/   Kabar Seni

Jakarta – Kontrak kerja adalah bagian penting dari keseharian musisi, namun masih banyak dari mereka yang belum paham soal dokumen tersebut. Maka, Kami Musik Indonesia (KAMI), inisiatif bersama Koalisi Seni dan Yayasan Ruma Beta, mengadakan bedah kontrak musisi sebagai rangkaian perayaan Hari Musik Nasional pada 9 Maret 2020.

“Musisi dan pihak lain dalam kontrak posisinya harus setara. Jangan sampai musisi ada di posisi yang dirugikan,” ujar advokat sekaligus musisi, Kadri Mohammad, pada awal diskusi.

Kadri adalah moderator bincang-bincang di Kedai Tjikini, M Bloc Space, tersebut. Adapun pembicaranya adalah Arry Syaff – juga pengacara dan musisi – serta Jeane Phialsa, penabuh drum sekaligus pengajar. Diskusi berfokus pada kontrak kerja bagi musisi hotel, restoran, dan kafe, serta kontrak kerja musisi untuk konser.

Dalam diskusi, Arry Syaff membahas kewajiban dan hak para pihak dalam kontrak kerja konser musik. Kewajiban utama musisi adalah menampilkan yang terbaik pada saat acara. Sedangkan kewajiban utama promotor adalah membayar musisi. Promotor juga wajib menyediakan tempat pertunjukan yang layak serta akomodasi dan transportasi bagi musisi. Selain itu, promotor wajib mempromosikan acara, menjual tiket, dan membayar premi asuransi kecelakaan kerja.

Saat konser, musisi adalah paling tahu lagu-lagu apa yang akan menarik perhatian para penonton. Namun, promotor perlu terlibat menggarap konsep kreatif konser. Maka, musisi perlu berkonsultasi dengan promotor mengenai susunan acara.

Selain itu, kontrak perlu pula mencantumkan hak terkait penampilan audio visual. Jeane Phialsa menceritakan pengalamannya sewaktu tampil dalam konser yang kemudian disiarkan ulang di televisi. Saat itu, ia baru menyadari bahwa adanya hak ekonomi dari video yang ditayangkan kembali tersebut. Musisi yang akrab disapa Alsa itu menyarankan musisi untuk menolak klausul kontrak yang menyatakan hak cipta menjadi milik penyelenggara acara.

“Karena itu efeknya jangka panjang. TV enak banget bisa re-run (menayangkan ulang) lagi, dapat uang dari situ, sedangkan kita cuma dapat pembayarannya satu kali. Jadi, kalau bisa hak terkait juga dicantumin di kontrak,” tuturnya.

Saat membahas kontrak kerja musisi hotel, restoran, dan kafe, Kadri menyatakan musisi perlu pula melek akan hak-haknya. Misal, hak atas gaji, tunjangan, dan asuransi kesehatan yang kini relatif sulit didapatkan. “Para pekerja kantoran bekerja 9 to 5, tapi para penyanyi kerja dari jam 9 malam sampai jam 2 pagi. Makanya harus ada perizinan perjanjian hak tertentu,” ucapnya.

Berdasarkan peraturan tenaga kerja, kata Kadri, pekerja yang mulai bekerja dari jam 11 malam hingga jam 7 pagi punya sejumlah hak. Mereka berhak diantar pulang, diberi makanan yang bergizi, dan lokasi toiletnya pun harus terjamin aman.

Di akhir diskusi, Alsa mengingatkan musisi agar jangan terburu-buru menandatangani kontrak. “Jangan pernah tanda tangan kontrak di tempat. Minta draft email dulu atau minta kontraknya dibawa pulang untuk dipelajari. Kontrak itu permainan kata, kalau ada satu atau dua kata nyelip saja akan sangat merugikan kita. Misalnya kalian kontrak lima tahun, ya sudah selama 5 tahun itu kalian akan merugi,” tuturnya. (Nadhira Safa, pemagang Sekretariat Koalisi Seni)

Simak notula lengkap bedah kontrak melalui tautan ini. Presentasi dan berkas terkait lainnya juga tersedia di bit.ly/harimusik2020.

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.