/   Kabar Seni

Nova Ruth Setyaningtyas bukan cuma musisi, tapi juga pelaut. Bersama pasangan yang juga rekan satu profesinya, Grey Filastine, perempuan asal Malang ini angkat sauh sembari mematok impian besar: menyuarakan kegelisahannya terhadap krisis iklim dan masalah sosial-budaya melalui pertunjukan seni lintas batas negara.

Keduanya berlayar dengan kapal tua asal Jerman Timur yang bernama Arka Kinari. Kapal ini menyusuri samudera secara manual: tanpa bahan bakar, cukup dengan layar. Geladak pun disulap jadi panggung – sesekali kafe agar dapat berinteraksi dengan para pengunjung. Tujuannya, kata Nova, untuk membayangkan kehidupan pasca-karbon yang lebih ramah kepada bumi.

Sejak 2019, Arka Kinari membawa Nova dan Filastine bersama kru dari Rotterdam, Belanda, menuju Indonesia. Kapal ini menyempatkan berlabuh di berbagai negeri seperti Portugal, Maroko, Pulau Canary, Trinidad, Meksiko, dan Hawaii.

Semasa pelayaran, Nova pun sempat merasakan kapal yang terombang-ambing di laut lepas hingga berbulan-bulan karena ditolak berbagai negara akibat pembatasan saat pandemi. Belum lagi perkara lainnya, seperti kerusakan mesin, yang turut memaksa mereka untuk ‘sibuk’ menjadi pelaut.

“Kami belum menemukan impian kami yang ideal, yaitu menyeimbangkan diri menjadi pelaut dan seniman. Hari-hari ini, kami lebih serius untuk menjadi pelaut. Hahaha..” ujar Nova kepada Koalisi Seni, 13 Oktober 2022.

Mereka baru berhasil singgah di Indonesia pada 2020 dengan misi mengarungi jalur rempah nusantara seperti Sorong, Banda, Selayar, Makassar, hingga Benoa di Bali. Pelayaran berlanjut ke kawasan pesisir Jawa hingga berakhir pada akhir Juli silam.

Pada siang hari di setiap tempat singgahnya, Arka Kinari menjadi platform kebudayaan terapung. Di sanalah tempat bagi acara seperti lokakarya, diskusi, maupun konser kecil komunitas musik setempat. 

Sementara di malam hari, geladak Arka Kinari menjadi panggung musik yang disertai presentasi karya audio-visual – diadopsi dari konsep penampilan wayang kulit. Musik yang ditampilkan Filastine dan Nova merupakan campuran melodi tradisional Jawa dan elektronik kontemporer. 

Alunan nada menjadi refleksi keduanya setelah mencerna informasi dan mengalami dampak perubahan iklim, dipadukan prediksi apokaliptik dari Jawa dan Spanyol. Semua itu menimbulkan kegusaran dan kemarahan Nova terhadap peradaban. Namun, menurut dia, manusia dapat mengubah situasi ini untuk masa depan bumi yang lebih baik. Salah satu jalannya yaitu lewat seni.

“Saya juga marah dengan kondisi, frustrasi, sedih namun juga tidak menyerah, konsisten dan ingin terus kreatif,” kata Nova.

Nova pun tak hanya larut dalam kapal dan aktivitas bermusiknya. Sebagai salah satu anggota Koalisi Seni, dia juga ‘turun lapangan’ mengadvokasi kebijakan seni, misalnya upaya pembatalan Rancangan Undang-undang Permusikan. Dia turut menghadiri Konferensi Musik Indonesia, sampai acara terkait konferensi iklim PBB (COP).

Selama musim hujan kali ini, Arka Kinari sedang ‘tidur’. Sementara, Nova dan Filastine fokus mempersiapkan penampilan karya pada 2 November 2022 mendatang di Cardiff, Inggris. Karya tersebut merupakan kolaborasi bersama organisasi seniman asal Inggris, 4Pi, spesialis video dokumenter 360º.

Mereka akan melanjutkan pelayaran pada awal 2023 dengan misi yang sama: menyuarakan krisis iklim dan mengajak warga dunia untuk menengok kembali ke laut yang selama ini terabaikan.

Moyang Kasih Dewimerdeka

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.