Jakarta – Pendidikan adalah salah satu unsur penting dalam ekosistem musik. Sebab, sistem pendidikan yang baik akan berkontribusi terhadap lancarnya ekosistem musik. Sebaliknya, musik dapat digunakan sebagai sarana jitu dalam edukasi. Maka, tak heran jika topik tersebut menjadi bahasan hangat dalam Konferensi Musik Indonesia 2018 yang berlangsung di Ambon. Salah satu rencana aksi hasil konferensi tersebut ialah mengarusutamakan musik dalam pendidikan nasional dan diplomasi budaya Indonesia. Tujuannya, untuk memperkaya bentuk-bentuk pemanfaatan musik sebagai ekspresi budaya, aset ekonomi, media perubahan sosial, dan pembentuk karakter bangsa.
Sementara itu, pada Januari 2019, pengguna media sosial di Indonesia tercatat tumbuh 13% menjadi 150 juta orang dalam waktu setahun. Artinya, kini 56% atau lebih dari separuh populasi nusantara aktif memakai media sosial. Sayangnya, meluasnya penetrasi media sosial dan pemakaian internet belum diiringi kemampuan berpikir kritis—termasuk di kalangan remaja, yang setidaknya 23 juta orang di antaranya getol bermedia sosial.
Untuk mendorong pendidikan yang menumbuhkan nalar kritis dan menggali kaitannya dengan musik, Kami Musik Indonesia (KAMI) bekerja sama dengan Koalisi Seni Indonesia menggelar diskusi publik bertema musik dan pendidikan. Acara bincang-bincang Ngobrol di Musik Bagus Day ini berlangsung pada Senin, 1 April 2019, di kawasan Cilandak, Jakarta. Pembicaranya adalah Najelaa Shihab, Erwin Gutawa, dan Andien Aisyah. Adapun anggota Koalisi Seni, Glenn Fredly, menjadi moderatornya.
“Musik menumbuhkan orang-orang yang memiliki apresiasi tinggi dan mampu berpikir kritis. Proses kreatif, proses memahami orang, nalar kritis, semuanya bisa dikembangkan oleh musik,” ujar Najelaa Shihab.
Sayangnya, musik masih dianggap sebagai mata pelajaran yang santai, padahal potensinya besar. Jumlah guru musik pun diperkirakan hanya sekitar 4 juta orang di Indonesia. Musik pun kerap dipertentangkan dengan mata pelajaran lain, seakan-akan ia mengganggu kegiatan akademik siswa.
Padahal, menurut pendiri Sekolah Cikal itu, anak-anak memiliki hingga 22 kali lipat kesempatan lebih baik untuk belajar sains kalau mereka juga belajar musik. Buktinya, para peneliti sains pemenang Nobel adalah orang-orang yang sempat mendapatkan pendidikan musik yang baik.
Erwin Gutawa sependapat dengan Najelaa. Ia mengatakan musik mendidik manusia bersikap kritis dan analitis, serta terlatih mendengarkan untuk memahami. Musik juga dapat mengajarkan nilai-nilai kehidupan seperti keseimbangan, berproses bersama, dan kolektivisme.
“Indonesia seharusnya bisa lebih menghargai seni dan budayanya, bagian dari jati diri bangsa yang memliki daya dobrak kuat. Tapi musik, seperti juga seni lainnya, masih menjadi sebatas kegiatan seremonial. Seharusnya musik sejajar dengan ilmu pengetahuan yang lainnya. Musik bisa membuat orang terampil, mahir secara motorik, juga imbang otak kanan dan kirinya,” tuturnya.
Andien menambahkan, musik juga membuat manusia dapat menghargai keberagaman. Musik dinilainya sebagai medium yang bagus untuk memahami perbedaan cara berpikir masyarakat. Ia percaya musik bukanlah semata urusan membuat lagu yang laku di pasar, tetapi perihal menyampaikan pesan kepada sesama manusia.
“Ada greater cause yang harus aku sampaikan sebagai misiku di dunia. Aku mengemas musik untuk menyampaikan nilai-nilai,” tuturnya.