/   Kabar Seni

Jakarta – Untuk memperingati Hari Musik Nasional yang jatuh tiap 9 Maret, Galeri Foto Jurnalistik Antara bekerja sama dengan Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan, Masyarakat Musik Merdeka, dan Koalisi Seni Indonesia menghelat temu wicara dan pertunjukan musik bertajuk “DEL AJE RUU Permusikan!”. Dipandu oleh moderator Dani Satrio, mantan editor-in-chief majalah Hai, temu wicara tersebut menghadirkan lima narasumber: musisi Kartika Jahja, penata musik Viky Sianipar, manajer grup musik Seringai Wendi Putranto, ahli hukum tata negara Bivitri Susanti, serta peneliti Koalisi Seni Indonesia Hafez Gumay.

Semrawut kasus RUU Permusikan tengah memasuki babak baru. Belum lama ini, badan Keahlian DPR merilis draf Rancangan Undang-undang Permusikan versi kedua tertanggal 20 Februari 2019. Draf tersebut, meski menghilangkan sejumlah pasal kontroversial seperti pasal 5 dan 50 yang mengancam kebebasan ekspresi dalam bermusik, justru menimbulkan sejumlah masalah baru, seperti pasal 54-57 yang mengatur pembentukan Dewan Musik. Di sisi lain, Anang Hermansyah sebagai pencetus RUU Permusikan menyatakan telah menarik RUU tersebut dari Badan Legislatif DPR.

Menanggapi perkembangan ini, Hafez Gumay dari Koalisi Seni Indonesia menjelaskan bahwa solusi sejumlah problem musik di Indonesia sebenarnya diatur oleh beberapa Undang-Undang yang berbeda. “Sebagai contoh, kebutuhan akan basis data karya musik sebenarnya sudah diakomodasi oleh UU Serah Simpan Karya Cetak Karya Rekam. Selain itu, ada juga UU Pemajuan Kebudayaan dan UU Hak Cipta,” ujarnya.

Senada dengan Hafez, Bivitri Susanti menyatakan ketimbang membuat peraturan baru, pembuat kebijakan perlu mengkaji kembali apakah peraturan yang ada sudah ditegakkan dengan baik. “Karenanya, musisi juga butuh untuk memastikan di ranah apa saja mereka butuh perlindungan hukum,” ucap Bivitri menambahkan.

Para pegiat dan penggiat musik pun sepakat untuk menolak rancangan draf kedua tersebut. “Menurut saya, sisi kreatifnya tidak usah diatur. Yang perlu diatur itu tata kelola industrinya,” ujar Viky Sianipar.

Selain itu, Wendi Putranto menyatakan Koalisi Nasional akan mengawal RUU tersebut hingga resmi dibatalkan. Ia pun menjelaskan inisiatif bersama pegiat musik membuat Musyawarah Musik Nasional untuk mendengarkan aspirasi sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan musik di seluruh Indonesia. Ia mengatakan, “Saat ini, RUU ini sangat Jakarta-sentris dan tidak mendengar suara dari daerah lain. Padahal kalau RUU ini lolos, yang akan kena dampaknya itu 250 juta warga Indonesia.”

Sebagai penutup, Kartika Jahja menekankan gerakan mengawal RUU Permusikan ini adalah tindakan politik yang benar. “Saya kurang suka dengan kesan bahwa gerakan menolak ini prematur. Sebaliknya, kita memiliki hak penuh untuk merespons draf RUU Permusikan ini karena DPR adalah perwakilan dari konstituennya, yakni warga negara, kita sendiri,” ujarnya.

Selain temu wicara, acara ini juga menampilkan pertunjukan musik dari Adrian Adioetomo, Norifumi Mikail, Nonaria, Ivan Nestorman, Zigi Zaga, Gugun Blues Shelter, Jason Ranti, Blackteeth, The Brandals, hingga Roadblock Dub Collective.

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.