/   Kabar Seni

Setelah tujuh tahun berdiri, Koalisi Seni mencatatkan beragam pencapaian penting hingga 2019. Antara lain, keberhasilan advokasi mengubah Rancangan Undang-undang (RUU) Kebudayaan, yang takut budaya asing dan menempatkan negara sebagai tukang larang, menjadi Undang-undang Pemajuan Kebudayaan yang mewajibkan negara menjadi fasilitator upaya pemajuan budaya oleh masyarakat. Koalisi Seni pun memfasilitasi penolakan terhadap pasal represif dalam RUU Permusikan. Secara paralel, anggota Koalisi Seni berkembang dari 41 orang menjadi 245 individu dan lembaga.

Namun, Koalisi Seni relatif belum dikenal publik sebagai lembaga pionir yang menjembatani beragam pemangku kepentingan dalam perbaikan kebijakan untuk memajukan ekosistem seni. Secara visual, logo lama Koalisi Seni terlalu tipis dan tulisannya kecil, sehingga kalah jika disandingkan dengan logo lain yang berukuran serupa. Secara verbal, singkatan KSI yang dulu sering diucapkan, membuatnya kerap tertukar dengan lembaga lain dengan singkatan serupa. Sejak 2018, beberapa anggota mulai menyebut lembaga dengan nama Koalisi Seni, bukan lagi KSI, namun praktik ini belum serentak dilakukan. Sederet potret itu adalah alasan mendasar yang biasanya membuat lembaga nirlaba menyegarkan brand-nya.

Usulan penyegaran brand lantas masuk dalam rencana program 2019 yang disampaikan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) pada 3 Maret 2019 di Yogyakarta. Materi bahasan dalam RUA ini telah dikirim kepada para anggota melalui email pada 15 Maret 2019.

RUA menyaksikan terbentuknya sejumlah Gugus Tugas, kumpulan anggota yang berkomitmen aktif dalam program-program Koalisi Seni. Salah satunya adalah Gugus Tugas Komunikasi, yang selepas RUA beranggotakan Arindra Karamoy (Pronky), Arief Budiman (Ayip), Arsita Iswardany, Dani Munggoro, Dea Aprilia, Deni Rodendo, Purnama Pelupessy (Qory), dan Purna Cipta.

Melalui grup WhatsApp dan pertemuan langsung, Gugus Tugas Komunikasi ini cukup aktif memberi masukan pada regu komunikasi sekretariat, baik dalam hal penyusunan strategi komunikasi maupun penyegaran brand. Pronky dan Dani sempat datang ke Sekretariat Koalisi Seni untuk urun rembuk soal strategi komunikasi. Untuk memandu proses penyegaran brand, Ayip mengirimkan skema pengembangan identitas brand sebagai berikut:

Secara bersamaan, tiga hal utama dilakukan untuk penyegaran ini. Yakni, perubahan logo, pembuatan video profil lembaga, dan perombakan website.

Setelah melalui proses pencarian desainer yang intensif, Koalisi Seni akhirnya menggandeng salah satu anggota, Irwan Ahmett (Iwang), dan mitranya Tita Salina untuk merancang ulang logo. Keduanya dulu juga merancang logo lama Koalisi Seni, sehingga dirasa memiliki pengetahuan kelembagaan dan historis yang mencukupi untuk menyegarkan brand.

Dalam preview pertama pada September 2019, Iwang dan Tita menawarkan dua alternatif. Yang pertama, terinspirasi dari posisi Indonesia di persimpangan dua benua, dua samudera, dan khatulistiwa. Sedangkan yang kedua terinspirasi dari lipatan kertas kebijakan, “makanan” sehari-hari Koalisi Seni.

Dengan warna utama oranye kemerahan dan bentuk ikon yang menyala, alternatif kedua dipilih. Unsur “S” dari logo lama dipertahankan, sehingga ada penjembatan ke logo baru. Sementara itu, ikon logo baru ini dapat ditafsirkan menggambarkan semburat fajar, saat semua aktivitas bermula dan semangat pun terbarukan. Ikon juga bisa dilihat seperti pancaran sinar dari api atau senter, menandakan fungsi Koalisi Seni memandu perbaikan ekosistem seni; serta layar kapal atau cangkang kerang laut, menyimbolkan negara maritim. Perubahan minor yang diminta adalah jenis dan ukuran huruf lebih besar, sehingga bisa mudah terbaca dari jauh.

Sementara itu, website dirombak agar lebih menonjolkan kinerja Koalisi Seni dalam advokasi kebijakan demi perbaikan ekosistem seni. Desain baru dirancang lebih modern dan nyaman dilihat. Ardi Yunanto, yang membantu membumikan konsep UU Pemajuan Kebudayaan melalui website pemajuankebudayaan.id, memimpin proses perubahan website ini. Ia menggandeng Andang Kelana sebagai pemrogram kode website.

Versi beta website baru ini telah dapat diakses di www.koalisiseni.or.id. Dari segi tampilan, website sudah berjalan baik. Sedangkan profil anggota dalam proses pembaruan yang akan memerlukan waktu beberapa bulan. Untuk memudahkan anggota membayar iuran dan publik memberi donasi, Koalisi Seni juga berencana mengintegrasikan platform pembayaran di website ini.

Di sisi lain, Koalisi Seni untuk pertama kalinya memiliki video profil lembaga. Dirancang agar mudah dipahami publik dari segala kalangan, video dimulai dari kontroversi RUU Permusikan untuk menunjukkan pentingnya kebijakan seni yang lebih baik. Kemudian, video memaparkan misi dan pencapaian Koalisi Seni, serta beragam cara untuk mendukung kinerja lembaga ini.

Video diproduksi oleh Amerta Kusuma dan timnya, yang pada 2018 juga membuat dua video terkait website pemajuankebudayaan.id: Musik (Dangdut) dalam Lensa Pemajuan Kebudayaan dan Indonesia Sebagai Penyumbang Kebudayaan Dunia. Salah satu anggota Koalisi Seni, Cholil Mahmud dari band Efek Rumah Kaca, berkenan menyumbangkan cuplikan video musik “Di Udara” untuk mengawali video profil ini.

Video profil dengan subteks Bahasa Indonesia dapat disimak di bit.ly/tentangkoalisiseni, sedangkan versi dengan subteks Bahasa Inggris tersedia di bit.ly/aboutkoalisiseni.

Proses penyegaran brand ini telah disampaikan serta disetujui dalam rapat pengurus dan pengawas yang berlangsung pada 20 Februari 2020.

Dengan tampilan baru ini, semoga Koalisi Seni dan segenap anggotanya akan semakin bersemangat berkoalisi untuk memperbaiki kebijakan ekosistem seni. Semoga pula, upaya kolektif ini akan mendorong lebih banyak lagi kebijakan yang merimbunkan ciptaan dan kegiatan artistik, seperti yang diungkapkan para pendiri Koalisi Seni dalam manifestonya.

Tulisan Terbaru

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.

Sumber foto: Malang Post