/   Kabar Seni
Keterangan Foto: Prof. David Throsby AO, Dr. Hilmar Farid, Dr. Mari Elka Pangestu, dan Juanita Wiratmaja (moderator).

Jakarta – Pemerintah telah menyatakan akan fokus pada pengembangan sumber daya manusia Indonesia dalam lima tahun ke depan. Kebudayaan adalah faktor penting dalam upaya tersebut, sebab ia dapat memperkaya perekonomian sekaligus memperkaya pilihan dan makna hidup. Namun, sisi ekonomi dari kebudayaan relatif belum banyak disorot.

“Untuk mendorong kebudayaan diperhitungkan dalam agenda kebijakan pembangunan, kita perlu menunjukkan cara industri kebudayaan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Misalnya, sumbangan produksi, penyebaran, partisipasi, serta konsumsi budaya selain membuat masyarakat berdaya dari segi ekonomi, berbagai kegiatan tersebut memperkaya kebudayaan itu sendiri, juga memperkuat kohesi sosial masyarakat,” tutur Prof. David Throsby AO, ahli ekonomi berbasis kebudayaan dari Macquarie University, Australia.

Dalam acara pada Kamis, 5 September 2019, itu Throsby memaparkan, manfaat kebudayaan dapat diukur melalui dua nilai, yakni segi ekonomi dan budayanya. Dari segi ekonomi, industri kebudayaan menghasilkan barang dan jasa untuk pasar juga untuk kepentingan publik, serta berdampak pada inovasi industri lain. Dari segi budaya, industri kebudayaan berkontribusi dengan menunjukkan nilai dari barang dan jasa artistik, menaikkan nilai peran individu dalam kegiatan kreatif, mewujudkan nilai sosial dialog lintas budaya, serta mendukung peran seni dalam pendidikan.

Dari segi kebijakan, Pemerintah Indonesia telah melihat nilai ekonomi kebudayaan melalui pengembangan industri ekonomi kreatif. Pada 2011, pemerintah pertama kalinya menetapkan kementerian dengan nomenklatur ekonomi kreatif, yakni Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. “Ekonomi kreatif dipandang sebagai kekuatan baru yang dapat menciptakan daya saing bagi manusia dan bangsa Indonesia,” ujar Dr. Mari Elka Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2011-2014, dalam acara yang dilaksanakan oleh Koalisi Seni bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud dan Kedutaan Besar Australia.

Menurutnya, pada 2014, ada tiga misi utama pemerintah dalam pengembangan ekonomi kreatif. Pertama, mengoptimalkan pemanfaatan dan mengembangkan sumber daya lokal yang berdaya saing, dinamis, dan berkelanjutan. Kedua, mengembangkan industri kreatif yang berdaya saing, tumbuh, dan beragam. Ketiga, mengembangkan lingkungan yang kondusif yang mengarusutamakan kreativitas dalam pembangunan nasional dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.

Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, mengatakan, “Indonesia memiliki aset budaya yang begitu kaya dan perlu didukung bersama secara gotong royong. Ekonomi berbasis kebudayaan memperkuat alasan pemerintah, swasta, pegiat budaya, dan masyarakat untuk berkonsolidasi mengarusutamakan pemajuan kebudayaan dalam pembangunan nasional.”

Untuk mendapat gambaran lingkup aset kebudayaan tersebut, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) telah mengembangkan alat perencanaan yang prosesnya diikuti lebih dari 350 pemerintah daerah pada tahun 2018 lewat dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD). Yang telah tercatat dalam PPKD ialah 10.533 cagar budaya, 4.521 warisan budaya tak benda, 7.444 pengetahuan tradisional, 3.800 permainan tradisional, dan 8.224 jenis seni. Dari segi infrastruktur, tercatat 21.406 institusi budaya, 6.936 fasilitas pemerintah, dan 12.177 fasilitas komunitas. Pencatatan secara berjenjang dari tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi, sampai nasional ini bertujuan menyusun Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan, yang secara bersamaan mengkonsolidasikan informasi, mengkoordinasikan lembaga pemerintah, dan melibatkan sektor swasta. Ditjenbud bersama dengan Kemenko PMK, Kementerian PPN/Bappenas, dan BPS juga akan segera meluncurkan Indeks Pembangunan Kebudayaan untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan kebudayaan di Indonesia.

Acara ini adalah bagian dari advokasi Koalisi Seni demi kebijakan yang lebih mendukung pemajuan sektor seni budaya. “Kami berharap forum ini dapat meyakinkan para pembuat kebijakan di pemerintahan, perusahaan swasta, maupun mitra pembangunan lainnya untuk lebih menggunakan pendekatan ekonomi berbasis kebudayaan dalam perencanaan dan pelaksanaan kerjanya. Sehingga, pembangunan manusia Indonesia tidak hanya mendorong produktivitas perekonomian, tapi juga memungkinkan mereka mencapai kebahagiaan,” ucap Pengurus Koalisi Seni, Linda Hoemar Abidin.

Siaran pers ini dapat diunduh di tautan ini. Presentasi dan lembar fakta dapat diunduh di bit.ly/culturaleconomics.

Tulisan Terkait

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.