Jakarta – Pendataan yang memadai merupakan langkah awal penting agar ekosistem seni dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19. Sebab, data tersebut adalah dasar bagi pembuatan kebijakan seni yang tepat.
“Saat pandemi seperti ini, pembuatan kebijakan bagi sektor seni di Indonesia jadi lama karena ini negara yang besar dengan jumlah seniman banyak,” ujar Koordinator Advokasi Koalisi Seni, Hafez Gumay, dalam urun rembuk virtual Menjaga Nyala Seni Semasa Pandemi pada Senin, 6 April 2020.
Sebagai bagian dari advokasi kebijakannya, Koalisi Seni mengumpulkan data tentang acara seni yang batal atau ditunda melalui penelusuran di internet serta formulir di bit.ly/acarabatal. Data yang terkumpul per 3 April 2020 menunjukkan ada 181 acara seni batal atau tertunda akibat COVID-19. Ini tentu belum mencerminkan keseluruhan guncangan ekosistem seni gara-gara pandemi. Jika ada banyak serikat seniman, pendataan sangat mungkin bisa berlangsung lebih cepat. Sayangnya, di Indonesia belum banyak serikat seniman sehingga proses pendataan berlangsung secara parsial.
Farah Wardani, Direktur Jakarta Biennale, mengamini hal tersebut. “Kita sebagai pekerja seni harus membuktikan dengan angka, statistik, dan data agar bisa menjustifikasi pentingnya seni bagi para pemangku kepentingan,” tuturnya.
Sementara, seni adalah wilayah yang seringkali abstrak dan kualitatif. Data jadi penjembatan antara yang abstrak itu dengan hal konkret yang dibutuhkan pembuat kebijakan.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, mengakui pentingnya data semasa pandemi ini. “Pendataan penting untuk hal-hal yang tidak kita duga seperti sekarang,” ucapnya.
Pekan lalu, Direktorat Jenderal Kebudayaan (Ditjenbud) membuka pendataan pekerja seni terdampak melalui formulir daring di bit.ly/borangpsps. Hingga pagi ini, tercatat telah ada lebih dari 35.000 orang mengisi formulir tersebut. Data yang masuk menunjukkan sebelum pandemi lebih dari separuh pengisi formulir berpenghasilan di bawah Rp5 juta per bulan dari sektor seni.
Menurut Hilmar, Ditjenbud bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Tenaga Kerja (Kemennaker) akan membantu para pengisi formulir yang memenuhi kriteria tertentu. Mereka yang berpenghasilan di bawah Rp10 juta, tidak punya pekerjaan lain selain di bidang seni, sudah berkeluarga, serta bukan merupakan peserta Program Keluarga Harapan (PKH) bakal diikutkan dalam PKH. Jumlahnya kini mencapai 10.689 orang, atau 29% dari pengisi formulir. Sedangkan mereka dengan penghasilan di bawah Rp10 juta, tidak punya pekerjaan lain selain di bidang seni, belum berkeluarga, serta belum memiliki Kartu Pra-Kerja akan didaftarkan untuk mendapat Kartu Pra-Kerja. 8.367 orang yang mengisi formulir memenuhi kriteria tersebut.
“Angka ini masih terus bergerak, karena pendataan gelombang pertama masih dibuka sampai 8 April 2020. Skema yang sama juga akan digunakan pemerintah daerah, yang akan ikut dalam rapat koordinasi kami pada 9 April,” kata Hilmar.
Keterbatasan data juga diakui oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf). Staf Khusus Menteri Bidang Digital dan Industri Kreatif Kemenparekraf, Ricky Pesik, menyebutkan lembaganya pun harus melakukan pendataan pekerja pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak. “Masalahnya, kita tidak punya data terpusat, jadi semua tunggang langgang cari data saat ada corona,” ujarnya.
Ia mengatakan Kemenparekraf juga sedang mengatur ulang alokasi anggarannya tahun ini untuk memitigasi dampak COVID-19. Kementerian tersebut akan mengumumkan panggilan (open call) di website-nya bagi para pelaku sektor pariwisata dan ekonomi kreatif agar karya, konten, dan produk mereka dapat dibantu.
Namun, perlu diingat tak semua pekerja seni memiliki akses terhadap internet, sehingga pendataan tidak bisa mengandalkan formulir daring. Membantu sesama seniman agar mendapat akses bantuan juga jadi hal penting. Yuyun Sulastri, salah satu anggota Koalisi Seni, berbagi pengalamannya mendata seniman terdampak agar bisa mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Malang.
“Input data seniman lama karena harus offline. Kami juga harus verifikasi data satu per satu. Misal ada yang KTP-nya guru, tapi sekarang jadi pelatih karawitan. Kami harus memberikan argumen bahwa ia benar layak dapat bantuan,” tuturnya.
Menutup percakapan tersebut, Manajer Program Koalisi Seni, Retha Dungga berujar gotong royong dalam pendataan sangatlah perlu dilakukan. “Pemerintah sudah membuka bermacam akses, sekarang kita harus saling membantu. Kita yang akrab dengan teknologi informasi, mari coba membantu seniman yang tidak terlalu akrab dengannya,” ucapnya.
Urun rembuk ini adalah bagian dari advokasi kebijakan Koalisi Seni untuk ekosistem seni di tengah pandemi. Kabar terbaru tentang advokasi ini tercantum di laman koalisiseni.or.id/advokasi/seni-semasa-krisis, yang diperbarui secara berkala.
Unduh siaran pers ini di sini.
Rekaman urun rembuk virtual ini dapat disimak di video berikut: