Jakarta – Koalisi Seni mendorong pemerintah menerapkan kebijakan mitigasi COVID-19 untuk sektor seni yang tepat sasaran dan sesuai kebutuhan nyata di lapangan. Sehingga, tujuan kebijakan agar pegiat seni bisa bertahan di tengah pandemi dapat tercapai.
“Apabila tujuan utama kebijakan adalah agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, maka pemerintah harus mengubah kebijakan agar tujuan itu dapat tercapai. Kartu Prakerja seharusnya diterapkan guna memastikan masyarakat dalam kondisi rentan dapat bertahan hidup, bukan justru menambah beban mereka dengan kebingungan dan ketidakpastian akibat proses administrasi berbelit-belit,” ujar Koordinator Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, pada Rabu, 6 Mei 2020.
Kartu Prakerja adalah salah satu solusi pemerintah untuk pegiat seni di tengah pandemi. Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah mendata ada lebih dari 37.000 pegiat seni perlu bantuan. Mereka yang berpendapatan di bawah Rp10 juta per bulan dan telah berkeluarga diarahkan jadi penerima manfaat Program Keluarga Harapan, sedangkan pegiat seni dengan penghasilan kurang dari Rp10 juta per bulan dan masih lajang diarahkan jadi penerima Kartu Prakerja.
Masalahnya, Kartu Prakerja awalnya dirancang untuk diterapkan dalam keadaan normal, bukan pandemi. Sedangkan kondisi darurat sekarang perlu solusi bantuan yang setidaknya memenuhi tiga syarat. Pertama, menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok penerima untuk bertahan hidup selama krisis. Kedua, diberikan secara tepat sasaran dan memprioritaskan golongan rentan. Ketiga, dapat diakses oleh penerima dengan mudah dan cepat.
Koalisi Seni mendorong pemerintah mengubah penerapan Kartu Prakerja agar sesuai dengan kebutuhan pegiat seni yang jadi penerimanya. “Ketentuan pemegang Kartu Prakerja wajib mengikuti pelatihan sebelum mendapatkan insentif tidak tepat untuk diterapkan sekarang. Sebab, ini memperlambat aliran bantuan dana sampai ke tangan mereka yang membutuhkan. Materi pelatihan dalam program Kartu Prakerja yang sesuai dengan kebutuhan pegiat seni juga masih sangat sedikit. Maka, alokasi biaya pelatihan sebesar Rp1 juta sebaiknya dialihkan untuk menambah jumlah insentif yang diterima pemegang Kartu Prakerja,” tutur Hafez.
Jika dihitung secara kasar, total biaya pelatihan Kartu Prakerja bagi 5,6 juta calon penerima adalah Rp5,6 triliun. Dalam situasi banyak orang terancam penghidupannya, dana sebesar itu jauh lebih layak digunakan untuk meningkatkan jumlah penerima Kartu Prakerja ketimbang untuk membiayai perusahaan penyedia materi pelatihan.
Selain itu, jumlah insentif Kartu Prakerja yang dapat dibelanjakan untuk kebutuhan sehari-hari relatif kecil, hanya Rp600 ribu per bulan. Jumlah tersebut jauh dari kebutuhan di lapangan. Artinya, Kartu Prakerja harus dibarengi dengan program lain guna mengurangi beban pegiat seni. Misalnya, penghapusan atau pengurangan pajak, keringanan pembayaran tagihan listrik dan air, serta bantuan langsung dalam bentuk bahan kebutuhan pokok.
Koalisi Seni juga menilai Kartu Prakerja tidak akan dapat menjaring seluruh orang yang membutuhkan bantuan ekonomi di saat pandemi. Selain karena jumlah kartu ini terbatas, proses administrasi pendaftaran secara daring juga berpotensi menghalangi orang yang paling membutuhkan bantuan luput dari jangkauan. Guna mengisi kekosongan yang belum mampu dipenuhi Kartu Prakerja, pemerintah daerah harus bergerak membantu seniman terdampak COVID-19. Apalagi, pemerintah daerah juga lebih memiliki kemampuan mendeteksi para calon penerima bantuan karena wilayah kerjanya lebih dekat.
Salah satu pemerintah daerah yang telah memiliki inisiatif ini adalah Pemerintah Kota Malang. Insentif diberikan untuk masyarakat perekonomian rendah dan buruh harian, termasuk pekerja seni budaya dengan penghasilan harian dan/atau rendah. Sejauh ini, sudah terdata 500 seniman dan budayawan akan mendapat manfaat. Tiap penerima akan mendapat Rp300 ribu per bulan selama tiga bulan melalui rekening Bank Jawa Timur. Koalisi Seni berharap inisiatif Pemerintah Kota Malang tersebut menjadi inspirasi bagi pemerintah daerah lainnya.
Sementara itu, film adalah salah satu sektor seni yang paling terpukul akibat pandemi. Proses produksi film harus dihentikan, sedangkan penayangan film pun mandek karena bioskop ditutup untuk sementara. Padahal, industri perfilman tengah berada di fase nyaris lepas landas dan mulai memperoleh banyak investasi dalam jumlah besar.
Kemdikbud serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) sama-sama sedang mendata pekerja seni dan ekonomi kreatif yang terdampak pandemi. Kendala kedua inisiatif ini adalah ketiadaan data terpadu mengenai jumlah pekerja seni, termasuk perfilman, yang membutuhkan skema pelindungan sosial. Untuk mengatasi kebutuhan data ini, pemerintah dapat bekerja sama dengan Badan Perfilman Indonesia (BPI) yang merupakan perwujudan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan perfilman berdasarkan Undang-undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman.
Peneliti Kebijakan Seni Budaya Koalisi Seni, Eduard Lazarus, menyarankan upaya memastikan kesejahteraan pekerja industri film dibarengi bantuan skala besar lainnya. “Pada sisi produksi film, insentif yang dibutuhkan adalah sebisa mungkin menekan ongkos pengerjaan film sebelum rilis kembali. Kita bisa mencontoh langkah pemerintah Cina untuk mensubsidi industri perfilmannya setelah pandemi di negara tersebut reda. Provinsi Zhejiang, misalnya, memberi insentif sebesar 10 juta Yuan (sekitar Rp23 miliar) untuk sewa tempat, alat, serta akomodasi pekerja film; sedangkan Kota Xiangshan memotong ongkos sewa gedung, studio dan akomodasi hingga 50 persen, serta memberi diskon 10 hingga 20 persen untuk sewa alat, properti, kostum dan kendaraan,” paparnya.
Di sisi lain, lancarnya produksi perlu diimbangi dengan upaya memastikan ketahanan bioskop sebagai kanal penayangan utama film. Pemerintah pusat dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memberi keringanan retribusi untuk Pajak Bumi dan Bangunan bagi gedung bioskop, maupun kelonggaran sewa bangunan yang beroperasi dalam pusat perbelanjaan. Pemerintah juga dapat membantu memangkas pengeluaran utilitas bioskop, seperti biaya tagihan listrik.
Semoga pemerintah dapat segera membenahi kebijakan, agar pegiat seni melalui karya-karyanya bisa terus membantu masyarakat juga bertahan di tengah pandemi.
Silakan unduh siaran pers ini di sini.
Baca juga: