/   Kabar Seni

Tak jarang, kita membaca berita soal seniman yang kehilangan kestabilan finansial setelah melewati masa keemasannya. Ini bukti seniman pun perlu memahami cara tepat dalam mengelola keuangannya. Sebagai upaya meningkatkan literasi finansial bagi seniman, Koalisi Seni mengadakan webinar bertajuk “Mengatur Keuangan Mulai Dari Mana?” pada Kamis, 29 September 2021, yang dilanjutkan dengan lokakarya “Yuk Cek Kesehatan Keuanganmu” pada Selasa, 12 Oktober 2021.

Acara yang dihadiri sekitar 35 orang Anggota Koalisi Seni ini diampu Nadia Harsya, seorang perencana keuangan tersertifikasi (Certified Financial Planner). Dalam webinar tersebut Nadia menegaskan mengatur keuangan tidak harus menunggu kaya. Keuangan perlu diatur dan dikelola karena kita memiliki kebutuhan dan keinginan tidak terbatas, namun kemampuan dan penghasilannya terbatas. 

Ketika seseorang mampu mengatur keuangan, ia dapat menghindari terjebak utang ketika kondisi darurat seperti pandemi. Mengatur keuangan juga cara mengupayakan terjaminnya dana pendidikan anak maupun kehidupan masa tua. Apalagi, ada inflasi yang terus menggerus nilai uang

“Mengatur rencana keuangan itu seperti membangun rumah, jadi harus dibangun dari pondasinya, yaitu arus kas yang sehat dan dana darurat. Kemudian, ada dinding penyangga yang terdiri dari dana pendidikan, dana pensiun, dan tujuan finansial usaha. Yang terakhir, bagian atap pelindung, yaitu berbagai macam jenis asuransi,” ucap Nadia. 

Lantas, dari mana kita perlu memulai mengatur keuangan? Mengatur keuangan bisa dimulai dari memeriksa kondisi finansial secara berkala dan mengatur arus kas yang sehat. Langkah selanjutnya adalah menabung dan melakukan investasi sesuai dengan tujuan yang telah dipilih. Kemudian, kita perlu bijak dalam mengambil utang dan jangan sampai terjebak pinjaman online alias pinjol. 

Agar pengaturan keuangan berjalan mulus, rasio keuangan sehat dapat menjadi panduan. Rasio keuangan sehat terdiri dari rasio menabung yang setidaknya 10% gaji, rasio cicilan utang maksimal 30% total gaji, dan rasio likuiditas minimal 3 kali pengeluaran bulanan.

Sementara itu, masalah arus kas biasanya disebabkan kita tidak mencatat pengeluaran dan tidak membagi pengeluaran sesuai dengan kategori, sehingga tak tahu ke mana uang mengalir. “Ada juga yang besar pasak daripada tiang. Belum tentu uang yang dikeluarkan itu untuk keperluan yang esensial, sebenarnya walaupun enggak beli juga enggak mati,” ujar Nadia. 

Untuk menanganinya, Nadia mengatakan ada dua pilihan: mengalihkan alokasi anggaran dari kategori pengeluaran lain, atau mencari penghasilan tambahan. 

Agar arus kas seniman yang berpenghasilan tidak tetap bisa tetap positif, Nadia menyarankan ada penganggaran pengeluaran tiap bulan, punyai minimal 2 rekening terpisah berupa 1 rekening penampung uang masuk (rekening “gentong”) dan 1 rekening operasional. Berikutnya, seniman bisa menerapkan sistem menggaji diri sendiri dari rekening gentong.

Pada lokakarya literasi keuangan, Nadia berbagi cara memeriksa kondisi keuangan alias financial check up menggunakan berkas (file) Excel yang ia siapkan. Peserta memasukkan data keuangannya ke dalam berkas yang telah dilengkapi sejumlah formula itu, lalu bisa langsung melihat “rapor” kesehatan keuangannya dari indikator rasio menabung, rasio cicilan utang, dan rasio likuiditasnya. Menurut Nadia, pemeriksaan ini idealnya dilakukan 1-2 kali tiap tahun, sehingga kita bisa memantau kesehatan keuangan dari waktu ke waktu. 

 

Bagian penting lainnya dalam manajemen finansial adalah menghitung tujuan finansial. Seniman harus mulai menabung dan melakukan investasi dengan tujuan, semisal persiapan dana darurat, dana pensiun, dana pendidikan, dan lain-lain sesuai dengan peta rencana hidupnya. 

Meski seniman lazimnya tidak mengenal masa pensiun, Nadia berpendapat seniman juga harus mempersiapkan masa tuanya dengan dana pensiun. Ketika usia seniman bertambah tua, idealnya ia bekerja di kesenian bukan lagi untuk menyambung hidup, melainkan untuk proses aktualisasi diri. Ia mengingatkan, “Seberapa pun akan cukup untuk hidup, tapi sebanyak apapun tidak akan cukup untuk gaya hidup.” (Diva Oktaviana)

Ilustrasi diolah dari Freepik.

Tulisan Terbaru

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.