/   Kabar Seni

Refleksi dari Indonesia dan Afghanistan

Jakarta – Kebebasan berkesenian yang terjamin merupakan indikator negara dengan ruang publik yang sehat, termasuk Indonesia. Sebab, ruang publik yang baik memungkinkan pegiat seni bebas mengekspresikan kritiknya, bahkan jika itu ditujukan pada negara.

“Kebebasan berkesenian penting untuk dijaga, karena seni yang kritis kita perlukan. Sebab, seni punya peran penting untuk mengintervensi dan memberikan narasi tandingan. Untuk mencapai kebebasan berkesenian, perlu ada kebijakan yang menjaminnya,” ujar Dara Hanafi, pekerja lepas kreatif dan Anggota Koalisi Seni dalam diskusi daring Rabu malam, 10 November 2021.

Bertajuk Ruang Usik-usik Berebut Dinding: Kebebasan Berkesenian di Dinding Indonesia dan Afghanistan, diskusi ini diadakan Koalisi Seni bersama Amnesty International Indonesia. Hadir sebagai pembicara ialah Anggraeni Widhiasih, Pemimpin Redaksi Visual Jalanan dan perupa dari Indonesia, serta Omaid Hafiza Sharifi, artivis dan Presiden ArtLords dari Afghanistan. Dara Hanafi, pekerja lepas kreatif dan Anggota Koalisi Seni, menjadi moderatornya.

Menurut Anggraeni, seni adalah medium tepat untuk membicarakan problem sosial di masyarakat. Praktik kritik lewat seni, termasuk seni jalanan, bukan hal asing di Indonesia. “Sebelum kemerdekaan, banyak pejuang Indonesia menyuarakan kebebasan, keadilan, dan hak asasi manusia. Di Surabaya menjelang pertempuran yang sekarang diperingati jadi Hari Pahlawan, banyak grafiti dengan pesan serupa,” ucapnya.

Anggraeni memaparkan di ruang publik ada banyak pemilik kepentingan bertarung, mulai dari warga, pemerintah, korporasi, hingga seniman. Tegangan vertikal dengan aparat negara dan horizontal dengan warga senantiasa terjadi. Saat aparat represif, mural bisa dihapus dan memicu perdebatan, seperti yang terjadi pada kasus Jokowi 404 lalu. Sebaliknya, tak jarang warga yang tadinya enggan temboknya dihias dengan mural, setelah ada program residensi seniman justru protes jika dindingnya tak kebagian.

Untuk memastikan kebebasan berkesenian terpenuhi, perlu ada kebijakan yang menjaminnya. Riset Koalisi Seni pada 2020 menemukan Indonesia sudah meratifikasi banyak instrumen hak asasi manusia (HAM) internasional, tapi juga membiarkan peraturan yang memberi peluang pembatasan HAM secara sewenang-wenang. Kebebasan berekspresi dan berpendapat, termasuk melalui karya seni, adalah HAM yang dijamin oleh hukum internasional dan konstitusi Indonesia. Sehingga, pemerintah harus berperan aktif melindunginya.

Di Afghanistan, dinamika kebebasan berkesenian berubah drastis bersama perkembangan politiknya. “Saat Taliban pertama berkuasa, tidak ada tempat bagi seni. Kemudian ada peraturan yang menjamin kebebasan berkesenian, sehingga kami bisa berkesenian lagi meski tetap ada intimidasi dan ancaman karena mural ArtLords menyuarakan pesan antikorupsi dan toleransi. Taliban kembali dan mereka tidak percaya akan keberagaman maupun seni. Mural kami dihapus dan diganti propaganda, semua wajah perempuan juga dihapus di jalanan,” tutur Omaid yang mendirikan kolektif seniman ArtLords pada 2014.

Kini, banyak seniman di Afghanistan terpaksa melarikan diri atau bersembunyi demi menyelamatkan nyawanya. Seniman yang masih berada di Afghanistan meninggalkan profesinya dan menghancurkan karyanya agar tak diringkus Taliban.

Omaid mengatakan ArtLords kini fokus pada upaya evakuasi agar seniman bisa keluar dari Afghanistan. Tak kurang dari 54 seniman telah mereka selamatkan agar bisa memiliki pilihan untuk melanjutkan seninya. ArtLords juga berencana mengadakan terapi seni bagi para pengungsi Afghanistan, serta membuat ulang muralnya di beragam lokasi. “Kami akan senang sekali kalau ada seniman Indonesia mau menggambar ulang mural ArtLords,” ujarnya.

Bagaimanapun, Omaid tak kehilangan harapan. Ia berharap satu saat nanti, jaminan kebebasan berkesenian akan kembali tegak di negara asalnya. “Kalau hukum yang menjamin kebebasan itu ada lagi, kami bisa melanjutkan kerja seni di Afghanistan.”

Tulisan Terkait

Tinggalkan komentar

Imajinasi dan daya berpikir kritis adalah kunci perubahan. Karena itu, seni merupakan prasyarat utama terwujudnya demokrasi. Dukung kami untuk mewujudkan kebijakan yang sepenuhnya berpihak pada pelaku seni.

Rara Sekar, Kartika Jahja, Ratri Ninditya, Dian Arumningtyas