Harian Kompas halaman 5, 22 Juli 2021
Berikut versi panjang tulisan ini, yang dimuat di kompas.id pada 21 Juli 2021.
Oleh Sekar Gandhawangi
JAKARTA, KOMPAS — Masalah pembiayaan masih menjadi momok bagi pelaku seni di Indonesia untuk berkarya. Residensi dan hibah dana seni bisa menjadi solusi masalah tersebut sekaligus mengembangkan keterampilan seniman.
Hal itu mengemuka dalam diskusi daring ”Lika-liku Hibah dan Residensi Seni”, Rabu (21/7/2021). Pendiri dan Manager Program Komunitas Seni Lobo, Iin Ainar Lawide, mengatakan, hibah seni penting sebagai dana penyelenggaraan program seni atau untuk produksi karya seni. Umumnya hibah dana seni disertai juga dengan pendampingan dari mentor.
Sementara itu, residensi juga mengembangkan keterampilan seniman dengan menghubungkan mereka secara langsung dengan komunitas lokal suatu daerah. Sebagian biaya program residensi biasanya ditanggung pihak penyelenggara.
”Hibah dan residensi seni juga membantu seniman membuka jaringan yang lebih luas dan peluang. Ada banyak nilai positif dari itu,” kata Iin yang pernah mengikuti residensi seni di Jepang dan Malaysia.
Pengalaman residensi dan hibah seni juga membantu seniman memperkaya portofolio seni. Ia menambahkan, pengalaman tersebut membuatnya lebih memahami seni dan mendorongnya memiliki sikap dalam berkesenian.
Residensi dan hibah seni juga membantu mereka yang tidak punya latar belakang pendidikan seni untuk mendalami ilmu seni. Lebih lanjut, kedua program itu bermanfaat bagi komunitas seni yang tidak punya sarana pengembangan diri.
”Kami di Palu (Sulawesi Tengah) tidak punya institusi kesenian. Sarana dan sentra kesenian nyaris tidak ada setelah bencana tsunami pada 2018. Residensi seni menjadi penguatan bagi kami. Selama residensi, kami akan didampingi selama proses berkarya. Mentalitas (sebagai seniman) juga (ditempa),” kata Iin.
Ia mendorong agar seniman-seniman aktif mencari informasi residensi dan hibah seni, baik di dalam maupun luar negeri. Sejumlah hal pun perlu disiapkan untuk mendaftarkan diri, seperti menyiapkan surat motivasi, curriculum vitae atau CV, dan proposal program seni. Ia juga menyarankan untuk melakukan riset sebelum mendaftar, seperti mempelajari karya-karya penerima hibah atau residensi sebelumnya.
Inisiator platform Art Calls Indonesia, Marten Schmidt, mengatakan, platformnya mengumpulkan dan mengurasi informasi peluang berkesenian bagi seniman, termasuk informasi hibah dan residensi. Menurut dia, belum banyak platform yang menyediakan informasi serupa di Indonesia.
“Platform ini membantu mereka yang mau berkarya, tapi belum punya jaringan. Platform ini ke depan mau dikembangkan menjadi inkubator acara seni dengan pihak lain,” kata Marten.
Fasilitasi kebudayaan
Di sisi lain, tahun ini pemerintah menyediakan dana hibah untuk individu atau kelompok kebudayaan. Ini dilaksanakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan (FBK). Program ini berjalan sejak 2020.
FBK memberi pendanaan untuk tiga jenis kegiatan yang telah ditentukan. Ketiganya adalah dokumentasi karya atau pengetahuan maestro, penciptaan karya kreatif inovatif, dan pendayagunaan ruang publik. Adapun dana yang disiapkan tahun ini sebesar Rp 76 miliar.
FBK tahun ini memprioritaskan pegiat seni dari beberapa kelompok, seperti perempuan, penyandang disabilitas, pegiat dari daerah dengan indeks pembangunan kebudayaan di bawah rata-rata, serta wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T).
”Ada 128 proposal yang terpilih, tetapi ini belum berarti mereka menjadi penerima (dana hibah),” kata Pranata Humas Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud Ristek Darmawati (Kompas.id, 24/5/2021).
Editor: Aloysius Budi Kurniawan
Ilustrasi: Skitterphoto via Canva