Analisis Koalisi Seni menunjukan Dana Abadi Daerah bisa jadi sumber pendanaan alternatif bidang kebudayaan, namun banyak langkah harus ditempuh.
Jakarta – Kajian Koalisi Seni menemukan implementasi tahun pertama distribusi dana abadi kebudayaan melalui program Dana Indonesiana dilingkupi sejumlah tantangan. Di tingkat daerah, minimnya informasi dan layanan pendukung membuat pelaku seni budaya yang jauh dari Jakarta sulit mengakses dana tersebut. Dari 300 proposal yang lolos seleksi Dana Indonesiana pada 2022, 200 di antaranya masih berasal dari pulau Jawa.
“Perlu membuat sumber pendanaan lain di tingkat daerah,” ujar Ketua Pengurus Koalisi Seni, Kusen Alipah Hadi.
Kajian berjudul “Dana Abadi Daerah untuk Kebudayaan: Seberapa Mungkin Jadi Kenyataan?” disusun sebagai rekomendasi pembentukan dana abadi daerah untuk seni budaya yang diajukan Koalisi Seni untuk menjadi topik bahasan dalam Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI), pada Oktober 2023.
Koalisi Seni menilai anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk bidang kebudayaan teramat minim. Di Kota Pontianak misalnya, alokasi anggaran untuk Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2022 hanya 0,032% dari total APBD. Sementara di Kota Makassar, APBD yang dialokasikan untuk bidang kebudayaan pada tahun yang sama sebesar 0,48%.
Setali tiga uang, minimnya anggaran kebudayaan diperburuk dengan tata kelola informasi yang tidak transparan. Pelaku seni budaya di berbagai daerah jarang mengetahui bagaimana dana tersebut dapat diakses, siapa yang dapat mengakses, dan seberapa banyak yang telah dimanfaatkan. Sebagian pelaku seni menyebutkan tidak ada strategi pendanaan kebudayaan yang memadai di tingkat daerah. Kondisi ini memunculkan urgensi pendanaan lewat mekanisme lain yang lebih mendukung.
Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan berpedoman pada UU No. 1 Tahun 2022 yang memandatkan pembentukan dana abadi daerah. Selain karena tujuan pemanfaatannya yang harus berkaitan langsung dengan kemakmuran masyarakat, dana abadi daerah dapat menjadi potensi pemerintah setempat membentuk strategi pendanaan untuk seni budaya yang lebih kontekstual.
“Namun, harus menempuh banyak langkah untuk menuju ke sana, bahkan, Peraturan Pemerintah yang mengatur tata cara pembentukan dan pengelolaannya masih proses pengesahan” kata Koordinator Penelitian Koalisi Seni, Ratri Ninditya.
Adapun syarat utama pembentukan dana abadi daerah adalah memiliki kapasitas fiskal yang tinggi dan terpenuhinya pelayanan dasar. Pemenuhan tersebut mencakup pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, ketentraman, ketertiban umum dan pelindungan masyarakat, serta sosial. Sementara kebudayaan, diatur pemerintah sebagai urusan wajib non pelayanan dasar.
“Cita-cita dana abadi daerah untuk kebudayaan dilingkungi syarat berlapis. Yang pertama, pemerintah daerah perlu memastikan daerahnya memenuhi syarat untuk membentuk dana abadi daerah. Setelah hal tersebut terpenuhi, baru kita bisa memikirkan strategi agar urusan kebudayaan dapat diprioritaskan dalam pemanfaatan dana abadi daerah.” Ratri menjelaskan.