/   Kabar Seni

Koalisi Seni / Amalia Ikhlasanti

Situs kebebasanberkesenian.id yang diluncurkan Koalisi Seni diharapkan dapat menjadi acuan penegakan hak berkesenian di Indonesia. Sebelum ini, Indonesia belum pernah melaporkan situasi kebebasan berkesenian karena ketiadaan data.

Jakarta – Koalisi Seni meluncurkan sistem pemantauan kebebasan berkesenian pada Rabu, 10 Mei 2023, di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Sistem yang bisa diakses di situs kebebasanberkesenian.id itu adalah bentuk konsistensi Koalisi Seni dalam mendukung terpenuhinya hak berkesenian di negeri ini. “Kami berharap inisiatif ini memantik publik untuk berkontribusi dengan ikut mencatatkan informasi yang ia miliki atau alami terkait pelanggaran kebebasan berkesenian,” kata Ketua Pengurus Koalisi Seni Kusen Alipah Hadi, seusai acara “Peluncuran Sistem Pemantauan Kebebasan Berkesenian: Agar Kita Benar-Benar Merdeka” di TIM, 10 Mei 2023.

Acara peluncuran sistem pemantauan kebebasan berkesenian yang dimoderasi pekerja lepas kreatif Dara Hanafi menghadirkan Manajer Advokasi Koalisi Seni Hafez Gumay sebagai pemantik diskusi, dan tiga penanggap: Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhamad Isnur, serta akademisi yang juga  Anggota Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Shuri Mariasih Gietty.

Pelanggaran kebebasan berkesenian sebelum ini hanya bisa dipantau dari pemberitaan di media dan dokumentasi sejumlah organisasi hak asasi manusia. Walaupun ada data yang tercatat, tak menutup kemungkinan itu hanya pucuk gunung es dari angka yang sesungguhnya terjadi di lapangan. “Karena itu situs kebebasanberkesenian.id diharapkan bisa menjadi basis data untuk penegakan kebebasan berkesenian di Indonesia,” ujar Hafez.

Skema pencatatan di situs kebebasanberkesenian.id bisa kita ikuti dengan mengakses formulir aduan. Di formulir tersebut, kita dapat melaporkan tindak pelanggaran yang dialami maupun diketahui dengan mencantumkan identitas kita sebagai pelapor, dan menuliskan deskripsi peristiwa secara singkat. Aduan awal tersebut tidak dibuka begitu saja untuk publik, tetapi akan melewati proses verifikasi oleh tim helpdesk Koalisi Seni.

Nantinya, pelapor boleh memilih opsi penanganan aduannya: apakah ingin ditindaklanjuti, ataukah tidak. Jika pelapor ingin kasusnya ditangani lebih lanjut, Koalisi Seni akan meneruskan laporan itu lebih lanjut ke pendamping yang relevan, seperti Lembaga Bantuan Hukum. Adapun jika pelapor ingin kasus tersebut tidak ditindaklanjuti, aduan yang sudah diverifikasi Koalisi Seni akan menjadi bagian basis data pelanggaran kebebasan berkesenian.

Koalisi Seni / Amalia Ikhlasanti

Dalam diskusi, Hilmar mengatakan kebijakan yang baik bisa dibuat dari ketersediaan data. Problemnya, tidak semua anggota masyarakat mendapatkan akses untuk memperoleh dukungan berkesenian. Persoalan berikutnya terkait dinamika kekuasaan. Ia mencontohkan kondisi saat ini; bagaimana kengerian terhadap perbedaan dan keragaman semakin menguat. Permasalahan yang berlapis itu menurut Hilmar menunjukkan kebebasan berkesenian adalah kondisi yang mesti terus diperjuangkan.

Oleh sebab itu Pemerintah menyambut baik inisiatif Koalisi Seni ini. Menurut Hilmar, situs kebebasanberkesenian.id dapat menjadi rujukan penegakan kebebasan berkesenian yang menjadi bagian hak asasi manusia. Data yang ada juga dapat dimanfaatkan sebagai bagian laporan empat tahunan terkait pelaksanaan Konvensi UNESCO 2005 tentang Perlindungan dan Promosi Keragaman Ekspresi Budaya. “Kasus yang tercatat membuat kita bisa lebih memahami pola pelanggaran kebebasan berkesenian,” ujarnya.

Selain untuk membaca pola, data yang terkumpul juga bisa menjadi indikator penegakan demokrasi. Isnur menyebutkan, indikator itu tak hanya penting bagi lembaga advokasi, tetapi juga Pemerintah sebagai pengambil kebijakan. “Seni adalah gerbang demokrasi,” kata Isnur. Namun ia menggarisbawahi adanya tantangan yang menyertai aktivasi sistem pemantauan kebebasan berkesenian. Yakni, soal kepastian penanganan aduan yang penting bagi pelapor dan korban. Terlebih lagi korban pelanggaran hak berkesenian bisa saja mengalami pukulan traumatis akibat persekusi. “Karena itu perlu adanya pendampingan kepada korban agar ada dampak dari pendataan,” ucapnya.

Gietty menambahkan, pelanggaran kebebasan berkesenian adalah masalah struktural yang memerlukan jalan panjang untuk mengubah sistemnya. Yang bisa kita kawal bersama, kebebasan berkesenian mesti diiringi transparansi soal motif pelarangan: apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, melalui dialog antara otoritas dengan pelaku seni. “Penegakan kebebasan berkesenian adalah bagian dari upaya membangun kehidupan masyarakat yang lebih inklusif dan toleran. Terlebih bila menengok potensi karya seni sebagai alat kritik sosial, dan membuka ruang berpikir,” ujarnya.

Ia mengamati ada dua hal yang mengemuka dalam penegakan kebebasan berkesenian, yakni isu ruang dan akses. Ia mencontohkan satu karya seni yang “diterima” di satu ruang, tetapi di tempat berbeda, mendapat penolakan. Hal itu menunjukkan kebebasan berkesenian adalah problem multidimensi yang melibatkan banyak aktor serta kepentingan. Kebebasan, kata Gietty, juga bukannya tanpa syarat. Batasan mesti tetap ada, untuk menghindarkan seni menjadi alat mayoritas melanggengkan narasinya.

Peluncuran situs kebebasanberkesenian.id adalah bagian dari serangkaian kerja advokasi Koalisi Seni untuk kebebasan berkesenian. Sebelum ini Koalisi Seni menggelar rangkaian diskusi kelompok terpadu dengan berbagai organisasi seni dan gerakan masyarakat sipil terkait situasi kebebasan berkesenian di Indonesia, serta mekanisme pencatatan dan penanganan aduan publik.

Pada 11-12 Mei 2023 Koalisi Seni menggelar lokakarya tentang sistem pemantauan kebebasan berkesenian yang diikuti kalangan seniman, jurnalis, pegiat hak asasi manusia, dan masyarakat umum. Koalisi Seni juga menerbitkan buku panduan bagi seniman untuk memahami kebebasan berkesenian, mitigasi terhadap potensi pelanggarannya, serta langkah lanjutan jika haknya dilanggar. Dengan begitu seniman dapat menuntut perlindungan haknya kepada negara, yang wajib memenuhinya.

Rangkaian kegiatan itu mendapat dukungan program International Fund for Cultural Diversity (IFCD). Program tersebut memperkuat advokasi kebebasan berkesenian Koalisi Seni, yang sejak 2020 meluncurkan laporan pemantauan kebebasan berkesenian secara berkala. Tercatat ada 107 peristiwa pelanggaran kebebasan berkesenian pada 2010-2021 dari berbagai disiplin seni seperti tari, musik, teater, dan film. Adapun laporan 2021 menitikberatkan pada temuan Covid-19 sebagai dalih baru opresi.

Karena itu Koalisi Seni optimistis inisiatif ini akan berdampak positif bagi iklim berkesenian di Indonesia. “Alih-alih melakukan sensor yang tidak dibenarkan, kita bisa menerapkan klasifikasi karya seni. Siapa yang bisa mengakses karya seni itu, dan di mana ruangnya,” kata Hafez. Penting juga untuk merumuskan peta jalan bagi beragam pemangku kepentingan untuk menegakkan kebebasan berkesenian. “Karena kebebasan berkesenian bukan perkara seniman saja, tapi juga hak kita sebagai masyarakat.”

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.