Kata “investasi” memang terlanjur lekat kaitannya dengan imbalan finansial. Dalam konteks ekonomi, investasi berarti pengeluaran hari ini yang akan mendatangkan keuntungan di masa depan. Namun sesungguhnya kegiatan investasi bisa diterapkan pada konteks yang lebih luas dari itu.
Berinvestasi dapat juga dilakukan dengan menyokong berbagai organisasi dari berbagai bidang untuk menggerakkan perubahan sosial. Konsep investasi sosial kini kian marak didengungkan oleh berbagai organisasi nirlaba maupun korporasi. Keuntungannya tidak dinikmati sendiri. Ada dampak baik yang akan menyebar dan mengakar di masyarakat.
Salah satu bidang yang dapat menjadi tujuan investasi adalah seni budaya. Hal ini menjadi topik perbincangan saat Koalisi Seni Indonesia meluncurkan buku Dampak Seni di Masyarakat pada Sabtu, 17 November 2018. Peluncuran buku ini merupakan bagian dari rangkaian acara FIFest (Indonesia Philanthropy Festival) 2018.
Mengeksplorasi Potensi Lokal
Meski seni budaya sudah menjadi bagian yang erat dengan kehidupan sehari-hari, namun fungsinya tak lebih dari hiburan atau hiasan. Dalam forum-forum tentang pembangunan, seni sebatas tampil sebagai pertunjukan pembuka atau pengiring saat rehat makan siang. Banyak yang lupa bahwa seni budaya yang dikembangkan dengan baik bisa berdampak besar pada kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Perbincangan siang itu di Philanthropy Stage, yang dipandu oleh moderator Budhita Kismadi, menampilkan dua komunitas yang kegiatannya telah membawa perubahan besar bagi daerah mereka. Keduanya adalah Komunitas Lembah Harau dari Sumatera Barat dan Jatiwangi Art Factory (JaF) dari Jawa Barat.
Roni ‘Keron’ Putra, mewakili Komunitas Lembah Harau, memaparkan bagaimana komunitasnya menggerakkan Nagari Harau dari sebuah desa yang digolongkan tertinggal hingga dapat menghasilkan pendapatan derah yang mandiri. Semua itu terwujud berkat diadakannya Festival Pasa Harau. Festival seni dan budaya ini sudah tiga kali diadakan. Sejak awal, pelaksanaannya dirancang berbasis pengembangan masyarakat, bukan anggaran daerah. Warga desa menjadi konseptor sekaligus pelaksana acara dengan bimbingan dari Komunitas Lembah Harau. Hasilnya, festival yang digelar selama tiga hari ini telah menembus rekor jumlah pengunjung 4.000 orang.
Di Jatiwangi, sebuah kecamatan di Majalengka, Jawa Barat, Arief Yudi Rahman menggagas JaF. Sepanjang 13 tahun terakhir, JaF mengajak warga untuk mengembangkan komoditas asli daerah, yakni genteng tanah liat, menjadi beragam karya seni budaya. JaF mengadakan Festival Video Desa, Festival Musik Keramik, hingga membuka Museum Kebudayaan Tanah. Semua kegiatan yang mayoritas didanai secara swadaya ini diadakan agar warga desa berbangga hati akan tanah liat sebagai ciri khas dan bagian sejarah daerah mereka.
Ada yang serupa tapi tak sama dari kedua komunitas tersebut. Keduanya memilih mengeksplorasi potensi lokal dan menguatkan nilai budayanya hingga bisa menjadi sumber nafkah. Menurut Arief, wilayah pencarian nafkah yang dikuatkan dan digembirakan dapat mengurangi potensi konflik di tengah masyarakat.
Seni Budaya Bagian dari Pembangunan
Baik Roni maupun Arief mengundang masyarakat luas untuk menjadi investor komunitas mereka. Di masa depan, Komunitas Lembah Harau berfokus untuk mengembangkan Bintang Harau, ruang pendidikan seni dan budaya untuk anak yang mereka prakarsai. Sedangkan, JaF memiliki visi mewujudkan Jatiwangi sebagai Kota Terakota, lengkap dengan universitas mereka sendiri.
Investasi tak hanya bisa ditanamkan lewat bantuan finansial, tapi juga berupa sarana, prasarana, hingga tenaga. Mereka pun sangat terbuka untuk berkolaborasi dengan lingkar komunitas maupun inisiatif filantropi dari korporasi di berbagai bidang.
Dua kelompok ini hanya sebagian dari 12 komunitas dan festival yang dibahas di dalam buku Dampak Seni di Masyarakat. Di lapangan, tentu ada lebih banyak lagi komunitas seni budaya yang berinteraksi dengan lingkungannya untuk menciptakan dampak-dampak baik lainnya.
Cerita-cerita komunitas yang ada di dalamnya bermaksud memulai percakapan tentang pentingnya berinvestasi pada seni dan budaya. Hingga, akhirnya, seni budaya bisa kembali pada tempatnya, yakni menjadi bagian tak terpisahkan dari rencana pembangunan bangsa dan negara.
Seperti investasi keuangan, hasil yang optimal dari investasi seni budaya juga dipengaruhi oleh rentang waktu. Hasilnya memang tidak instan, sehingga membutuhkan kesabaran dan dukungan yang besar dari berbagai pihak.