Peluncuran Laporan Situasi Kebebasan Berkesenian 2023 “Persimpangan Politik Penuh Ketakutan” Foto: Koalisi Seni/Ichlasul Amal
Jakarta, 25 Juni 2024 – Koalisi Seni meluncurkan Laporan Situasi Kebebasan Berkesenian 2023 bertajuk Persimpangan Politik Penuh Ketakutan di Aula PDS HB Jassin, Perpustakaan Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Laporan ini disusun di tengah pergantian kekuasaan di Indonesia yang membuat kita seakan berada di persimpangan jalan yang menakutkan. Banyak yang menyatakan bahwa Indonesia bahkan sudah kembali ke era Orde Baru, di mana oligarki menguasai sistem politik dan ekonomi negara ini. Sepanjang 2023, pembatasan akses untuk kelompok terpinggirkan menjadi isu utama—dengan represi berbasis gender, etnis, dan agama.
Koordinator Penelitian Koalisi Seni, Ratri Ninditya menjelaskan dari 37 peristiwa pelanggaran kebebasan berkesenian pada tahun 2023, negara jadi aktor pelanggar terbanyak. Mereka adalah polisi, pemerintah daerah, lembaga legislatif dan agen intelijen/dinas rahasia. Sementara itu, aktor non-negara yang tercatat melakukan pelanggaran yaitu organisasi kemasyarakatan, gerombolan orang, individu yang memiliki kekuasaan di tempat kerja, dan organisasi komersial. Laporan situasi ini dikumpulkan melalui pemantauan media dan kanal aduan kebebasanberkesenian.id. Bagai gunung es, masih banyak pelanggaran yang terjadi namun belum terjangkau oleh Koalisi Seni, terutama di daerah luar Jawa dan Sumatera.
Hal tersebut diamini oleh Bhenageerushtia, Manajer Program Media dan Keberagaman Remotivi berkata “Gerak pers sebagai ujung tombak pemantauan kasus pelanggaran memang masih terpusat di Jawa dan Sumatera. Keterbatasan ini juga diperparah dengan adanya perubahan mendasar dari draft RUU Penyiaran yang mengandung isi pembungkaman pers juga membatasi praktik kebebasan berekspresi dan kreativitas di ruang digital.” Menurutnya, isi RUU Penyiaran jelas bertentangan dengan UU Pemajuan Kebudayaan.
Anis Hidayah, Koordinator Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia menambahkan hak kebebasan berekspresi dalam seni dan budaya tidak terlalu mainstream dan jarang dikorelasikan dengan HAM. Padahal kerja para pelaku seni adalah bagian dari pekerjaan HAM dan semestinya negara wajib menjamin perlindungan ekosistem kesenian berdasarkan UU Pemajuan Kebudayaan. “Saya harap laporan ini bisa diaudiensikan ke Komnas HAM untuk menjadi laporan tahunan Komnas HAM dan dilakukan tindak lanjut” ujarnya.
Daniel Awigra, Direktur Humans Right Working Group dan Daryl Neng Wirakartakusumah, Penyunting Quadrennial Periodic Report (QPR) Indonesia untuk Konvensi UNESCO 2005 juga berharap agar makin banyak organisasi masyarakat, lembaga pendidikan maupun individu yang ikut berkontribusi menuliskan tentang pemenuhan dan perlindungan HAM agar bisa diikut sertakan dalam laporan UPR (Universal Periodic Review) PBB dan QPR Konvensi UNESCO 2005.
Dalam laporan ini Koalisi Seni memberikan rekomendasi untuk negara (1) Memasukkan laporan situasi kebebasan berkesenian dalam bagian utama QPR dan UPR. (2) Melakukan peningkatan kapasitas aparat kepolisian dalam melindungi kebebasan berkesenian dan hak asasi manusia. (3) Mencabut peraturan daerah yang melarang musik elektronik karena melanggar prinsip kebebasan berkesenian. (4) Membatalkan RUU Penyiaran yang baru. (5) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia perlu memasukkan laporan situasi kebebasan berkesenian dalam laporan tahunan. (6) Lembaga Sensor Film dan Komisi Penyiaran perlu mempertimbangkan prinsip kebebasan berkesenian dalam melakukan tugas.
“Pada nyatanya, ketakutan tidak hanya datang dari pelaku seni, tapi juga dari pemerintah sehingga lahir keputusan-keputusan terkait kebebasan berkesenian,” ujar Felencia Hutabarat, Wakil Ketua Dewan Kesenian Jakarta selaku moderator diskusi.
Oleh karena itu, sebagai pelaku seni penting untuk memperkuat jaring pengaman melalui kolaborasi bersama serikat, lembaga pendamping, dan lembaga pembela HAM, mengidentifikasi risiko sejak perencanaan produksi sampai eksibisi seni agar dapat dimitigasi, saling bertukar pengetahuan tentang hak kebebasan berkesenian dan strategi mitigasi risiko dan melaporkan pelanggaran yang dialami atau disaksikan ke kanal kebebasanberkesenian.id
Lebih lanjut, kamu bisa baca “Persimpangan Politik Penuh Ketakutan: Situasi Kebebasan Berkesenian 2023” di Academia Koalisi Seni dan Website Koalisi Seni.
Ditulis oleh: Amalia Ikhlasanti