpilih menjadi direktur eksekutif Klaten Biennale 2017, sebuah  festival seni kontemporer dua tahunan di Klaten. Saat menjadi Direktur Eksekutif Klaten Biennale ia berdiskusi dengan 30 seniman dari berbagai daerah di antaranya Jogja, Solo, serta Bogor untuk mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Surat terbuka tersebut berisi lima hal yakni (1) dominannya ekonomi rente dalam birokrasi, (2) dominasi modal dalam penguasaan ruang publik, (3) dominannya aspek ekonomi dalam pengelolaan seni dan budaya, (4) dominasi dan hegemoni negara dalam pengelolaan kebudayaan atau lemahnya masyarakat sipil dalam pengelolaan kebudayaan, (5) birokrasi yang tidak efektif, akuntabel, dan transparan, serta tidak memiliki disiplin pelayanan antar kementerian atau lembaga. 

 

Perempuan yang akrab dengan advokasi melalui seni ini memiliki nama unik yang merupakan pemberian ayahnya, Hariadi Purnama, dulunya adalah seorang seniman pantomim di bengkel teater Rendra.  Ide nama  ‘Lima Benua’ berasal dari sastrawan W.S Rendra, kemudian ayahnya menambahkan nama ‘Temanku’.  Dengan harapan, Liben akan mempunyai banyak teman dan termotivasi mengenalkan karyanya ke seluruh dunia. Hingga sekarang, Liben sudah membuat sekitar 5.000-an lukisan. Liben pernah mengadakan pameran nasional dan Internasional di  Jakarta, Malang, Palu, Kendari, Makau, dan  Hong Kong. 

Tulisan Terbaru

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.