Diskusi Mengembangkan Dana Indonesiana Kongres Kebudayaan Indonesia 2023 digelar di Plaza Insan Berprestasi Gedung A Kemendikbudristek, 25 Oktober 2023. Foto: Koalisi Seni/Amalia Ikhlasanti.
Jakarta, Kongres Kebudayaan Indonesia 2023 yang diadakan di Kompleks Kemendikbudristek resmi ditutup pada Jumat, 27 Oktober lalu. Koalisi Seni sendiri turut mengisi tiga diskusi di Kongres Kebudayaan Indonesia (KKI) 2023 mengenai Dana Indonesiana, kebebasan berekspresi, dan dana abadi kebudayaan di tingkat daerah.
Diskusi pertama “Mengembangkan Dana Indonesiana” dimoderatori oleh Hafez Gumay (Manajer Advokasi Koalisi Seni) dengan narasumber Wisnu Sarjono Sunarso (Direktur Riset LPDP Kemenkeu), Linda Hoemar Abidin, (Dewan Pengarah Fasilitasi Bidang Kebudayaan), Alia Swastika (Jogja Biennale, Penerima Dana Indonesiana) dan Alex Sihar (Perwakilan Dana Indonesiana). Diskusi yang diselenggarakan Rabu, 25 Oktober tersebut membicarakan tantangan Dana Indonesiana selama setahun berjalan dan peluang seperti apa yang bisa dioptimalkan di masa yang akan datang. Alia Swastika menyatakan, “Dana Indonesiana memberi kami pengalaman untuk memperluas kuantitas dan dampak yang cukup besar dalam membuat karya dengan skala besar. Tapi masih butuh evaluasi cara kerja administrasi yang disesuaikan baik dari tim pelaksana Dana Indonesiana maupun Kemenkeu.” Harapannya, Dana Indonesiana bisa semakin dimaksimalkan agar dapat memfasilitasi komunitas dan organisasi dalam pemajuan kebudayaan Indonesia.
Diskusi kedua yang dilaksanakan Kamis, 26 Oktober bertajuk “Perlindungan terhadap Kebebasan Berekspresi”. Narasumber diskusi ini adalah Ratri Ninditya (Koordinator Peneliti Koalisi Seni), Trunoyudo Wisnu Andiko (Polda Metro Jaya), Agus Suntoro (BRIN), dan Anis Hidayah (Komnas HAM). Diskusi yang dimoderatori oleh Rinto Trihasworo ini membahas kondisi Kebebasan Berekspresi di Indonesia. Dari banyaknya kasus yang tercatat di kebebasanberkesenian.id, Ratri Ninditya mengajak para pelaku seni untuk meningkatkan kapasitas pendampingan hukum dan penanganan kasus. Agus Suntoro juga menambahkan “Terkait kebebasan berekspresi dari sisi pemerintahan sendiri kami memiliki SKB dan Rencana Pedoman MA yang diharapkan bisa menjadi pedoman Bersama.”
Diskusi ketiga yang bertajuk “Menggagas Dana Abadi Kebudayaan Daerah” ini dimoderatori oleh Aristofani Fahmi (Sekretaris Pengurus Koalisi Seni) dengan Kusen Alipah Hadi (Ketua Pengurus Koalisi Seni, Direktur Yayasan Umar Kayam) dan Dr. M. Tauhid Soleman, M.S.i (Wali Kota Ternate), Ernest Rakinaung (Analis Kebijakan Ahli Madya, Kemendagri), Gribig Darodjat (staf Pembiayaan dan Perekonomian Daerah, DJPK) sebagai narasumber. Diskusi yang diadakan pada Jumat, 27 Oktober tersebut mendorong agar dana abadi untuk kebudayaan dimasukkan dalam peraturan turunan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), meningkatkan porsi anggaran kebudayaan di daerah, dan menilik sumber pendanaan di luar SILPA. Selain itu, Kemendagri perlu membuat surat edaran kepada seluruh pemerintah daerah untuk menganggarkan kebudayaan secara pasti dalam APBD. Walikota Ternate, M. Tauhid Soleman memandang ide Dana Abadi Daerah sebagai solusi pendanaan bagi kota/kabupaten yang menginginkan kebudayaan sebagai core business, seperti kota Ternate. Beliau mengajukan diri menjadikan kotanya sebagai tempat purwarupa dana abadi kebudayaan daerah.
Dengan adanya tiga diskusi tersebut, keberlanjutan pendanaan kebudayaan dan pelindungan kebebasan berekspresi masuk dalam 10 gagasan Kongres Kebudayaan Indonesia 2023. Poin ke-10 yang menyatakan bahwa model APBN/D diselaraskan dengan kerangka kerja kebudayaan, termasuk sistem perpajakan dan insentif yang mendorong pemajuan kebudayaan. Sementara itu, dalam poin ke-3 tercantum bahwa kebebasan berekspresi membuka ruang yang nyaman dan aman, inovasi cara-cara baru. Lebih lanjut, kreativitas dianggap sebagai landasan pemajuan kebudayaan, yang perlu didukung oleh platform ekonomi budaya agar berkembang secara organik dan berkelanjutan.