/   

Shinta Febriany bekerja sebagai sutradara, penulis naskah, dan penyair. Dia mendirikan Kala Teater pada 2006 dan bekerja sebagai Direktur Artistik Kala Teater. Atas dedikasinya di bidang teater Shinta dianugerahi penghargaan Celebes Award dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan di tahun 2007.

 

Shinta menerima fellowship dari Japan Foundation untuk pengenalan kehidupan teater di beberapa kota di Jepang (2000). Dia meraih hibah Empowering Women Artists dari Yayasan Kelola (2007-2009). Shinta berbicara tentang gagasan teaternya di Indonesian Culture Workshop di Universitas Tasmania, Launceston, Australia (2005), Asian Dramaturgs Network Meeting di Yokohama, Jepang (2017), Artist Platform International Co Production Fund di Bangkok (2018), dan Asian Women Performing Arts Collective Meeting di Hue, Vietnam (2018). Dia adalah kurator Asian Playwrights Meeting, Yogyakarta (2019) dan kurator Lelakon (2020).

 

Bersama Kala Teater Shinta menginisiasi dan mengerjakan proyek Kota Dalam Teater (City in Theatre Project), sebuah proyek pembacaan isu kota berdasarkan riset terhadap warga kota yang berdurasi 10 tahun, dimulai 2015 hingga 2025. Beri Aku Pantai yang Dulu, Gila Orang Gila, dan Jangan Mati Sebelum Dia Tiba merupakan naskahnya di proyek Kota Dalam Teater yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris dan turut dalam kumpulan New Indonesian Plays terbitan Aurora Metro Books, London. 

 

Perempuan yang berpengalaman menjadi kurator Makassar International Writers Festival (MIWF) ini pernah menjalani program Residensi Penulis Indonesia di Inggris pada 2018. Buku puisinya yang telah terbit adalah Aku Bukan Masa Depan (2003) dan Gambar Kesunyian di Jendela (2017). 

 

Shinta meraih gelar master di Prodi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Saat ini bekerja sebagai Dosen Luar Biasa di Institut Seni dan Budaya Indonesia (ISBI) Sulawesi Selatan dan Ketua Umum Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri) periode 2020 – 2023.

Tulisan Terbaru

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.