Hafez Gumay, Koordinator Advokasi Kebijakan Koalisi Seni
Pandemi COVID-19 mengakibatkan mata pencaharian jutaan orang di Indonesia terganggu, tidak terkecuali seniman dan pekerja seni. Koalisi Seni mencatat ada setidaknya 234 acara seni di Indonesia yang dibatalkan atau ditunda akibat virus ini. Tentu kondisi tersebut membawa dampak finansial kepada seluruh pekerja seni yang terlibat. Lebih lanjut, data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menunjukkan lebih dari 37.000 seniman dan pekerja seni kehilangan sumber pendapatan selama pandemi. Sementara itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) telah mendata 189.586 pekerja kreatif terdampak pandemi, termasuk di antaranya pekerja seni, musisi, dan kru film yang dipecat atau sedang dirumahkan. Padahal, seni adalah unsur penting dalam memperkuat resiliensi masyarakat saat krisis, termasuk dalam pandemi ini.
Guna memitigasi krisis ini, pemerintah menyatakan akan mempercepat implementasi program Kartu Prakerja. Program tersebut sejatinya ditujukan bagi orang yang sedang menunggu dipekerjakan untuk meningkatkan kompetensi kerjanya. Namun, krisis COVID-19 membuat penerima Kartu Prakerja diperluas bagi pekerja serta pelaku usaha mikro dan kecil yang terdampak secara finansial akibat pandemi. Kementerian Keuangan mengumumkan akan membagikan 5,6 juta Kartu Prakerja. Pada saat tulisan ini dibuat, jumlah pendaftar sudah mencapai 8 juta orang yang terbagi ke dalam dua gelombang pendaftaran.
Pemegang Kartu Prakerja akan mendapatkan uang sebesar Rp3.55 juta yang terbagi atas tiga komponen. Komponen pertama adalah biaya pelatihan sebesar Rp1 juta, yang wajib dibelanjakan di mitra penyedia jasa pelatihan. Komponen kedua ialah insentif pelatihan sebesar Rp600 ribu per bulan selama empat bulan, sehingga tiap penerima kartu mendapat Rp2,4 juta. Insentif ini baru dapat diterima kalau pemegang Kartu Prakerja telah menghabiskan biaya pelatihan. Komponen ketiga adalah insentif survei kebekerjaan sebesar Rp50 ribu per survei untuk tiga kali survei, dengan total Rp150 ribu. Insentif ini bisa dicairkan setelah pemegang kartu menyelesaikan survei evaluasi efektivitas Program Kartu Prakerja. Dengan kata lain, uang yang dapat digunakan pemegang kartu guna memenuhi kebutuhan sehari-hari hanya sebesar Rp2,55 juta dari komponen kedua dan ketiga.
Keputusan pemerintah memilih program Kartu Prakerja sebagai langkah mitigasi krisis ekonomi akibat pandemi harus dibarengi dengan kesadaran bahwa program ini tak sepenuhnya sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Kondisi darurat seperti sekarang membutuhkan solusi yang setidaknya dapat memenuhi tiga syarat utama. Pertama, bantuan harus bisa menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok penerima untuk bertahan hidup selama krisis. Kedua, bantuan diberikan secara tepat sasaran dan memprioritaskan golongan rentan. Ketiga, bantuan dapat diakses oleh penerima dengan mudah dan cepat.
Berdasarkan analisis Koalisi Seni, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah terkait implementasi program Kartu Prakerja di masa krisis.
Pertama, ketentuan bahwa pemegang Kartu Prakerja wajib mengikuti pelatihan terlebih dahulu sebelum mendapatkan insentif tidak tepat untuk diterapkan dalam kondisi krisis seperti sekarang. Sebab, hal tersebut justru akan memperlambat aliran bantuan dana sampai ke tangan mereka yang membutuhkan. Selain itu, pembatasan sosial membuat pelatihan harus dilakukan melalui metode jarak jauh yang membutuhkan kesiapan teknologi. Ini akan sangat menyulitkan bagi masyarakat yang termasuk ke dalam golongan rentan. Tidak semua orang memiliki gawai memadai maupun terhubung dengan jaringan internet yang baik, serta ada pula permasalahan gagap teknologi. Terlebih lagi, materi pelatihan dalam program Kartu Prakerja yang sesuai dengan kebutuhan seniman dan pekerja seni masih sangat sedikit. Maka, alokasi biaya pelatihan sebesar Rp1 juta sebaiknya dialihkan untuk menambah jumlah insentif yang diterima pemegang Kartu Prakerja.
Lebih lanjut, apabila dihitung secara kasar, total biaya pelatihan Kartu Prakerja bagi 5,6 juta calon penerima adalah Rp5,6 triliun. Dalam situasi banyak orang terancam penghidupannya, dana sebesar itu akan jauh lebih layak digunakan untuk meningkatkan jumlah penerima Kartu Prakerja ketimbang untuk membiayai perusahaan penyedia materi pelatihan. Jika keadaan sudah berangsur pulih, program pelatihan dalam Kartu Prakerja dapat dikembalikan sebagaimana rancangan semula.
Kedua, jumlah insentif Kartu Prakerja yang dapat dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari jumlahnya relatif kecil, hanya Rp600 ribu per bulan. Jumlah tersebut jauh dari standar pendapatan dalam kondisi normal. Misalnya, apabila dibandingkan dengan upah minimum DKI Jakarta sebesar Rp4.276.350 dan upah minimum Kota Bandung Rp3.623.779. Oleh sebab itu, program Kartu Prakerja harus dibarengi dengan program lain guna mengurangi beban para seniman dan pekerja seni. Misalnya, penghapusan atau pengurangan pajak, keringanan pembayaran tagihan listrik dan air, serta bantuan langsung dalam bentuk bahan kebutuhan pokok.
Perlu diingat, pandemi tidak hanya mengancam pemenuhan kebutuhan pokok seniman dan pekerja seni. Kemampuan mereka untuk tetap berkarya juga dalam bahaya. Guna memastikan geliat seni di Indonesia tetap hidup, pemerintah harus mengambil kebijakan yang mendukung seniman dan pekerja seni dapat berkarya di rumah. Contohnya, menyediakan akses jaringan internet prima dengan harga terjangkau, memudahkan akses terhadap bahan baku karya, membuka akses ruang pertunjukan milik pemerintah maupun swasta untuk kebutuhan produksi, hingga membuat protokol kesehatan khusus agar produksi karya yang membutuhkan tatap muka tetap berjalan di tengah pembatasan sosial.
Ketiga, program Kartu Prakerja tidak akan dapat menjaring seluruh orang yang membutuhkan bantuan ekonomi di saat pandemi. Selain karena jumlah kartu ini terbatas, proses administrasi pendaftaran secara daring juga berpotensi menghalangi orang yang paling membutuhkan bantuan luput dari jangkauan. Guna mengisi kekosongan yang belum mampu dipenuhi Kartu Prakerja, pemerintah daerah selayaknya tidak lepas tangan, namun berinisiatif menjalankan program bantuan ekonomi bagi seniman terdampak COVID-19. Apalagi, pemerintah daerah juga lebih memiliki kemampuan mendeteksi para calon penerima bantuan karena wilayah kerja mereka lebih dekat dengan kenyataan yang ada di masyarakat.
Salah satu pemerintah daerah yang telah memiliki inisiatif ini adalah Pemerintah Kota Malang. Insentif diberikan untuk masyarakat perekonomian rendah dan buruh harian, termasuk pekerja seni budaya dengan penghasilan harian dan/atau rendah. Besar dana yang dialokasikan untuk program ini adalah Rp15 miliar, dari total anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp37 miliar. Sejauh ini, sudah terdata 500 seniman dan budayawan akan mendapat manfaat. Tiap penerima akan mendapat Rp300 ribu per bulan selama tiga bulan melalui rekening Bank Jawa Timur. Secara umum, pendataan dan verifikasi dilakukan secara daring. Namun, pendataan, penentuan kriteria, verifikasi, dan penyaluran dana sektor seni budaya dilimpahkan langsung kepada komunitas seni budaya Kota Malang, seperti Dewan Kesenian Malang, komunitas pedalang, dan komunitas penghayat. Dewan Kesenian Malang membantu mendata secara manual dari pintu ke pintu karena banyak pelaku seni tradisi tidak tersambung dengan jaringan internet. Koalisi Seni berharap inisiatif Pemerintah Kota Malang tersebut menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah lainnya.
Patut disadari bahwa wabah COVID-19 adalah kondisi luar biasa, sehingga pemerintah juga harus berani mengambil kebijakan yang luar biasa untuk menghadapinya. Kebijakan pemerintah memaksakan program Kartu Prakerja sebagai mitigasi dampak ekonomi di tengah pandemi tanpa menyesuaikannya dengan kebutuhan nyata di lapangan adalah keputusan yang keliru.
Apabila tujuan utama kebijakan tersebut adalah agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, maka pemerintah harus mengubah kebijakan agar tujuan itu dapat tercapai. Kartu Prakerja seharusnya diterapkan sedemikian rupa guna memastikan masyarakat dalam kondisi rentan dapat bertahan hidup, bukan justru menambah beban mereka dengan kebingungan dan ketidakpastian akibat proses administrasi berbelit-belit. Sebab, sekarang kita sedang berkejaran dengan waktu.
Semoga para seniman dan pekerja seni yang kini dalam kesulitan mampu bertahan selagi pemerintah membenahi kebijakan, agar seni bisa terus membantu masyarakat juga bertahan di tengah pandemi.