/   Kabar Seni

Dari 61 Dewan Kesenian daerah di Indonesia, cuma 4 yang dipimpin perempuan. Ini cerminan belum setaranya perempuan dengan lelaki dalam banyak sektor, termasuk ekosistem seni. UU Pemajuan Kebudayaan, kalau serius diterapkan, sebetulnya bisa membantu mengatasinya. Hal ini dibahas bareng Peneliti Kebijakan Koalisi Seni, Rahma Safira S. (Afi), dan Co-founder Teater Satu, Imas Sobariah, pada 21 April 2021.

 

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Koalisi Seni (@koalisiseni)

Simak juga transkripnya di bawah ini, yang disusun oleh Margaret Megan.

Timestamp Transkrip
00:00-2:17 Bunga

Halo Selamat Hari Kartini! Selamat datang dalam obrolan Ruang Usik-usik: Mencari Perempuan di Dewan Kesenian. Saya Bunga Manggiasih dari Sekretariat Koalisi Seni akan memandu bincang kita untuk hari ini.

Sebelum kita ngobrol bareng, jangan lupa follow Koalisi Seni di Instagram, Twitter, dan juga Youtube. Nah, teman-teman tahu nggak kalau Kartini yang hari ini ulang tahun adalah juga seniman. Dia itu penulis dan pemikir andal ya, kita udah tau. Tapi dia juga sebetulnya pemantik, pelukis, dan juga peminat musik. Kartini dan adik-adiknya juga punya peran menghidupkan lagi seni kriya ukir dari Jepara yang saat itu mati suri. Waktu itu mereka mengirimkan karya pengukir Jepara ke pameran di Den Haag, Belanda tahun 1898. Selain itu Kartini dalam tulisannya juga menyebut seni mengemban tugas untuk menaikkan derajat dan peradaban rakyat. Jadi kalau kita ngomongin masalah seni pada Hari Kartini jelas nyambung banget.

Hari ini kita akan ngobrol bareng Rahma Safira, akrab dipanggil Afi, Peneliti Kebijakan Koalisi Seni. Juga Imas Sobariah. Mbak Imas ini salah satu pendiri Teater Satu Lampung dan salah satu anggota Koalisi Seni. Sambil menunggu Afi bergabung yah. Aku perkenalkan dulu soal Afi. Afi ini lulusan hukum UGM yang peduli pada isu-isu keadilan sosial. Rasa ingin taunya Afi akan relasi hukum dan kebijakan publik dalam mewujudkan ekosistem seni yang lebih baik menggugah Afi bergabung sebagai Peneliti di Koalisi Seni sejak Agustus 2020.

Halo Afi.

2:17-2:21 Afi

Halo Mbak.

2:21-2:22 Bunga

Lagi di mana nih?

2:22-2:24 Afi

Di rumah.

2:24-2:42 Bunga

Kita ngobrol-ngobrol ya. Sore-sore ngabuburit. Sembari menunggu buka puasa. Sebelum kita ngobrol lebih jauh nih. Pengen tahu dulu mungkin untuk teman-teman disini kenapa sih, Koalisi Seni menyoroti kepemimpinan perempuan di Dewan Kesenian daerah?

2:42-3:50 Afi

Iya. Jadi ini tuh sesuai dengan agenda kita Mbak untuk tahun 2021, di mana kita akan menyoroti perspektif gender di kebijakan kesenian di mana kita menyadari memang masih ada ketimpangan gender di ekosistem seni khususnya bagi perempuan di Indonesia. Padahal seperti kita ketahui, kebebasan berkesenian itu kan hak setiap warga negara. Terlepas dari gender mereka. Lalu juga dari temuan Koalisi Seni sendiri secara khusus itu ada dari 61 Dewan Kesenian, ada 4 Dewan Kesenian di tingkat Kabupaten, Kota, dan Provinsi atau sekitar 6.5% yang hanya diketuai oleh perempuan, Mbak. Jadi memang persentasenya kecil sekali gitu. Adapun perempuan yang menjabat sebagai ketua ini, tidak memiliki latar belakang seni. Hanya seperti istri Gubernur atau juga mantan Sekretaris Daerah atau juga pernah berkecimpung di bidang Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga gitu. Jadi memang belum ada posisi yang secara signifikan untuk perempuan di Dewan Kesenian.

3:50-4:12 Bunga

Teman-teman kalau nanti ingin bertanya bisa tap icon tanda tanya yang ada di sudut kanan bawah ya. Sekarang aku dulu yang tanya-tanya tapi sama Afi.

Nah, Afi sebetulnya menurut Koalisi Seni, menurut kamu juga gitu ya. Kenapa sih penting ada perempuan jadi pemimpin Dewan Kesenian daerah? Emang kalau laki-laki kenapa?

4:12-4:37 Afi

Menurut aku penting perempuan untuk ada di posisi Dewan Kesenian daerah karena untuk mengarusutamakan program-program dengan perspektif gender dan perspektif perempuan, Mbak di Dewan Kesenian itu. Supaya nanti juga program-programnya lebih berpihak kepada perempuan dan juga lebih responsif dalam menangani masalah-masalah yang dialami oleh perempuan. Khususnya dalam bidang seni gitu.

4:37-4:46 Bunga

Iya ya kalau misalnya cuman laki-laki aja gitu yang jadi pemimpin, apakah mereka tidak bisa membantu hal yang sama ni?

4:46-4:58 Afi

Menurutku bukan tidak bisa membantu hal yang sama. Cuma untuk menaikkan program-program dengan perspektif perempuan sebagai arus utama di Dewan Kesenian daerah, Mbak.

4:58-5:20 Bunga

Iya. Dalam tulisan Afi yang udah ada di website kita di koalisiseni.or.id. Afi sempat nulis ni ya soal macem-macem yaitu Pemilihan Pimpinan Dewan Kesenian daerah. Emang ada apa aja sih? Lalu apa pengaruhnya terhadap ada atau tidaknya perempuan sebagai orang no 1 di Dewan Kesenian daerah?

5:20-5:39 Afi

Iya. Jadi dari hasil riset kita, kita mengelompokkan ada 3 metode pemilihan Dewan Kesenian daerah begitu.

5:39-5:47 Bunga

Gimana nih 3 metodenya?

5:47-8:55 Afi

Jadi kalau kita akhirnya mengelompokkan ada 3 metode pemilihan pimpinan Dewan Kesenian daerah, Mbak. Yang pertama itu adalah pengusulan dan seleksinya itu dari akademi. Ini tuh dilakukan di Dewan Kesenian Lampung di mana Dewan Kesenian Lampung itu kan satu perangkat dengan Akademi Lampung. Jadi dalam Dewan Kesenian Lampung, kandidat pengurus kesehariannya itu, termasuk juga ketua umum diajukan oleh Akademi Lampung. Dan juga ini tuh figur yang bisa dipilih adalah figur pengurus lama maupun pengurus baru. Namun menurut penelitian kami, metode pemilihan ini berpengaruh Mbak, terhadap keterlibatan perempuan di DKL. Karena nyatanya ketika proses musyawarah yang dihadiri itu hanya dihadiri oleh figur laki-laki akan lebih banyak juga figur laki-laki yang terpilih atau dicantumkan namanya untuk pemungutan suara secara voting. Lalu juga kami melihat, kalau di Lampung itu kental sekali motif politisnya di mana ada beberapa figur Ibu Gubernur yang menjadi Ketua Dewan Kesenian daerah untuk beberapa kali. Dengan harapan kalau mendekati Ibu Gubernur itu nanti kucuran dananya akan lebih mudah gitu. Padahal sepertinya tidak juga.

Lalu kalau yang kedua itu ada seleksi Pengurus Harian melalui musyawarah daerah tahunan. Itu seperti biasa ada pemilihan Ketua Pengurus Harian di Dewan Kesenian, ini digunakan di Dewan Kesenian Jakarta. Di mana dalam forum Rapat Pleno, anggota Dewan Kesenian Jakarta bisa mencalonkan diri atau dicalonkan gitu Mbak, untuk menjadi Ketua Pengurus Harian atau juga Ketua Komite. 6 Komite di Dewan Kesenian Jakarta. Lalu kemudian dari situ baru di voting. Namun kalau yang kita lihat dari dinamika di DKJ itu secara struktural peran perempuan memang sudah cukup signifikan. Sudah cukup seimbang begitu, proporsi antara laki-laki dan perempuan sudah cukup seimbang. Tapi dalam historisnya figur perempuan yang menjabat sebagai Ketua Umum di DKJ itu masih minim. Contohnya ada Ratna Sarumpaet. Beliau pernah menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta pada 2003-2006. Terus kita juga menemukan yang unik, kalau di Dewan Kesenian Jakarta karena sifatnya yang kolegial di mana tidak ada mekanisme performance appraisal untuk para Pengurus Harian-nya ini tuh memicu rendahnya minat untuk mengisi posisi-posisi strategis di Dewan Kesenian.

Lalu kalau yang terakhir ada metode penunjukan, Mbak. Metode Penunjukan Kepala Daerah di Dewan Kesenian daerah tersebut. Kami menemukan ini contohnya ada di Dewan Kesenian Kota Lubuklinggau. Di mana kalau di Dewan Kesenian Kota Lubuklinggau baru saja terpilih 2019 kemarin, istri Gubernur juga dan ini lagi-lagi mirip dengan metode yang pertama, kental dengan motif politis. Dan juga ada peluang figur yang sama untuk ditunjuk lagi gitu.

8:55-8:59 Bunga

Ya. Jadi ada 3 itu ya. Metodenya ya.

8:59-9.00 Afi

Ya.

9.00-9.20 Bunga

Kalau dilihat nih dari DKJ dan Dewan Kesenian Jakarta yang kebetulan sebetulnya anggota Koalisi Seni juga ya dan Dewan Kesenian Lampung. Ketika aksi ngobrol sama mereka, lalu menemukan apa sih bedanya perspektif gender di dua lembaga Dewan Kesenian ini.

9:20-10.53 Afi

Kalau aku melihatnya perbedaannya di antara dua organisasi itu adalah penempatan perspektif gender dalam program-programnya gitu Mbak. Kalau di Dewan Kesenian Lampung, perspektif gendernya itu ditempatkan pada kontribusi dan partisipasi perempuan dalam program-program mereka baik itu perempuan dengan profesi seniman atau juga non-seniman. Mereka beranggapan kalau justru ibu rumah tangga begitu atau ibu-ibu wanita dengan profesi lain itu bisa berkontribusi untuk meningkatkan apresiasi seni kepada masyarakat. Jadi secara langsung disisipkannya kalau di Dewan Kesenian Lampung.

Sedangkan di Dewan Kesenian Jakarta karena mereka memposisikan sebagai platform yang melayani kepentingan komunitas seni di Jakarta, sehingga fokusnya itu ada di eksperimentasi artistik, mereka cenderung untuk tidak mengarusutamakan program dengan perspektif gender melainkan tergantung pada perspektif pemimpin Dewan Kesenian Jakarta saat itu, gitu Mbak. Misalnya saat masa kepemimpinan Ratna Sarumpaet, itu pernah ada Women Playwrights Conference. Lalu untuk Mas Irawan Karseno, itu pernah ada Proyek Seni Perupa Perempuan gitu. Jadi berbeda-beda tergantung kepemimpinan siapa yang memimpin di DKJ, gitu Mbak.

10:53-11:04 Bunga

Iya. Untuk penulisan kemarin, kalau boleh tahu nih behind the scenenya Afi sempat ngobrol sama siapa aja sih? Untuk cari-cari info itu.

11:04-11:23 Afi

Oh iya. Aku sempet ngobrol dengan Mbak Imas, pengurus Akademi Lampung untuk periode 2020-2024. Lalu sempat nanya-nanya juga dengan Mbak Helly Minarti, beliau mantan Struktur Program di DKJ, gitu Mbak.

11:23-11:31 Bunga

Terus kamu ngumpulin dapet data 61 pimpinan Dewan Kesenian daerah tuh gimana caranya?

11:31-11:44 Afi

Itu kita bareng-bareng sama Regu Riset sih Mbak waktu itu. Juga ada nanya-nanya dari sumber juga atau dari internet gitu. Kayak dari berita-berita kita kumpulkan kita masukin ke satu database.

11:44-11:50 Bunga

61 itu udah semua yang ada di Indonesia ya.

11:50-11:55 Afi

Iya. Tapi mungkin masih ada sedikit yang belum tercover kayaknya Mbak.

11:55-12:03 Bunga

Oke. Kalau boleh tahu dari 61, itu 4 yang pimpinannya perempuan tuh Dewan Kesenian mana aja ya?

12:03-12:25 Afi

Bentar Mbak. Kalau nggak salah itu ada di Dewan Kesenian Sulawesi Utara, Papua, dan dua daerah lagi apa ya. Aku lupa. Sebentar. Kayaknya di ini deh Sumatera juga ada deh Mbak.

12:25-12:26 Bunga

Sama Lubuklinggau itu ya.

12:26-12:30 Afi

Sama Lubuklinggau itu bener.

12:30-12:46 Bunga

Oke. Nah, dari kalau boleh tahu refleksi personal ya dari Afi gitu setelah proses nulis dan akhirnya diunggah gitu ya. Udah sempet dikutip beberapa media juga, gimana nih refleksi kamu?

12:46-13:24 Afi

Refleksi aku khususnya untuk keterlibatan perempuan dalam posisi pengambil keputusan ya Mbak. Kalau aku merasanya dari diri perempuan sendiri harus mempunyai kesadaran bahwa kita sebagai perempuan juga bisa punya signifikansi loh dalam posisi-posisi kepemimpinan. Meskipun secara nature kita perempuan ada kewajiban lain, ada banyak prioritas yang harus diprioritaskan terutama ketika nanti sudah berkeluarga. Tapi itu bukan jadi alasan untuk menghindari kita atau membatasi kita dalam berkontribusi khususnya dalam posisi pengambil keputusan.

13:24-13:54 Bunga

Di akhir tulisannya Afi itu tuh sempat dituliskan ya bahwa kalau misalnya mau memperbaiki mungkin harus ditelisik dulu. Apakah orang yang memegang posisinya di Dewan Kesenian atau tata kelolanya nih yang mau diubah dulu? Menurutmu dari dua hal itu memang apa sih yang perlu diperbaiki supaya bisa lebih banyak perempuan yang hadir di posisi pimpinan.

13:54-14:21 Afi

Kalau menurutku pertama harus dimulai dari diri kitanya sendiri dulu gitu sebagai seniman perempuan. Untuk pertama kita membangun kesadaran dulu bahwa peran kita bisa signifikan lalu juga peran kita bisa mendukung program yang lebih berpihak pada seniman perempuan. Baru kita bersama-sama untuk mendorong gulir wacana evaluasi terhadap tata kelola struktural Dewan Kesenian itu sendiri, gitu Mbak.

14:21-15:36 Bunga

Oke. Nah, Afi nih udah hari-hari terakhir sebagai Peneliti Kebijakan ya. Jadi ini exitnya dengan ada satu karya yang moga-moga berguna untuk kita memperbaiki ekosistem seni gitu.

Ini aku sambil sekalian ngundang Mbak Imas juga deh. Nah, ini pesan sponsor. Kalau misalnya teman-teman yang lagi liat Instagram Live ini atau follow Koalisi Seni mau tahu nih gimana caranya mendukung ekosistem seni dan juga kerja-kerja Koalisi Seni, bisa banget langsung ke koalisiseni.or.id/dukung. Ada banyak cara untuk bisa mendukung ekosistem seni, salah satunya dengan mendukung Koalisi Seni gitu ya. Kalau mau donasi bisa langsung scan QR code di halaman itu.

Nah, ini udah ada Mbak Imas.

Afi makasih banyak mungkin sekarang aku ngobrol sama Mbak Imas dulu kali ya. Jadi kalau Afi mau leave silahkan. Makasih banyak ya Afi untuk ceritanya.

15:36-15:38 Afi

Sama-sama Mbak Bunga.

15.38-15:40 Bunga

Oke. Halo Mbak Imas.

15:40-15:44 Imas

Halo. Kedengeran?

15:44-15:46 Bunga

Kedengeran. Jelas.

15:46-15:47 Imas

Terdengar?

15:47-15:56 Bunga

Iya. Sinyalnya di Lampung lumayan oke lah ya. nggak terlalu jauh dari Jakarta

15:56-16:08 Imas

Soalnya rumah saya tinggi. Maksudnya di ketinggian jadi mungkin sinyalnya lebih oke kali ya. Deket ke langit soalnya. Lebih dekat ke langit.

16:08-17:.04 Bunga

Iya. Lebih deket ke langit. Lebih deket ke ilahi.

Oke. Aku perkenalkan dulu nih Mbak Imas untuk teman-teman kita yang hadir bersama kita di Instagram Live. Jadi Mbak Imas ini adalah pegiat teater yang cukup kawakan ya di Indonesia. Juga menjabat Pamong Budaya Taman Budaya Provinsi Lampung. Mbak Imas ini lulusan Sekolah Tinggi Seni Indonesia Bandung. Sempat jadi Unit Managernya Arifin C. Noor dulu ya. Kemudian bersama suaminya Mbak Imas Mas Iswandi Pratama mendirikan Teater Satu di Lampung. Topinya Mbak Imas ini di teater banyak banget nih kayaknya. Jadi sutradara, aktor, penulis naskah, penata kostum, juga manager. Luar biasa ya Mbak Imas.

Nah, aku ingin memulai dengan tanya ke Mbak Imas, kalau di ekosistem seni di Lampung gitu seperti apa sih posisi perempuan di dalam?

17:04-18:00 Imas

Oke. Kalau saya lihat posisi perempuan di Lampung tuh kalau pelaku seni atau seniman perempuan itu banyak. Banyak ya. Tetapi yang menduduki posisi yang strategis ini yang tidak banyak. Jadi kebanyakan memang pelaku ekosistem yang menduduki posisi penting di kesenian itu belum, belum banyak gitu. Ada juga misalnya sekarang banyak grup-grup seni yang diketuai oleh perempuan. Tapi mungkin posisi strategis untuk kelompoknya. Tetapi diluar kelompoknya itu masih sedikit yang mempunyai posisi yang strategis untuk misalnya apa ya memangku kebijakan yang lebih luas itu masih belum banyak gitu.

18:00-18:07 Bunga

Posisi strategis yang dimaksud Mbak Imas tuh apa sih? Kalau misalnya perempuan bisa lebih strategis di luar kelompok seninya tuh sebagai apa nih?

18:07-18:52 Iya. Posisi strategis tuh misalnya ya contohnya tadi kan menjadi Ketua Dewan Kesenian. Itu kan posisinya strategis gitu ya. Karena bisa mengkoordinir banyak orang, mengambil tindakan, terus memutuskan sesuatu gitu. Nah ini hal-hal yang ini yang belum banyak. Karena memang mayoritas di Lampung ini, perempuan masih jadi pelaku saja. Misalnya ya jadi penari saja atau pemain kalau di teater ya pemain teater aja pegang kostum dan ya hal-hal yang tidak mengambil bisa mengambil kebijakan yang lebih luas. Gitu Mbak Bunga.
18:52-18:58 Bunga

Iya. Kemarin ngobrolnya cukup intensif ya sama Afi.

18:58-19:00 Imas

Iya betul.

19:00-19:17 Bunga

Nah ternyata tapi sebetulnya Dewan Kesenian Lampung cukup unik dibandingkan Dewan Kesenian lainnya yang hampir semuanya selalu dipimpin oleh laki-laki ya. DKL beberapa kali dipimpin oleh perempuan tapi semuanya istri Gubernur ya Mbak Imas.

19:17-19:20 Imas

Yang satu istri. Yang satu adalah kakak Gubernur.

19:20-19:22 Bunga

Oh kakak Gubernur ya.

19:22-19:26 Imas

Yang satunya kakak Gubernur. Yang sebelumnya. Yang selanjutnya adalah istri Gubernur gitu.

19:26-19:43 Bunga

Oh baik. Nah boleh cerita nggak kenapa sih mereka yang terpilih? Lalu apa plus dan minusnya ada perempuan di posisi ketua Dewan Kesenian Lampung yang adalah relasi dekatnya Gubernur Lampung.

19:43-23:49 Imas

Ya. Saya kebetulan memberikan suara langsung, ikut ke dalam musyawarah ya waktu itu. Saya sempat diundang kalau nggak salah tapi tak bisa karena sedang ada di luar provinsi. Saya melihatnya agak bias. Agak biasnya pertama adalah apakah dengan ditunjuknya itu bahwa menunjukkan di Dewan Kesenian Lampung mengakui adanya kesetaraan gender. Dengan dipilihnya sosok perempuan menjadi ketua.

Yang kedua adalah itu secara orang tahu semua misalnya ada di posisi kekuasaan. Kekuasaan karena misalnya istrinya Gubernur atau siapanya Gubernur yang orang dekat dengan Gubernur. Tapi sebenarnya kalau menurut saya itu memang harus capable. Gimana pun syaratnya, pemimpin itu capable. Mau laki mau perempuan sama saja. Misalnya kalau perempuan kalau tidak capable harusnya mempersiapkan diri dulu untuk menjadi ketua dan tentunya diberi kesempatan. Dia siap tapi tidak diberi peluang kesempatan, tidak bisa juga. Bisa. Untuk ya itu kita mempersiapkan dan bisa meyakinkan diri dan orang lain tentunya.

Nah tapi sisi lain saya melihat ketika pada waktu, ini sebagai orang luar diluar pengurus ya. Tapi saya sebagai seniman yang ada di Provinsi Lampung memang ada capaian. Capaiannya itu misalnya saya udah pernah mengobrol ngobrol juga dengan pengurus. Seberapa pengaruhnya ketika misalnya ada diletakan istri Gubernur atau keluarganya Gubernur di situ. Saya tanya-tanya kalau segi anggaran memang mungkin standarnya standar disini ya. Tidak bisa dibandingkan dengan DKJ. DKJ kan udah wah besar sekali kayaknya atau Dewan Kesenian yang lain mungkin saya kurang tau. Tapi dengar-dengar memang banyak yang sangat besar jauh dibanding di Lampung. Tetapi pada saat itu ada kenaikan walaupun mungkin tidak terlalu signifikan secara anggaran. Terus juga ketika Ibu Syafariah yang pertama itu kan 2 periode ya. Itu ada terbangunnya gedung Dewan Kesenian yang memang waktu itu belum selesai benar. Tapi begitu Ibu Gubernur, Ibu Yustin menjabat Ketua Umum itu direnovasi. Ada gedungnya. Ada tapak perjuangannya ya. Mungkin tingkat negosiasinya kan mungkin agak berbeda dibanding dengan teman-teman yang lain. Mungkin ya. Karena saya tidak tahu persis di dalamnya karena saya belum pernah bergabung di kepengurusan kecuali yang tahun 2020 sebagai salah seorang dari Akademi Lampung.

Itu memang apa salahnya juga misalnya kalau memang sebagai pemimpin cakap. Cakap dalam kerja sebagai ketua. Nah ini yang memang masalah kepemimpinan itu capable itu nomor utama. Nomor utama. Memang harus juga kita dorong, kita dorong bagaimana ekosistem kesenian di Lampung menjadi bertumbuh kualitasnya semakin baik.

23:49-24:02 Bunga

Kalau secara programnya ada yang terasa berbeda nggak ketika pimpinan Dewan Kesenian ini perempuan atau laki-laki? Atau sebetulnya tidak terasa ada perbedaan?

24:02-24:42 Imas

Seingat saya ketika melihat perkembangan dari Dewan Kesenian Lampung itu kalau program masih umum. Cuman sekali yang saya pernah liat itu ada misalnya program perupa perempuan. Tapi tahunnya saya lupa, sudah lama. Tapi saya lihat programnya ya masih umum saja gitu. Ya itu yang perlu didorong ke arah situ. Kalau programnya belum signifikan sih menurut saya.

24:42-24:56 Bunga

Saya dengar dan baca ya di tulisannya Afi, juga sempat ada program dari DKL yang menyasar ke ibu-ibu rumah tangga nih Mbak Imas masih ingat nggak ini ceritanya gimana nih? Kok ibu rumah tangga dilibatkan?

24:56-26:59 Imas

Oh ya itu strategi ini aja strategi bagaimana melibatkan perempuan lebih jauh sebenarnya. Karena kalau liat dari program itu kan belum tercover. Program-programnya saya lihat masih umum yang 2020 yang sekarang ini juga saya lihat programnya belum tercover. Masih yang umum gitu. Program-program umum setiap komite. Jadi ya otomatis kita belum bisa menjadi gerakan tetapi masih himbauan. Ini yang harus mungkin didorong dari himbauan menjadi gerakan. Kita harus ujung-ujungnya memasang strategi bagaimana ini mengarah kesana. Ada kesetaraan gender apa lagi nanti di Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan sedang digodok ya tentang keterlibatan kesetaraan seniman perempuan disitu. Ini ya strateginya itu. Kalau pun misalnya programnya masih umum, belum mengarah ke yang khusus spesifik. Itu program-program perempuan. Dari segi yang lain dicover dari segi yang lain misalnya dari apresian yang harus kita bangun. Yang bisa langsung ibu rumah tangga pun dilibatkan. Bukan hanya seniman perempuan tapi ada keterlibatan yang penting sebenarnya keterlibatan juga. Jadi hadir program-program ini di dalam domestik kita. Karena seorang ibu itu akan menularkan bagaimana pengetahuannya pengalamannya kepada anak. Walaupun di sisi lain, anak sudah punya dunianya sendiri ya. Tapi tidak ada salahnya kita coba strategi ini untuk mendorong ekosistem yang lebih baik. Bahkan mungkin menyasar ke domestik, tidak hanya di lingkungan tertentu saja. Saya pikir kalau dicoba kita akan lihat nanti seperti apa hasilnya.

26:59-27:11 Bunga

Kalau tadi Mbak Imas sebut ibu yang akan menurunkan apresiasi atau semangat budaya ke anak. Kalau bapaknya gimana? Emang tidak bisa menurunkan ke anaknya?

27:11-28:50 Imas

Nah bapak juga harus. Sebenernya ibu dan bapak ini harus sama-sama karena percuma kalau kita menyasar ibunya saja bapaknya tidak. Tetapi kalau bapak-bapak ya secara apresiasi mungkin kalau saya liat penonton ya itu banyak juga. Bapak yang di luar seniman.

Tapi ibu kan, anak lebih dekat dengan ibunya karena anak itu di bawah asuhan ibu lebih banyak daripada bapak. Walaupun ibu yang sedang bekerja. Ibu yang bekerja bukan hanya ibu rumah tangga saja tapi jelas ibu kekinian ibu yang bekerja itu agak lebih berat. Karena mengejar karirnya eksistensinya juga mengurusi dunia domestiknya juga nggak bisa karena sudah naluri juga ya, kita untuk mengopeni biasanya. Mengopeni nggak bisa. Kalau liat kasat mata kita. Kayak pribadi mungkin. Tak bisa saya bagus di karir tapi acak-acakan di dalem. Ini management yang nggak bener juga gitu.

Nah untuk itu harus ada pelibatan juga dengan bapaknya untuk mengapresiasi ini. nggak bisa ibunya saja. Kalau ibunya sudah lumayan apresiasinya, pengetahuannya untuk mengajak anaknya berapresiasi tentang seni budaya kita tapi bapaknya engga juga sepertinya kita melawan angin juga. Itu agak akan ada pergesekan yang lumayan besar dan menimbulkan konflik juga. Jadi saya harus semua terlibat.

28:50-29:28 Bunga

Betul betul. Bagaimanapun karena kita masih terkonstruksi untuk perempuan masih lebih banyak mengurusnya hal domestik, jadi memang bebannya jadi berlipat-lipat ya. Apalagi kalau jadi pemimpin strategis di lembaga-lembaga seni budaya. Kalau kita kembali ke DKL juga Dewan Kesenian lainnya di daerah. Menurut Mbak Imas nih, gimana kita bisa membantu supaya perempuan bisa masuk dan juga memimpin gitu ya Dewan-Dewan Kesenian ini?

29:28-30:43 Imas

Kalau menurut saya pertama adalah dari diri kita yang perempuan ini, itu mempersiapkan diri bagaimana syarat menjadi pemimpin. Juga di bidang apa kita memimpin. Jadi memang harus siap. Setelah siap, pengetahuannya cukup, kita harus bisa meyakinkan diri kita supaya bisa meyakinkan orang lain. Selain itu kita nggak bisa juga, kita sudah yakin segala macem tapi yang laki-laki nggak terbuka mindsetnya kepada kesetaraan gender ini. Juga laki-laki tuh harus dibuka mindsetnya bahwa harus mengakui bahwa kita semua punya hak yang sama di dunia ini untuk bereksistensi, berkarya, menjadi pemimpin siapapun asal capable. Itu syaratnya kan capable. Laki-laki juga kalau nggak capable nggak bisa juga. Jadi memang harus dua arah itu sama. Dari diri kita yang perempuan juga yang laki-laki juga harus dilibatkan. Harus juga buka matanya bahwa ada juga perempuan yang sudah siap menjadi misalnya pemimpin. Bisa jadi ketua apapun di bidangnya.

30:43-31:04 Bunga

Jadi dari dua sisi ya. Si perempuannya lalu lelaki juga barangkali juga kebijakan ada kebijakan yang lebih mendorong perempuan ya. Yang moga-moga nanti Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan bener bener diterapkan gitu bisa ikut.

31:04-31:12 Imas

Dari pemerintah itu juga harus ditekan dari pemerintah. nggak bisa kalau menunggu kesadaran per individu itu juga agak sulit juga. Jadi memang dari semua sisi harus mendukung. Termasuk yang Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan. Itu setuju banget.

31:12-31:51 Bunga

Ini ya kalau kita bermimpi, bercita-cita. Misalnya dalam keadaan yang ideal dan kemudian DKL dipimpin perempuan atau banyak pembuat Kebijakan Seni Budaya Lampung itu adalah perempuan. Kalau menurut Mbak Imas, program apa sih yang bakal keren banget kalau ada untuk mendorong perempuan seniman di Lampung makin keren makin seru?

31:51-33:09 Imas

Ya kalau menurut saya program-programnya banyak ya. Maksudnya bukan hanya bahwa misalnya seni contoh teater dan perempuan misalnya atau seni-seni yang lain dan perempuan tapi mesti juga dibangun misalnya capacity buildingnya. Bagaimana mengelola karena kalau kemampuan hanya skill di dalam seninya saja tanpa pengetahuan mengelola ya, mengorganize itu juga rutin. Itu harus sekali harus skor. Karena kalau salah satunya saja juga agak sulit gitu ya. Jadi dua-duanya harus tercover.

Jadi program-programnya pemberdayaan itu nggak hanya skill di kalau di orang kesenian nggak hanya skill seniman perempuan saja tapi kemampuan misalnya memanage sesuatu juga penting. Nah itu program-program itu juga harus ditumbuhkan. Juga melibatkan tidak serta merta kalau program perempuan itu betul-betul penggagas perempuan pelaku perempuan apresiasi perempuan. Jadi kaum laki-laki harus dilibatkan disitu. Justru di situ mungkin ada kesetaraan. Kalau kita sendiri ya berarti nggak setara juga. Jadi harus berdampingan menurutku.

33:09-33.41 Bunga

Jadi jangan sampai isu soal kita mendorong perempuan-perempuan seniman makin maju ke depan, jangan jadi isu kita perempuan gitu ya. Tapi juga teman-teman dan saudara kerabat kita yang laki-laki juga perlu diajak bareng-bareng untuk mendorong itu.

Nah tadi Mbak Imas sempat menyinggung juga sempat gabung di kepengurusan DKL. Ada tertarik untuk gabung lagi nggak kalau Mbak Imas sendiri?

33:41-33:45 Imas

Gimana gimana? Saya kurang jelas.

33:45-33:53 Bunga

Tadi Mbak Imas sempat bilang dulu sempat bergabung sebagai bagian Akademi Lampung ya? Sekarang masih nggak Mbak?

33:53-34:03 Imas

Oh sekarang sekarang. Justru yang sekarang. Baru sekarang ini. Dulu tidak pernah bergabung kalau dulu belum ada. Kenapa?

34:03-34:06 Bunga

Kok bisa ke Akademi Lampung nih gimana ceritanya?

34:06-35:04 Imas

Karena dipilih. Karena terpilih karena memang ada timnya khusus yang menyeleksi untuk Akademi Lampung ya ini ceritanya terpilih saya menjadi salah seorang yang duduk di Akademi Lampung dan kebetulan saya satu-satunya. Justru baru sekarang ini lah saya duduk menyambangi Dewan Kesenian.

Sebelumnya tidak karena memang pernah juga dulu seperti ditawari untuk jadi pengurus tapi karena saya juga kesibukan banyak dan itu nggak main-main juga kan. Apa lagi pelaksana kalau duduk di komite atau jadi pengurus-pengurus yang ini. Karena memang kesibukan saya banyak. Nah kalau di Akademi Lampung ini ya Bismillah aja. Saya coba dulu begitu.

35:04-35:08 Bunga

Berapa lama kepengurusannya Mbak Imas di Akademi Lampung?

35:08-35:40 Imas

5 tahun. 2020-2024. Tapi terhalang Covid ini yah. Memang agak agak gimana ya. Tapi sebenernya harus bisa karena cara-cara seperti ini, kita gitu ya. Kita bisa lakukan juga diskusi tidak harus ketemu langsung. Memang rasanya beda. Rasanya akan berbeda kita bertemu langsung dengan tidak. Tapi semoga Covid ini cepat berlalu.

35:40-36:05 Bunga

Betul. Beberapa teman seniman dan Dewan juga sudah sempat vaksin ya. Moga-moga makin banyak dari kita divaksin. Walau tidak mengusir pandemi tapi mengurangi parahnya sakit kalau kena Covid sesudah vaksin. Kalau boleh tahu nih Mbak Imas dari anggota Akademi Lampung ada berapa orang? Tadi Mbak Imas bilang cuma satu perempuannya Mbak Imas sendiri nih?

36:05-36:19 Imas

7. Akademi Lampung itu 7 dan kebetulan saya satu-satunya perempuan. Nah ya itu cuman 1 saya aja perempuannya. Kalau DKJ mungkin masih ya Mbak Helly ya.

36:19-36:39 Bunga

DKJ sepertinya masih. Beberapa teman ada di komisi komisi juga ya. Kalau di AL Akademi Lampung itu posisinya dengan Dewan Kesenian Lampung gimana sih hubungannya bagaimana nih? Apa yang dilakukan Akademi Lampung kalau boleh tahu Mbak Imas?

36:39-37.16 Imas

Di Akademi Lampung itu sesuai dengan ART nya itu kan menunjuk tadi ya. Menunjuk tentu saja ada prosesnya nggak bisa semua orang ditunjukkan ya. Tentu saja semuanya diperhitungkan ada RTnya gitu ya. Terus kan kita memberikan misalnya seperti program itu memberikan evaluasi memberikan saran seperti itu. Itu ada tanggung jawabnya di kita. Kalau terhadap program dan keberlangsungan ekosistem sebenernya besar tanggung jawabnya.

37:16-37:26 Bunga

Besar tanggung jawabnya. Mbak Imas juga membuka jalan barang kali semoga nanti lebih banyak lagi perempuan masuk di Akademi Lampung maupun lainnya.

37:26-38:54 Imas

Karena saya juga selalu mungkin tidak khususnya untuk nanti di Dewan Kesenian selalu menitipkan itu ada seniman perempuan dilibatkan atau apresian untuk menonton apapun. Itu dilibatkan perempuan. Baru sebatas himbauan untuk kali ini juga diluar ini kan jangkauannya sebenernya mungkin di Akademi Lampung tapi tanggung jawab moral sebagai seniman.

Katakanlah itu dari berbagai kegiatan yang ada di luar Dewan Kesenian, saya selalu menyarankan kepada teman-teman seniman untuk melibatkan perempuan. Karena banyak skill perempuan yang bagus. Ini mungkin ada teman-teman dari Sumatra juga. Ini tadi seperti Live tapi saya tidak ikut. Itu membicarakan bagaimana seniman perempuan kalau setelah berumah tangga. Nah ini juga tantangan besar.

Di Lampung ini kalau di teater jelas saya paling tua. Di usia 50 masih, seniman yang lainnya telah berkeluarga sudah lain persoalan, mungkin kerja dengan rutin mereka, sudah segalanya. Karena tidak menganggap ini profesi yang mau digeluti mereka.

38:54-39:57 Bunga

Itu tantangan juga dan beberapa studi menunjukkan bahwa ketika perempuan seniman gitu ya menikah dengan seniman juga biasanya peluang untuk meneruskan karyanya itu lebih besar karena barangkali ada di dalam ekosistem yang sama. Jadi bisa lebih saling dukung.

Nah kita udah ngobrol lumayan panjang nih Mbak Imas, lagi puasa jadi agak ini ya. nggak bisa minum dulu. Mbak Imas sudah memberi banyak insight terutama tadi ada banyak hal yang bisa kita lakukan sama-sama untuk mendorong ini. Dari berbagai segi dan tidak tertutup kemungkinan sebetulnya akan makin banyak perempuan mengambil posisi strategis di Dewan Kesenian di daerah maupun di Lembaga Seni Budaya lainnya di Indonesia. Mbak Imas ada ini nggak closing statement untuk temen-temen?

39:57-41:09 Imas

Saya pikir segala sesuatu itu bermula dari diri sendiri. Tapi kita juga tidak bisa berdiri sendiri betul betul sendiri tapi harus didukung oleh yang lainnya. Keluarga hal yang domestik ternyata memegang peranan penting karena dunia pendidikan perempuan juga berasal dari domestik di mana kesempatan misalnya belajar diutamakan kalau keluarganya sangat terbatas, itu akan diutamakan yang laki-laki dulu. Perempuan belakangan.

Nah itu kan sebenernya nggak begitu harusnya. Nah ini dunia domestik juga masih agak karut marut untuk keberadaan perempuan. Itu kesempatan peluang harusnya sama. Saya pikir raihlah semua yang ketika ada peluang dan kalaupun belum ada peluang kita upayakan supaya peluang itu ada untuk kita. Kita perjuangkan karena peluang itu tidak begitu saja terbuka. Tidak begitu. Kalaupun kita ingin sesuatu meraih sesuatu dan merasa punya hati yang sama sebagai manusia kalau ada hal yang ingin diperjuangkan oleh kita ya perjuangkan. Dapatkan posisi itu. Jadi jangan menyerah.

41:09-41:17 Bunga

Iya betul ya. Terus semangat ya. Ini bukan bisa tapi susah tapi ini susah tapi bisa.

41:17-41:24 Imas

Iya dan harus. Kita menjalani hidupnya memang begitu ya. Ini perjalanan hidup soalnya.

41:24-41:59 Bunga

Iya dan Mbak Imas sendiri juga membuktikan seni itu sebenernya penting sekali untuk kita semua ya. Baik yang seniman maupun bukan gitu. Bayangkan kalau hidup kita tuh nggak ada seni, nggak ada musik, nggak ada film, nggak ada teater, nggak ada inspirasi dari karya-karya seni rupa atau seni lainnya gitu. nggak ada street art, mural, graffiti juga kayaknya sepi. Jadi untuk mendukung ekosistem seni jadi lebih baik dan adil itu perlu kebijakan yang lebih baik dan disitu Koalisi Seni mencoba berperan mengadvokasi kebijakan seni yang lebih baik.

41:59-42:16 Imas

Dan satu lagi Mbak. Negara. Berperan penting juga. Jadi nggak bisa kita berenang sendirian berjuang sendirian. Harus didukung oleh semua unsur. Saya harap mungkin lebih baik ya negara kedepannya.

42:16-43:49 Bunga

Ya kita harus mendesak tapi juga membantu sebagai mitra. Kalau Koalisi Seni ingin menjembatani antara kepentingan-kepentingan para pegiat seni, seniman seni juga dengan Pemerintah. Ada banyak cara. Ada banyak tantangan tapi semoga sama-sama bisa mendorong.

Nah ini untuk teman-teman di Instagram dan juga media sosial lain nantinya kalau ingin tahu gimana caranya ikut beraksi mendukung ekosistem seni jadi lebih baik dan adil bisa banyak caranya. Bisa jadi anggota Koalisi Seni seperti Teater Satu ya Mbak Imas. Atau juga follow Koalisi Seni di Instagram, Twitter, Youtube dan Facebook. Jadi bisa buka juga browser mampir ke koalisiseni.or.id/dukung.

Kita bisa lakukan banyak hal supaya ekosistem seni kita jadi lebih keren lagi.

Nah sampai ketemu semoga sehat selalu Mbak Imas. Makasih juga Afi tadi yang sudah bergabung dengan kita. Teman-teman Teater Satu salam ada salam juga dari teman-teman di Sekretariat. Ini tadi Mas Michael sempet bertanya apa kabar Mbak Imas. Ada teman-teman juga ya. Sudah berkomentar setuju mengirimkan emoji hati juga setuju bersama Mbak Imas dan juga Afi tadi. Oke. Kalau gitu sampai sini dulu. Masih ada waktu sebelum teman-teman buka puasa. Yang nggak puasa juga. Oke makasih banyak Mbak Imas. Kita sampai ketemu lagi ya.

43:49-43:51 Imas

Sama-sama.

43:51-43:52 Bunga

Salam untuk Teater Satu.

43:52-43:57 Imas

Salam buat teman-teman.

Ilustrasi: pepifoto via Canva

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.