/   Kabar Seni

Diskusi Diam-Diam Merugikan, Bongkar Seluk-Beluk Royalti Biar Gak Selalu Rugi”. Foto: Koalisi Seni/Amalia Ikhlasanti

Jakarta, Koalisi Seni baru saja menghelat rangkaian diskusi “Diam-Diam Merugikan, Bongkar Seluk-Beluk Royalti Biar Gak Selalu Rugi” di Earhouse pada 20 November 2023, Kios Ojo Keos pada 23 November 2023, dan Gudskul pada 18 Desember 2023.

Diskusi ini berangkat dari hasil kajian Koalisi Seni yang menyoroti belum mampunya kebijakan yang ada di Indonesia untuk melindungi musisi dalam industri musik digital dan bertujuan untuk berbagi informasi praktis tentang pengelolaan hak cipta.

Peneliti Koalisi Seni, Ratri Ninditya menekankan UU Hak Cipta memberi privilese besar pada pihak-pihak perantara. Sebaliknya, penghargaan terhadap pelaku pertunjukan dan pencipta lagu belum dijamin secara maksimal. Banyak sekali  ketentuan dalam UU Hak Cipta menggunakan rumusan “kecuali diperjanjikan lain”. Jadi, kalau kita tidak waspada ketika melakukan perjanjian dengan aktor industri lain, misalnya label rekaman atau penerbit musik, akan sangat mungkin kita kehilangan hak yang seharusnya kita dapatkan. 

Padahal, menurut Endah Widiastuti (musisi, pencipta lagu, pemilik Earhouse) “Seharusnya kita bisa memperlakukan musik kita sebagai aset. Karena kita tidak pernah tahu musik kita setelah sekian lama akan seperti apa value-nya. Baik itu secara ekonomi atau lainnya.”

Sementara itu Manajer Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay menceritakan tantangan ketika mengerjakan kajian adalah tercerai-berainya informasi di lapangan mengenai hak cipta musik. Tidak semua narasumber mau terbuka. Tujuan kami melakukan ini biar sama-sama tahu. Apakah ekosistem musik kita menguntungkan musisi? Atau memang ada segelintir pihak yang diuntungkan dari situasi yang serba membingungkan ini? 

Cholil Mahmud (musisi, pencipta lagu, pemilik Kios Ojo Keos) pun mengamini hal tersebut. “Kesulitan itu juga sepertinya dialami jurnalis sehingga informasi tentang hak cipta di media juga jarang diangkat, baru belakangan ini setelah ada kasus besar sorotan media ke sana jadi cukup banyak. ”

Sebagai musisi dan personil dari Lomba Sihir, Rahyan Noor sendiri mengakui dengan adanya keterbatasan informasi dan pengetahuan, akhirnya baru mempelajari tentang hak cipta musik ketika RUU Permusikan sedang naik. “Gue baru memahami ternyata ada hak yang seharusnya bisa kita klaim dari hasil kerja kita di luar manggung” ujarnya. Natasha Udu, sebagai sesama personil Lomba Sihir sekaligus mewakili label rekaman dan manajemen talent Sun Eater, juga menambahkan bahwa hal termudah yang bisa dilakukan musisi sebelum bekerja sama dengan label adalah mengetahui dulu peran kita sebagai apa,pencipta lagu, performer, produser? Karena dari situ kita bisa tahu dari kantong mana saja  kita bisa mendapatkan royalti.

Hasil penelitian Koalisi Seni dan panduan praktis untuk musisi dapat diunduh di bit.ly/hakciptamusikdigital.

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.

Keberlanjutan Pendanaan Kebudayaan dan Perlindungan Kebebasan Berekspresi